Sebelas Perusahaan Janji Serap 1,1 Juta Ton Garam Lokal
Sebelas perusahaan pengolah garam berkomitmen menyerap garam lokal produksi musim 2019-2020. Namun, mutu garam mesti ditingkatkan karena dinilai menentukan jumlah serapan.
Oleh
C ANTO SAPTOWALYONO / BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sebelas perusahaan pengolah garam berkomitmen menyerap garam lokal produksi musim 2019-2020. Namun, mutu garam mesti ditingkatkan karena dinilai menentukan jumlah serapan.
"Serapan garam lokal oleh industri tahun lalu (2018-2019) 1,053 juta ton dan ditingkatkan jadi 1,1 juta ton tahun ini," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada acara penandatanganan nota kesepahaman penyerapan garam lokal 2019-2020 di Jakarta, Selasa (6/8/2019).
Sebelas perusahaan itu, yakni PT Susanti Megah, PT Unichemcandi Indonesia, PT Sumatraco Langgeng Makmur, PT Budiono Madura Bangun Persada, PT Pagarin Anugerah Sejahtera, PT Cheetam Garam Indonesia, PT Saltindo Perkasa, PT Garindo Sejahtera Abadi, PT Niaga Garam Cemerlang, PT Kusuma Tirta Perkasa, dan CV Anugrah Sinar Laut.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono menyatakan, penyerapan tahun ini direncanakan dari Jawa Barat, yakni Cirebon, Indramayu, dan Karawang.
Selain itu juga dari Jawa Tengah (Demak, Jepara, Rembang, dan Pati), Jawa Timur (Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan, dan Surabaya), Sulawesi Selatan (Takalar dan Jeneponto), serta Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Bima, Nagekeo, dan Kupang).
Terkait impor garam industri, Achmad Sigit merinci, ada 55 perusahaan pengguna yang terdiri industri chlor alkali plant (CAP), farmasi, dan industri yang butuh garam dengan kualitas tinggi berkadar NaCl 99 persen. Dari 2,7 juta ton alokasi impor garam, 1,8 juta ton di antaranya untuk industri CAP.
"Karena kualitas garam yang diserap beragam, industri pengolah garam kami beri insentif untuk bisa impor supaya bisa dicampur, dimurnikan, untuk kebutuhan industri makanan dan minuman. Bukan untuk kebutuhan konsumsi," katanya.
Achmad Sigit mengatakan, pola seperti ini menjamin perusahaan pengolah garam yang mengimpor tersebut menyerap garam lokal. "Kalau misalnya industri makanan kami kasih (importasi) langsung, nanti garam lokal siapa yang ambil?," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia Tony Tanduk mengatakan ada tiga hal yang menjadi kepedulian industri dalam menyerap garam lokal. Terkait mutu, pelaku industri berharap kandungan garam lokal minimal 97 persen. "Syaratnya tiga, yakni mutu, harga, dan kontinuitas pasokan," katanya.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan, pemerintah menargetkan pemenuhan garam industri dapat tercapai tahun 2021. Sebelum kebutuhan garam industri terpenuhi, impor garam industri hanya dapat dilakukan oleh industri pengolahan dan industri pengguna.
Menurut Luhut, importir garam industri tidak punya izin untuk menjual garam. Dengan demikian, kalau garam impor berlebih, industri tak bisa menjual kelebihannya.
Pihaknya meminta impor garam tak diberikan ke industri umum yang tidak bergerak di industri garam. Hal ini untuk mencegah garam impor merembes ke pasar.