Para penyintas letusan Gunung Sinabung dari lima desa belum bisa kembali ke desanya meskipun telah dikeluarkan dari zona merah bahaya erupsi sejak 20 Mei lalu.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS – Para penyintas letusan Gunung Sinabung, Sumatera Utara, dari lima desa belum bisa kembali ke desanya meskipun telah dikeluarkan dari zona merah bahaya erupsi sejak 20 Mei lalu. Mereka memerlukan bantuan perbaikan rumah, fasilitas umum, dan fasilitas sosial yang rusak setelah empat tahun desa ditinggalkan. Mereka juga belum mendapat pemberitahuan dari pemerintah tentang kondisi Sinabung.
“Kami sebenarnya sangat ingin kembali ke kampung kami. Di sana kami bisa kembali bertani di lahan yang lebih luas,” kata Serasi beru Sitepu (60), penyintas dari Desa Kuta Tengah yang tinggal di hunian sementara bantuan pemerintah di Desa Ndokum Sirogo.
Lima desa telah dikeluarkan dari zona merah sejak tingkat aktivitas Gunung Sinabung diturunkan dari Awas menjadi Siaga. Kelima desa itu yakni Desa Tiga Pancur, Kuta Tengah, Jeraya, Pintu Besi, dan Kuta Gugung. Selama empat tahun ini, sebanyak 1.079 keluarga dari lima desa itu tinggal di hunian sementara dan rumah sewa bantuan pemerintah.
Kami pergi pulang setiap hari dengan ongkos Rp 10.000. Uang itu sebenarnya sangat penting untuk kami.
Serasi mengatakan, ia masih tinggal di hunian sementara karena rumah mereka di Kuta Tengah masih harus diperbaiki agar layak huni. Fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti jalan, puskesmas, sekolah, tempat ibadah, dan pasar juga masih harus perlu diperbaiki.
Meski demikian, mereka sudah mulai kembali ke desa untuk berladang. “Kami pergi pulang setiap hari dengan ongkos Rp 10.000. Uang itu sebenarnya sangat penting untuk kami,” katanya.
Terkendala anggaran
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Martin Sitepu mengatakan, fasilitas umum dan fasilitas sosial di lima desa yang telah diizinkan untuk pulang memang perlu diperbaiki. “Namun, kami belum bisa melakukannya karena terkendala anggaran,” katanya.
Martin mengatakan, Pemkab Karo tidak mengalokasikan perbaikan fasilitas di lima desa itu dalam APBD 2019. Karena itu, mereka mengajukan proposal bantuan kepada Pemerintah Provinsi Sumut dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Sebelum masa sewa rumahnya habis, kami targetkan bisa memperbaiki fasilitas di lima desa itu.
Meskipun belum bisa kembali ke desanya, kata Martin, sebagian penyintas masih bisa tinggal di hunian sementara yang telah disewa pemerintah hingga 2021. Sementara, pengungsi lainnya telah diberikan bantuan sewa rumah hingga Oktober ini. “Sebelum masa sewa rumahnya habis, kami targetkan bisa memperbaiki fasilitas di lima desa itu,” katanya.
Martin mengatakan, pemerintah juga berfokus menyelesaikan pembangunan hunian tetap bagi warga yang direlokasi dan tidak akan dipulangkan ke desanya karena terlalu dekat dengan Sinabung. Pemerintah telah menyelesaikan relokasi tahap pertama untuk 370 keluarga dan tahap kedua untuk 1.863 keluarga. Saat ini juga sedang persiapan relokasi tahap ketiga untuk 1.038 keluarga.
Pengamat gunung api di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung Badan Geologi, Arief Cahyo, mengatakan, aktivitas Gunung Sinabung terus menurun setelah statusnya diturunkan menjadi Siaga. Dalam sebulan belakangan ini tidak ada letusan, hanya ada asap kawah putih bertekanan lemah pada ketinggian 100-400 meter di atas kawah.
Sementara itu, aktivitas kegempaan Sinabung juga menurun dan kini hanya didominasi gempa embusan dan tektonik jauh. Gempa hibrid yang menunjukkan pertumbuhan kubah lava, gempa frekuensi rendah yang mengindikasikan adanya suplai energi dari dapur magma, dan gempa guguran penanda runtuhnya kubah lava relatif sangat rendah.
Meski demikian, Arief mengingatkan, zona merah masih berlaku pada radius 3 kilometer (km) dari puncak Sinabung. Khusus sektor timur-utara, zona merah pada radius 4 km dan sektor selatan-timur pada radius 5 km karena merupakan jalur awan panas guguran.