Pemerintah Provinsi Bali tengah membuat peta jalan sumber daya air. Penyusunan ini ditargetkan selesai tahun ini.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS – Pemerintah Provinsi Bali tengah membuat peta jalan sumber daya air. Penyusunan ini ditargetkan selesai tahun ini.
Hal ini dianggap penting karena persoalan air di Bali, menjadi pelik. Berdasarkan penelitian di kampus dan lembaga swadaya masyarakar, kondisi air memprihatinkan. Perlu perhatian pemerintah setempat untuk kembali menata pemanfaatan air di Bali.
“Ya, Gubernur Bali meminta penyusunan ini segera diselesaikan. Alasannnya, pemetaan air menjadi penting untuk menjadi pijakan kebijakan ke depan, mengingat pentingnya air di Bali,” kata Lilik Sudiadjeng, anggota tim penyusun roadmap dan pemetaan air Bali dari Politeknik Negeri Bali, di Badung, Bali, Jumat (26/7/2019).
Ia menambahkan penyusunan ini ditargetkan tahun 2019 selesai. Politeknik Negeri Bali ditunjuk Gubernur Bali I Wayan Koster menjadi salah satu anggota tim penyusun roadmap dan pemetaan air Bali.
Persoalan air di Bali, masih menjadi sorotan. Salah satu persoalan yang muncul adalah pengambilan air bawah tanah di Pulau Bali makin masif. Pengambilan air bawah tanah ini terutama di wilayah-wilayah wisata pesisir. Hal itu membuat kualitas air berkurang karena intrusi air laut.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bidang ESDM Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali memperkirakan intrusi air laut ini memasuki air bawah tanah pesisir selatan. Intrusi mencapai 20 persen dari sekitar 3.000 titik. Radiusnya mencapai sekitar 500 meter mulai bibir pantai.
Perkiraan bidang ESDM Bali itu bersesuaian dengan hasil penelitian Bali Water Protection (BWP) Project Research 2018. Penelitian tersebut menyimpulkan adanya potensi intrusi air laut yang semakin meluas. Intrusi itu mencemari air bawah tanah tidak hanya di wilayah pesisir Bali bagian selatan.
Hasil BWP, misalnya, tempat wisata di Pemuteran, di Bali Barat Laut, parah karena air diambil dari air bawah tanah tanpa subtitusi dengan PDAM. Kandungan kloridanya tinggi.
Berdasarkan penelitian BWP Project Research 2018 dari Yayasan IDEP Selaras Alam dan Politeknik Negeri Bali, 270 titik sampel air bawah tanah di Kabupaten Badung, Buleleng, Jembrana, Karangasem, dan Tabanan mengindikasikan terintrusi air laut.
Meskipun jumlah data terbatas karena keterbatasan anggaran pula saat penelitian, hasil ini dapat memberikan gambaran betapa potensi intrusi air laut dapat meluas radiusnya jika pemerintah sebagai pemilik kebijakan membiarkannya.
Pengeboran air bawah tanah, harus mendapat pengawasan yang benar. Kekhawatirannya adalah kendornya pengawasan dan perijinan dapat makin memperluas pemakaian air dari intrusi air laut ini ke masyarakat tanpa pengolahan.
Catatan Bidang ESDM Bali mengindikasikan adanya intrusi air laut pada air bawah tanah di Bali. Intrusi ini, terutama di daerah pariwisata seperti Kuta dan Tanjung Benoa (Kabupaten Badung), Sanur (Kota Denpasar).
Data dari Bidang ESDM Bali tercatat perizinan air tanah di tahun 2016 sebanyak 1.270 perizinan. Tahun 2018 terhitung sebanyal 2.795 perizinan air bawah tanah. Bidang ESDM Bali memperkirakan masih ratusan titik pengambilan air bawah tanah yang belum berijin.
Sementara, penyusunan pemetaan air Bali ini bagian dari Pemerintah Provinsi Bali mewujudkan Bali sebagai Satu Kesatuan Wilayah: Satu Pulau, Satu Pola dan Satu Tata Kelola. Pengelolaan ini berlandaskan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” melalui pola pembangunan semesta berencana.
“Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan Bali sebagai implementasi Pola Pembangunan Semesta Berencana harus juga diselenggarakan dengan mengedepankan pendekatan Satu Kesatuan Wilayah,” kata Gubernur Bali I Wayan Koster, pada rapat koordinasi akhir bulan Juni lalu.
Pendekatan satu kesatuan wilayah ini, lanjutnya, sangat penting karena sebagai sebuah pulau kecil, Bali menghadapi banyak masalah yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah geografis. Pendekatan yang parsial, sektoral dan dibatasi wilayah geografis akan gagal menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
Koster memaparkan sebanyak 17 isu strategis yang sedang dihadapi Pulau Bali. Isu-isu strategis itu di antaranya penyediaan air bersih dan energi ramah lingkungan; kemacetan lalu lintas, pengelolaan sampah serta makin meningkatnya kerusakan lingkungan; ketimpangan pembangunan antar wilayah; meningkatnya konversi fungsi dan kepemilikan lahan.
Penyelesaian isu-isu tersebut, menurut Koster, tidak bisa diselesaikan oleh satu kabupaten saja Akan tetapi, solusinya perlu dipecahkan bersama di tingkat provinsi. Bagitu pula persoalan air.