logo Kompas.id
UtamaMengkaji Musim Semi...
Iklan

Mengkaji Musim Semi Silaturahmi

Silaturahmi politik jangan bersayap. Hal-hal yang tidak diatur oleh sistem, memang sepatutnya menjadi bahan perundingan. Tetapi konsistensi sikap politik bisa berbuah manis.

Oleh
INSAN ALFAJRI
· 4 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/S_z3Jm9p739mr_2iDnS6_MXE3Pc=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F81724823_1563986807.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menerima kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Rabu (24/7/2019), di kediaman Megawati, Jalan Teuku Umar, Jakarta.

Dalam seminggu terakhir, politik nasional berjalan dinamis. Selain kepentingan jangka pendek berupa distribusi kekuasaan, rangkaian pertemuan elite politik dinilai berhubungan dengan konfigurasi politik 2024 dan Pilkada DKI Jakarta.

Pada Rabu (24/7/2019), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menyambangi kediaman Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat. Kedua tokoh yang berbeda posisi politik pada Pemilu 2019 itu bertemu sambil makan bersama selama sekitar 1,5 jam.

Pada saat bersamaan, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh juga menerima kunjungan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan di Kantor DPP Partai Nasdem.

Sebelumnya, pada 22 Juli, Surya Paloh juga menerima kunjungan dari ketua umum tiga partai pendukung Jokowi-Amin, yakni Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan, minus PDI-P.

Ketua Lingkar Madani Ray Rangkuti mengistilahkan rangkain pertemuan elite itu sebagai musim semi silaturahmi politik. Dalam diskusi bertajuk “Meraba Langkah Kuda Megawati dan Prabowo” oleh Populi Center bekerja sama dengan Smart FM Network, Sabtu (27/7/2019), di Jakarta, Ray menjelaskan bahwa hal itu menunjukkan kultur politik di Indonesia yang lentur.

Rangkain pertemuan elite itu sebagai musim semi silaturahmi politik. Hal itu menunjukkan kultur politik di Indonesia yang lentur.

https://cdn-assetd.kompas.id/2hN21L10Nhxr-Q014HcT1BCbb94=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F02%2F20180809_CAPRES-CAWAPRES_A_web.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Presiden Joko Widodo didampingi Ketua Umum Partai Politik pendukung Koalisi Indonesia Kerja antara lain (tampak dalam foto) Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Hanura Oesman Sapta Odang, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto dan Ketua Umum PPP Romahurmuziy saat mendeklarasikan calon wakil presiden yang akan mendampingi Joko Widodo dalam pertemuan koalisi pendukung di Jakarta, Kamis (9/8/2018). Joko Widodo menunjuk Ma\'ruf Amin sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2019.

Pertemuan di Teuku Umar, kata Ray, merupakan lanjutan pertemuan Joko Widodo dan Prabowo di Stasiun Moda Raya Terpadu (MRT) Lebak Bulus, Jakarta. Dalam dua kali pertemuan dengan rival politiknya, Gerindra tidak pernah dengan tegas mengatakan akan menjadi oposisi.

Ray mensinyalir, Megawati dan Prabowo ingin merangkai kekuatan di 2024. Di Pemilu 2024, semua mulai dari awal. Gerindra merasa perlu masuk kabinet untuk menggenjot popularitas jagonya di 2024. Selain betapa melelahkannya menjadi oposisi, berseberangan dengan pemerintah juga tidak signifikan "menangguk" popularitas.

“Pun, Prabowo dan saudaranya Hashim Djojohadikusumo, berkepentingan mengangkat trah keluarga,” katanya.

Pada gilirannya, kata Ray, rangkaian silaturahmi Prabowo dan Jokowi kemudian dilanjutkan dengan Prabowo-Mega, mengarah ke pembagian kekuasaan, baik di eksekutif, maupun di legislatif. Ini direspons oleh partai pendukung Jokowi-Amin, dengan bertemu Surya Paloh. Intinya, partai pendukung tidak ingin koalisi ditambah.

“Megawati dan Surya Paloh ini bisa dibilang playmaker di kubu Jokowi. Mereka berdua ketua partai yang paling senior di kubu itu,” katanya.

Iklan

Baca juga: Harmoni Politik di Panggung Besar

Ray melanjutkan, selain tarik-ulur koalisi, pertemuan elite juga dapat dibaca sebagai konsolidasi untuk Pilkada DKI Jakarta 2022. Kunjungan Anies ke Surya Paloh mengindikasikan itu. Nasdem dan PKS diperkirakan bakal mengusung Anies. Di sisi lain, PDI-P dan Gerindra juga sedang menggalang kekuatan.

https://cdn-assetd.kompas.id/T1IIVcoolIPinSQxoyJHGRYn0tY=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F20190727_092027_1564206794.jpg
KOMPAS/INSAN ALFAJRI

Diskusi bertajuk "Meraba Langkah Kuda Mega dan Prabowo", Sabtu (27/7/2019), di Jakarta. Diskusi digagas oleh Populi Center berkerja sama dengan Smart FM.

Selain Ray, diskusi itu juga dihadiri politisi PDI-P Erwin Moeslimin Singajuru, Ketua DPP Partai Nasdem A Effendy Choirie atau Gus Choi, dan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Lucius Karus.

Erwin menyentil Nasdem dengan menyatakan partai pimpinan Surya Paloh itu visioner. Menurutnya, arah Nasdem yang bakal mendukung Anies dianggap sebagai sebuah manuver politik.

“Manuver Bang Surya Paloh ini selalu jitu. Baik untuk yang akan terjadi, maupun yang sudah,” katanya, dengan mencontohkan Nasdem sebagai partai pertama yang mengusung Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat.

Baca juga: Nasdem: Koalisi Jokowi-Amin Sangat Solid

Tetapi bagi PDI-P, lanjutnya, manuver politik haruslah realistis. Ketika Megawati digadang menjadi calon presiden 2014, di saat bersamaan hasil sigi menunjukkan Joko Widodo lebih unggul, PDI-P memilih Joko Widodo.

Erwin juga berharap, silaturahmi politik yang gencar beberapa hari belakangan tidak bersayap. Memang, hal-hal yang tidak diatur oleh sistem, sepatutnya menjadi bahan perundingan.

Silaturahmi politik yang gencar beberapa hari belakangan tidak bersayap. Memang, hal-hal yang tidak diatur oleh sistem, sepatutnya menjadi bahan perundingan.

Kendati demikian, lanjutnya, PDI-P membuktikan, konsistensi sikap politik bisa berbuah manis. Partai berlogo banteng bermoncong putih yang istikamah menjadi oposisi selama 10 tahun di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu, dibalas rakyat dengan menjadi partai pemenang selama dua periode berturut-turut.

Gus Choi menyatakan, pertemuan elite itu dapat ditafsirkan dalam banyak sudut pandang. Dalam sudut pandang agama, itu merupakan silaturahmi. Dalam konteks kemanusiaan, pertemuan itu menandakan interaksi manusia yang memang harus terus dijalin.

https://cdn-assetd.kompas.id/WHDGReFwiOwGnQ-qyrF6VLld3TA=/1024x768/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2FWhatsApp-Image-2019-07-24-at-12.59.55-PM_1563949170.jpeg
DPP PDI-P UNTUK KOMPAS

Ketua Umum PDI-P Megawati Sukarnoputri saat hendak makan siang bersama Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, di kediaman Megawati, di Jakarta, Rabu (24/7/2019). Tampak hadir dalam pertemuan itu, putra-putri Megawati, Puan Maharani dan Prananda Prabowo. Kemudian Politisi senior PDI-P Pramono Anung, Kepala BIN Budi Gunawan, dan Sekjen Gerindra Ahmad Muzani.

Berhubung tokoh yang bertemu itu elite politik dan pemimpin partai politik, semua gerak-gerik akan dibaca secara politik. “Mereka tersenyum sengak atau tertawa lepas saja bisa diartikan politis,” katanya.

Bagi Choi, pertemuan elite itu positif bagi rakyat. Sebab dalam beberapa tahun terakhir, rakyat kurang mendapat keteduhan, kenyamanan, dan optimisme dalam hidup. Ada pemimpin yang sengaja membuat gelisah. Dengan bertemunya pemimpin-pemimpin itu, disertai dengan pesan-pesan persatuan, bakal membuat sejuk batin rakyat.

Editor:
Hendriyo Widi
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000