Pemerintah daerah mendistribusikan tangki-tangki air untuk daerah kekeringan di wilayah mereka. Sejumlah strategi jangka panjang disiapkan untuk mengantisipasi kekeringan pada masa datang.
Oleh
Stefanus Ato/Ratih P Sudarsono/Aguido Adri
·3 menit baca
Pemerintah daerah mendistribusikan tangki-tangki air untuk daerah kekeringan di wilayah mereka. Sejumlah strategi jangka panjang disiapkan untuk mengantisipasi kekeringan di masa datang.
BEKASI KOMPAS — Sebagai upaya mengatasi kekeringan, Pemerintah Kabupaten Bekasi membangun tujuh hidran umum di tiga desa di Kecamatan Cibarusah. Hidran itu akan terkoneksi dengan pipa air bersih dari PDAM.
”Awal Juli 2019, pipanisasi PDAM sampai Desa Ridogalih, Cibarusah. Wilayah Cibarusah jadi fokus karena dampak kekeringannya paling parah,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi Adeng Hudaya, Rabu (14/8/2019).
Adeng menambahkan, pembangunan hidran umum ditargetkan selesai akhir tahun ini sesuai janji Bupati Bekasi Eka Supriatmaja saat berkunjung ke Cibarusah awal Juli.
Selain hidran, Pemkab Bekasi juga membangun sumur bor bagi warga. Prioritasnya adalah daerah-daerah yang setiap tahun mengalami kekeringan. ”Untuk kebutuhan pertanian, nanti ada pembangunan embung. Semua ditargetkan selesai tahun ini. Embung baru bisa digunakan tahun depan karena embung itu mengandalkan air hujan,” ujarnya.
Di Bekasi, lima kecamatan mengalami kekeringan, yakni Cibarusah, Bojongmangu, Serang Baru, Cikarang Selatan, dan Cikarang Pusat. Kekeringan menyebabkan sekitar 12.000 keluarga krisis air bersih, dan 5.000 di antaranya ada di Cibarusah.
Sekretaris Desa Sirnajati, Kecamatan Cibarusah, Saharudin, mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan air bersih, sebagian warga mengambil air dari Kali Cipamingkis yang berjarak sekitar 1 kilometer. Di desa ini ada 3.000 warga kesulitan air bersih. ”Kalau yang jauh, mereka terpaksa membeli air dengan harga paling murah Rp 200.000 per tandon,” ujarnya.
Hingga Agustus ini, sebanyak 200.000 liter air disuplai BPBD untuk warga. Ada juga pihak swasta yang menyalurkan air.
Di Tangerang, air Sungai Cisadane semakin surut. Hal ini berdampak pada saluran irigasi bagi 668 hektar sawah di 15 kecamatan. Kemarau juga berdampak pada ketersediaan air bersih di lima kecamatan.
Wilda Nuriani (45), warga Mekarsari, Kota Tangerang, mengatakan, rumahnya tidak dialiri air perpipaan. Ia terpaksa berjalan lebih dari 2 kilometer untuk mengambil air di Cisadane, yang airnya pun surut.
Kedalaman Sungai Cisadane kini rata-rata 2,50 meter dari kedalaman normal sekitar 4 meter. Di tepi Sungai Cisadane, tanah terlihat kering dan retak.
Asep Tajudin, petugas PT Aetra Air Tangerang, mengatakan, kebutuhan air bersih meningkat di beberapa kecamatan, sedangkan air di Sungai Cisadane terus menurun. ”Sudah empat bulan ini empat pompa difungsikan mengambil air dari sungai. Kalau tidak kemarau, cuma pakai dua pompa saja,” ujarnya.
Bogor timur parah
Di Kabupaten Bogor, musim kemarau yang sangat kering diperkirakan berlanjut hingga September.
”Potensi gagal panen juga cukup besar saat ini. Musim hujan baru tiba pada November. Potensi kekeringan yang sangat parah di Bogor bagian timur, seperti Jonggol dan sekitarnya. Sudah hampir tiga bulan tidak ada hujan di sana,” kata Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Klimatologi Bogor Hadi Saputra.
Kepada BPBD Kabupaten Bogor Yani Hassan, Selasa, mengatakan, pihaknya meminta aparat kecamatan dan desa, serta komunitas yang bermitra dengan BPBD untuk mendata dan memetakan letak sumber air yang masih memiliki air bersih, di daerah yang dilaporkan ada kekeringan. Data dan peta pemantauan sumber air ini diperlukan untuk penanganan pada musim kemarau berikutnya. ”Kalau sekarang, bantuan air bersih mengandalkan PDAM di Cibinong sehingga tidak efektif karena lokasinya jauh dari pusat atau titik kekeringan,” ujarnya.