Indonesia Termasuk Negara dengan Hambatan Regulasi Investasi Tertinggi
Indonesia mesti lebih terbuka pada investasi asing langsung untuk menciptakan sumber-sumber pendapatan baru. Namun, masuknya investasi asing masih terganjal masalah regulasi dan birokrasi yang rumit.
Oleh
karina isna irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia mesti lebih terbuka pada investasi asing langsung untuk menciptakan sumber-sumber pendapatan baru. Namun, masuknya investasi asing masih terganjal masalah regulasi dan birokrasi yang rumit.
Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) dalam laporan statistik Indeks Pembatasan Peraturan (Regulatory Restrictiveness Index/RRI) pada 8 Agustus 2019, yang dikutip pada Sabtu (10/8/2019), menyebutkan, Indonesia sebagai salah satu negara dengan hambatan regulasi investasi asing langsung tertinggi di dunia, peringkat ke-67 dari 69 negara.
Nilai RRI investasi asing langsung Indonesia sebesar 0,31, jauh di atas rata-rata negara OECD yang hanya 0,07 persen. RRI investasi asing langsung dihitung dalam rentang 0-1, yang berarti semakin nilai indeks mendekati 1, hambatan regulasi tinggi atau tertutup pada investasi asing. Nilai indeks mendekati 0 semakin terbuka bagi investasi asing.
OECD mengukur hambatan regulasi investasi pada 22 sektor industri. Di Indonesia, sektor yang paling tinggi hambatan investasinya antara lain konstruksi real estat dengan nilai RRI sebesar 1, perikanan (0,735), pertambangan dan penggalian (0,589), ritel (0,540), serta media radio dan siaran televisi (0,810).
Indonesia sebagai salah satu negara dengan hambatan regulasi investasi asing langsung tertinggi di dunia, peringkat ke-67 dari 69 negara.
Menanggapi laporan OECD tersebut, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan, perekonomian negara yang tertutup pada investasi asing langsung akan sulit berkembang. Hal itu yang menyebabkan negara-negara komunis, seperti China dan Vietnam, kini membuka diri pada perdagangan internasional.
”Negara yang paling membuka diri bagi investasi asing itu yang paling berkembang. Bukan dia (negara) kaya dulu baru membuka diri. Sejarah membuktikan, dia (negara) buka diri dulu, investor masuk, baru dia (negara) kaya,” tuturnya.
Menurut Thomas, salah satu reformasi ekonomi paling ampuh adalah dengan mengundang investasi asing langsung. Di tahap awal, industri dalam negeri memang akan melakukan perlawanan terhadap deregulasi yang dilakukan pemerintah. Kondisi itu terjadi 30 tahun lalu di sektor perbankan dan penerbangan.
Kehadiran investor asing akan memaksa industri dalam negeri berbenah supaya tidak kalah bersaing. Deregulasi akhirnya menciptakan manfaat paling besar untuk sektor perbankan dan penerbangan Indonesia saat itu. Kedua sektor menjadi lebih kompetitif dan mampu memberikan layanan terbaik bagi publik.
”Deregulasi bukan hanya membuat industri lebih kompetitif, tetapi juga inovatif,” kata Thomas.
Ia menambahkan, pemerintah akan mengonfigurasi investasi yang fokusnya kualitas, bukan sekadar target atau nominal investasi. Investasi asing yang dibidik mesti berorientasi ekspor sehingga stimulus untuk perekonomian besar. Di China, dalam 20 tahun terakhir, investasi asing meningkatkan pendapatan negara dari 500 miliar dollar AS menjadi 13 triliun dollar AS per tahun.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani berpendapat, iklim investasi harus dibangun secara konsisten. Keterbukaan investasi asing tetap mengedepankan prinsip keadilan bagi semua pelaku usaha di dalam negeri.
Keadilan itu terutama dalam pembayaran pajak di era ekonomi digital. ”Penting agar iklim investasi terbangun dan tercipta secara baik dan konsisten. Semua mempunyai playing field yang sama,” kata Rosan.
Pergeseran investasi
Peneliti Institute For Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengemukakan, kinerja investasi pada triwulan II-2019 jadi peringatan karena hanya tumbuh 5,01 persen atau di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,05 persen. Stimulus investasi terhadap perekonomian juga rendah.
”Ada pergeseran model investasi yang masuk ke Indonesia. Investasi di sektor primer dan sekunder yang strukturnya padat karya justru ditinggalkan, beralih ke investasi tersier,” ucap Ahmad.
Ada pergeseran model investasi yang masuk ke Indonesia. Investasi di sektor primer dan sekunder yang strukturnya padat karya justru ditinggalkan, beralih ke investasi tersier.
Mengutip data Indef, investasi dalam struktur produk domestik bruto (PDB) pada triwulan II-2019 terdiri dari sektor primer 21,42 persen, sekunder 32,83 persen, dan tersier 45,88 persen. Realisasi investasi pada triwulan II-2019 sebesar Rp 200,5 triliun terdiri dari penanaman modal dalam negeri Rp 95,6 triliun dan penanaman modal asing Rp 104,9 triliun.
Investasi di sektor primer misalnya pertanian, kehutanan, perikanan, dan pertambangan. Adapun sektor sekunder seperti manufaktur dan konstruksi. Sementara sektor tersier mencakup semua jenis jasa.
Menurut Heri, saat ini sebagian besar investasi masuk ke sektor tersier atau jasa. Hal itu menyebabkan daya ungkit investasi terhadap pertumbuhan ekonomi tidak maksimal.
”Produktivitas sektor jasa relatif rendah karena bukan industri padat karya dan mayoritas pekerja informal. Investasi harus lebih tinggi masuk ke sektor primer dan sekunder,” ujarnya.