Neraca dagang Indonesia defisit 1,93 miliar dollar AS selama Januari-Juni 2019. Perang dagang AS-China dinilai berdampak. Namun, ada celah pasar yang bisa digarap.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono / M Paschalia Judith
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Neraca dagang Indonesia defisit 1,93 miliar dollar AS selama Januari-Juni 2019. Perang dagang AS-China dinilai berdampak. Namun, ada celah pasar yang bisa digarap.
Sepanjang Juni 2019, neraca perdagangan tercatat surplus 196 juta dollar Amerika Serikat (AS). Namun, secara akumulatif, neraca masih defisit 1,93 miliar dollar AS sepanjang semester I-2019. Angka itu lebih tinggi dibandingkan semester I-2018 yang sebesar 1,19 miliar dollar AS.
Data yang dirilis Badan Pusat Statistik, Senin (15/7/2019), menunjukkan, nilai impor Indonesia sepanjang semester-I 2019 mencapai 82,25 miliar dollar AS, lebih rendah dibandingkan semester I-2018 yang mencapai 89,05 miliar dollar AS. Namun, kinerja ekspornya merosot, yakni dari 87,85 miliar dollar AS semester I-2018 menjadi 80,32 miliar dollar AS pada semester I-2019.
Secara umum, menurut Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri, kondisi ekspor saat ini terimbas perang dagang AS-China. ”Dua negara itu merupakan pasar ekspor utama Indonesia,” ujarnya.
Sepanjang semester I-2019, nilai ekspor Indonesia ke China turun 7,38 persen jadi 11,39 miliar dollar AS dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara nilai ekspor ke AS turun 2,6 persen menjadi 8,33 miliar dollar AS.
Oleh sebab itu, pemerintah mencari celah pasar di AS untuk menggantikan produk China yang terkena tarif tinggi di AS. Kementerian Perdagangan akan mendorong pelaku usaha dan industri memanfaatkan momentum itu karena dapat dilakukan dalam jangka pendek dengan mengoptimalkan kapasitas yang tersedia.
Nontradisional
Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani berpendapat, Indonesia mesti fokus menggarap pasar-pasar nontradisional. Upaya ini butuh waktu, tetapi dapat berdampak pada kinerja ekspor yang berkelanjutan.
Indonesia mesti fokus menggarap pasar-pasar nontradisional.
”Ibarat sepak bola, di babak pertama kita sudah kalah, jadi mau tidak mau harus menjebol gawang lebih banyak di babak kedua dengan meningkatkan ekspor,” kata Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kadin Indonesia Handito Joewono.
Menurut Handito, perlu ada pejabat pemerintah yang ditugaskan sebagai pemegang kendali untuk memimpin penggarapan pasar ekspor. Di sisi lain, Indonesia juga harus memiliki fokus, baik menyangkut negara yang dituju maupun komoditas ekspor yang akan dijual ke negara tersebut.
Salah satu negara yang dinilai potensial sebagai sasaran ekspor adalah China.
”Ibaratnya, China saat ini memiliki gawang besar, tetapi kita belum juga menendang bola ke arah sana,” kata Handito.
Menurut Handito, salah satu momentum pada semester II-2019 yang dapat dimanfaatkan Indonesia untuk menggarap pasar ekspor China adalah ajang The 16th China-ASEAN Expo 2019. Pameran tersebut akan digelar di Nanning, Guangxi, China, pada 20-23 September 2019.
”Indonesia diberi ruang 3.000-an meter persegi. Kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk mengisi pasar China dengan produk unggulan, seperti produk makanan, hortikultura segar, dan barang konsumer,” katanya.