Layanan Publik Minim, Penyintas Enggan Pindah ke Relokasi
Sejak bisa ditempati warga pada awal 2017, pelayanan publik di perumahan relokasi penyintas banjir bandang Manado 2014, di Kelurahan Pandu Cerdas, Kecamatan Bunaken, Manado, belum aktif. Ini membuat para penyintas enggan pindah ke relokasi.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Sejak bisa ditempati warga pada awal 2017, pelayanan publik seperti kesehatan, kependudukan, transportasi, hingga pasar di perumahan relokasi penyintas banjir bandang Manado 2014, di Kelurahan Pandu Cerdas, Kecamatan Bunaken, Manado, masih belum aktif. Bahkan air dan listrik masih minim. Kondisi ini membuat para penyintas enggan pindah ke perumahan relokasi.
Hingga Kamis (25/7/2019) siang, sebagian besar dari 2.054 rumah relokasi yang dibangun dengan dana Rp 213 miliar dari dana APBN itu belum ditinggali. Suasana masih sepi. Hampir tidak terlihat aktivitas warga di siang hari, kecuali sekolah yang berlangsung dari pukul 07.00 hingga 12.30 Wita.
Jumlah siswa SD 13 orang, sedangkan SMP 10 orang. Warga belum berminat pindah ke rumah baru, apalagi memindahkan anaknya ke sekolah di Pandu Cerdas.
Hampir semua kantor layanan publik di Kelurahan Pandu Cerdas masih tutup, seperti kantor kelurahan, puskesmas pembantu, perpustakaan, dan pasar tradisional. Di puskesmas, misalnya, alat-alat kesehatan dan perabotan baru telah tersedia, tetapi pintu terkunci.
Salah satu warga, Siti Aisyah Yusuf (33), mengatakan, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) untuk pemeriksaan bayi dan warga lanjut usia baru berlangsung sekali pada Juni lalu, saat puskesmas pembantu pertama kali difungsikan. Rencananya posyandu akan diadakan sekali sebulan.
Setelah itu, seharusnya ada layanan kesehatan rutin sebelum puskesmas diresmikan. “Janji dokter saat itu, ada pelayanan kesehatan dua kali seminggu untuk warga. Tapi, sampai sekarang tidak pernah ada lagi. Kami tidak tahu apa nanti ada posyandu lagi atau tidak, karena baru sekali dan itu sudah bulan lalu,” ujar Aisyah.
Permukiman di Kecamatan Pandu Cerdas terletak di perbukitan di Kecamatan Bunaken, sekitar 20 kilometer dari pusat Kota Manado. Puskesmas utama yaitu Puskesmas Tongkaina, berjarak 14 kilometer dari permukiman rekolasi. Adapun puskesmas lain yang dekat adalah Puskesmas Bengkol, berjarak 16 km.
Akibatnya, perawatan warga, terutama yang darurat, menjadi sangat sulit. Kondisi ini diperparah dengan belum adanya layanan angkutan kota di dekat Pandu Cerdas. Tidak semua warga memiliki sepeda motor untuk transportasi ke kota.
“Beberapa hari lalu ada orang tua yang pingsan, lalu meninggal karena tidak dapat pertolongan dokter. Kan, warga sini bukan hanya kita yang masih kuat jalan, ada juga yang sudah tua,” kata Maria Tangel (44), warga penyintas lainnya.
Beberapa hari lalu ada orang tua yang pingsan, lalu meninggal karena tidak dapat pertolongan dokter. (Maria Tangel)
Kantor kelurahan yang masih tutup juga menyulitkan warga mengurus surat-surat penting. Pasangan Julius (48) dan Detty (53) yang sudah pindah ke lokasi relokasi, misalnya, tidak dapat mendaftarkan cucu mereka, Queen (4) di dalam kartu keluarga mereka. Padahal, sejak usia dua bulan, cucunya telah tinggal bersama mereka.
“Kalau mau mengurus surat, kami harus turun jauh sekali. Padahal, saya jadi tukang bangunan di sini, sementara istri saya harus jaga anak,” kata Julius.
Listrik dan air
Beberapa warga masih sering pergi pulang antara rumah di kompleks relokasi dan rumah lama mereka di wilayah sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Tondano. Belum semua rumah mendapat layanan air dan listrik.
“Sekarang air cuma ada di blok A, B, C di bawah bukit. Padahal, rumah di sini sampai blok O. Warga yang di tiga blok itu harusnya sudah bisa pindah,” kata Aisyah.
Pasangan Muksidin Nusura (48) dan Yunita Mandalika (41), misalnya, hanya tiga atau empat hari tinggal di rumahnya di Pandu Cerdas. Rumah barunya belum dialiri listrik. Akibatnya, mereka masih menggunakan lilin dan lentera.
Ketiadaan listrik ini juga terlihat di Gereja Oikumene dan masjid di area Blok O yang terletak di atas bukit. Akibatnya tempat ibadah itu belum dapat digunakan.
Hingga kini, interior gereja masih kosong. Sajadah di masjid masih terlipat dan tertumpuk di salah satu sudut masjid. “Kalau nanti ada musyawarah kelompok masyarakat, saya akan sarankan agar listrik diadakan, entah mungkin dengan genset lebih dulu,” kata Muksidin.
Lokasi yang jauh dari tempat warga biasa bekerja dan ketiadaan transportasi publik juga menjadi halangan utama warga untuk pindah. “Kalau mau di sini terus, apa yang mau kami kerjakan? Kami tetap harus turun ke kota,” kata Yunita Mandalika.
Belum diisi
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Manado Max Tatahede mengatakan, berbagai layanan publik seperti listrik dan air belum diaktifkan karena belum semua warga pindah. Masih ada ratusan rumah yang belum diisi oleh pemiliknya.
Max mengatakan, puskesmas tetap akan diadakan pada hari-hari tertentu. Adapun kantor kelurahan belum difungsikan secara penuh karena pengesahan Pandu Cerdas sebagai kelurahan baru masih dalam proses pengesahan di DPRD Manado. Lurah sudah terpilih dari kalangan pegawai BPBD.
Agar layanan publik segera aktif, BPBD akan mendorong warga untuk pindah ke rumah barunya. “Kami akan bujuk warga untuk pindah. Kalau warga sudah di relokasi, kami upayakan listrik dan air sudah tersedia di semua rumah,” kata dia.
Jika nanti listrik dan air sudah terpasang, tetapi warga belum pindah, BPBD akan mengambil tindakan penertiban. “Warga tetap harus pindah, karena daerah di sekitar sungai mau dibangun tanggul dan sempadan. Ini juga untuk kebaikan warga agar terhindar dari bencana,” kata Max.