Kementerian PUPR mengalihkan proyek pengaspalan jalan Trans-Papua ruas Wamena-Mamugu sepanjang 274 kilometer ke lokasi lain. Kondisi itu disebabkan situasi keamanan di Kabupaten Nduga yang belum kondusif.
Oleh
Fabio Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mengalihkan proyek pengaspalan jalan Trans-Papua ruas Wamena-Mamugu sepanjang 274 kilometer ke lokasi lain. Kondisi itu disebabkan situasi keamanan di Kabupaten Nduga yang belum kondusif.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII Wilayah Papua Osman Marbun, saat dihubungi dari Jayapura, Minggu (4/8/2019), mengatakan, proyek pengaspalan itu dialihkan ke ruas jalan dari Wamena ke Jayapura.
Ruas Wamena-Jayapura ini sepanjang 575 kilometer, melintasi Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Yalimo, dan Kabupaten Jayawijaya. Wamena adalah ibu kota Kabupaten Jayawijaya.
Sebenarnya kami berharap dapat menuntaskan pembangunan aspal di ruas Wamena-Mamugu. (Osman Marbun)
Wamena juga berperan sebagai pusat perekonomian dan distribusi barang kebutuhan pokok dan penting ke delapan kabupaten di kawasan Pegunungan Tengah Papua. Keberadaan jalur darat Wamena-Jayapura dapat menekan tingginya harga barang kebutuhan pokok di Pegunungan Tengah yang selama ini hanya dapat diangkut menggunakan pesawat.
”Sebenarnya kami berharap dapat menuntaskan pengaspalan di ruas Wamena-Mamugu. Namun, upaya ini belum dapat terlaksana di tengah kondisi keamanan Nduga saat ini,” kata Osman.
Meski begitu, Osman menuturkan, pembangunan 30 jembatan untuk menghubungkan ruas Wamena-Mamugu sama sekali tidak dihentikan. ”Kami telah menandatangani kesepakatan dengan pihak TNI. Mereka akan tetap membangun 30 jembatan ini hingga tuntas,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Penerangan Komando Daerah Militer XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel (Cpl) Eko Daryanto menegaskan, 600 personel TNI tetap melaksanakan pembangunan proyek nasional 30 jembatan untuk jalan Trans-Papua ruas Wamena-Mamugu.
”Kami tetap fokus melaksanakan pembangunan jembatan agar ruas jalan ini segera tersambung. Jalan ini sangat penting untuk membuka keterisolasian di daerah tersebut,” kata Eko.
Kondisi keamanan di Nduga masih belum kondusif pasca-penyerangan oleh kelompok separatis bersenjata pimpinan Egianus Kogoya terhadap 28 pekerja PT Istaka Karya pada 2 Desember 2018 di Bukit Kabo, Distrik Yigi, Kabupaten Nduga.
Ribuan warga dilaporkan meninggalkan 12 distrik di Nduga ke Wamena karena takut akan kontak senjata antara TNI dan kelompok Egianus seusai peristiwa itu.
Sementara itu, Komandan Resor Militer 172/Praja Wira Yakti Kolonel (Inf) Binsar Sianipar menyatakan, pihaknya siap memfasilitasi Tim Solidaritas Peduli Konflik Nduga untuk memverifikasi pengungsi Nduga yang meninggal. Pada 1 Agustus, Tim Solidaritas Peduli Konflik Nduga merilis data terbaru korban meninggal asal Nduga hingga 2 Agustus 2019, yakni 182 orang. Korban terdiri atas 90 orang dewasa dan 92 anak-anak.
”Kami akan memfasilitasi keamanan agar tim itu bersama pemda setempat dapat mengecek langsung fakta di lapangan. Tujuannya agar tidak ada lagi perdebatan tentang jumlah pengungsi asal Nduga yang meninggal,” ujar Binsar.
Ia menambahkan, TNI sama sekali tidak menutup akses ke Nduga bagi berbagai pihak, termasuk jurnalis. ”Kami mempersilakan tim solidaritas bersama wartawan memverifikasi data. Kami tidak ingin menjadi pihak yang selalu dipersalahkan,” katanya.
Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem mengatakan, pihaknya akan meninjau lokasi yang terdapat pengungsi Nduga, seperti Distrik Mugi. ”Kami telah berdiskusi dengan pihak TNI untuk meninjau lokasi-lokasi itu. Hanya kami yang akan mengambil data, sedangkan pihak TNI menjaga keamanan di sana,” ujar Theo.