Ruang berbentuk kotak itu menawarkan kopi. Seperti lazimnya tempat penjual kopi yang menjamur saat ini, kita bisa memesan aneka seduhan kopi. Yang membedakan, segelas kopi nusantara itu bisa kita nikmati di sela-sela menyesap sejarah di Museum Sejarah Jakarta, kawasan Kota Tua; dan Museum Tekstil, di Jalan KS Tubun, Jakarta Barat.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
Ruang berbentuk kotak itu menawarkan kopi. Seperti lazimnya tempat penjual kopi yang menjamur saat ini, kita bisa memesan aneka seduhan kopi. Yang membedakan, segelas kopi Nusantara itu bisa kita nikmati di sela-sela menyesap sejarah di Museum Sejarah Jakarta, kawasan Kota Tua, serta Museum Tekstil di Jalan KS Tubun, Jakarta Barat.
Festival Kopikan Museum mencoba menggabungkan dua kekayaan negeri ini, kekayaan sejarah dan budaya serta kekayaan ragam kopi Nusantara. Festival digelar di Museum Sejarah Jakarta dan Museum Tekstil selama sebulan penuh sejak 23 Juli 2019.
Pengunjung bisa menikmati koleksi dua museum itu sambil menyeruput nikmatnya kopi Nusantara. Kenikmatan itu juga memperkaya pengetahuan tentang kopi dan sejarah serta budaya. Karena itu, pengunjung cukup membayar uang masuk ke museum Rp 5.000 per orang.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Edy Junaedi mengatakan, Kopikan Museum merupakan program hasil kolaborasi dengan Masyarakat Kopi Indonesia. Tujuannya adalah menarik warga, terutama generasi milenial, untuk datang ke museum.
”Orang sekarang, terutama milenial, itu datang ke museum bisa dibilang langka. Karena tempatnya old fashioned, bukan tempat yang dikenal buat hang out-lah. Padahal, koleksi di sana luar biasa bermanfaat,” katanya di Jakarta, Kamis (25/7/2019).
Sementara itu, selama ini Masyarakat Kopi Indonesia juga kesulitan menggelar acara di institusi pemerintah seperti museum. Padahal, Masyarakat Kopi Indonesia mempunyai sampel kopi Indonesia yang jumlahnya sampai sekitar 300 jenis.
Orang yang datang ke Festival Kopikan Museum bisa menikmati kopi yang disajikan sekaligus mengenal cita rasa dan cara penyajian kopi Nusantara yang begitu kaya ragamnya itu.
Tahap pertama Festival Kopikan Museum ini digelar di dua museu, yaitu Museum Sejarah Jakarta di Jalan Fatahillah Nomor 1, Pinangsia, Jakarta Barat, dan di Museum Tekstil di Jalan KS Tubun Nomor 2-4, Palmerah, Jakarta Barat.
”Museum Sejarah yang paling banyak pengunjungnya dan Museum Tekstil yang paling sedikit,” ujar Edy.
Di Museum Sejarah, selain konter Kopikan Museum, kita juga bisa memilih beberapa jenis makanan dan minuman yang ditawarkan di sana. Ada kopi, teh, hingga selendang mayang. Somai, mi ayam, bakso, soto juga bisa dinikmati di sela-sela mengelilingi museum ini.
Hologram di Monas
Tak kalah menarik sekaligus mendidik, akhir pekan ini juga digelar Pameran Hologram di ruang Museum Sejarah Monumen Nasional. Pameran sejarah yang disajikan dengan teknologi modern ini menampilkan perkembangan kota Jakarta dari masa pra-kolonial, kolonial, sampai masa kemerdekaan. Pameran berlangsung Selasa-Minggu selama 23-31 Juli 2019.
Dengan durasi pemutaran 25 menit sekali tayang, terdapat enam sesi dalam sehari. Hologram adalah teknologi fotografi yang merekam cahaya yang tersebar dari satu obyek dan menyajikan foto dalam citra tiga dimensi. Citra yang dihasilkan ini bisa dilihat 360 derajat dan dapat bergerak dengan animasi dan suara ibarat sosok aslinya.
Tak jauh dari Monumen Nasional, Museum Nasional atau dikenal juga Museum Gajah juga menggelar Pameran Ikebana Internasional atau seni merangkai bunga dan rerumputan dari Jepang. Pameran yang terbuka untuk umum dan gratis ini merupakan hasil kerja sama dengan Japan Foundation. Pameran berlangsung 25-27 Juli.
Selain pameran, juga digelar lokakarya (workshop) seni mengukir buah dan gantungan kunci hinamatsuri pada Jumat, 26 Juli, pukul 13.30, dengan biaya Rp 200.000 per lokakarya. Pada Sabtu digelar lokakarya saputangan kinchaku dan kurumie mulai pukul 10.30.