Mengapa Ibu Kota Baru Menggunakan Konsep Kota Cerdas ?
Calon Ibu Kota Indonesia yang baru didesain dengan menggunakan konsep kota cerdas (smart city). Konsep ini diterapkan sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi ibu kota saat ini. Harapannya, persoalan pelik seperti kemacetan, polusi udara, dan hunian warga dapat dikelola dengan baik.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS - Calon Ibu Kota Indonesia yang baru didesain dengan menggunakan konsep kota cerdas (smart city). Konsep ini diterapkan sebagai jawaban atas persoalan yang dihadapi ibu kota saat ini. Harapannya, persoalan pelik seperti kemacetan, polusi udara, dan hunian warga dapat dikelola dengan baik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, kota cerdas di Indonesia merupakan kota yang mengedepankan nilai keberlanjutan. Tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga memberikan kenyamanan kepada penduduknya.
"Penerapan kota cerdas di Indonesia harus berwawasan menjadikan kota itu berkelanjutan, dan kota itu makin nyaman untuk ditinggali penduduknya. Karena Ibu Kota baru ini dibangun dari nol, maka infrastruktur pendukung awal sudah menggunakan pendekatan sistem cerdas ini, baik untuk air, sampah, transportasi, maupun untuk gedung-gedungnya yang harus didesain sesuai konsep keberlanjutan," tutur Bambang dalam acara diskusi di Universitas Indonesia bertajuk "Perencanaan dan Pembangunan Ibu Kota Negara Berbasis Smart City di Indonesia", Depok, Kamis (22/8/2019).
Baginya, kota yang nyaman ditinggali berarti bebas dari isu kebutuhan dasar warga kota, seperti akses terhadap tap water (keran air minum yang bisa diakses gratis), sanitasi, transportasi umum yang memadai, serta pengolahan sampah menjadi sesuatu yang berguna.
Ia mencontohkan, Melbourne, Australia, sebagai salah satu kota paling nyaman ditinggali di dunia. Di sana, warga tidak harus kaya untuk bisa hidup nyaman. Kotanya bersih polusi, hijau, memiliki jaringan angkutan umum yang cukup masif, dan memiliki daya saing bisnis yang cukup tinggi secara nasional.
"Konsep cerdas di Ibu Kota baru pertama harus hijau. Sebanyak lima persen areanya merupakan ruang terbuka hijau. Energi yang digunakan juga harus energi terbarukan. Masalah kesejahteraan harus dikaitkan dengan masalah lingkungan. Jangan melihat kesejahteraan dari uangnya, tetapi dari kehidupannya. Kalau lingkungannya jelek, meskipun income-nya lumayan, itu tidak bisa kita sebut sebagai sejahtera," tutur Bambang.
Hemat energi
Gerakan 100 smart city atau kota cerdas pada 2045 salah satunya fokus pada cara pengelolaan energi secara lebih efisien dan hemat. Di Jakarta, ada beberapa gedung yang menerapkan sistem teknologi dengan konsep smart untuk mengelola penggunaan listriknya supaya lebih hemat. Hasilnya, penggunaan listrik berkurang hingga 20 persen.
"Kita kembangkan smart city supaya kota kita menjadi berkelanjutan. Dengan demikian, kota menjadi lebih nyaman ditinggali. Motivasinya gampang, yaitu membuat orang nyaman tinggal di kota dengan cara smart. Di sini lah teknologi bisa kita berdayakan," kata Bambang.
Di sejumlah kota di Indonesia, konsep smart itu rencana diterapkan di berbagai bidang, seperti energi, keamanan, transportasi, lingkungan, juga ekonomi. Pada 2045, ditargetkan ada 100 smart city di Indonesia.
Pada bidang energi, Bambang mencontohkan, pengelolaan listrik yang masih dilakukan secara manual dan kurang efisien. Tidak semua listrik yang diproduksi sampai pada konsumen. Pada 2005, ketika Bambang menjabat sebagai komisaris PLN, listrik yang hilang atau loss itu mencapai sembilan persen dari total produksi. Kehilangan serupa juga terjadi pada produksi air di Ibu Kota akibat pipa bocor.
"Kalau kita punya smart grid (teknologi digital yang secara otomatis memantau, menganalisis, dan mengontrol sistem) dan smart water management (pengelolaan air cerdas) , kita bisa meminimalkan loss itu, sehingga tidak akan terjadi kerugian akibat hilangnya listrik atau air," tambah Bambang.
Presiden Direktor Honeywell Indonesia, Roy Kosasih, menjelaskan, dua teknologi utama yang diterapkan dalam konsep smart city adalah kecerdasan buatan (AI) serta internet of things (IOT). Honeywell Indonesia merupakan perusahaan asal Amerika Serikat yang mensuplai perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software) berbasis teknologi tersebut.
Di Jakarta, konsep smartcity tidak hanya diterapkan pada kotanya tetapi juga pada bangunannya. Salah satunya mengurus bagaimana mengelola penggunaan listrik bangunan secara lebih efisien.
Roy menjelaskan, pengelolaan listrik bangunan bisa dijadikan lebih efisien dengan menghemat penggunaan lampu dan pendingin ruangan. Sensor ditempatkan di berbagai lokasi dalam bangunan untuk memonitor tingkat okupansi dan tingkat kenyamanan orang pada suatu ruangan. Sensor itu disertai dengan teknologi AI yang sehari-haru mempelajari perilaku pengguna ruangan, suhunya, tingkat keterangan lampu, dan parameter lainnya.
"Saat ruangan tidak digunakan, tingkat kedinginan dan keterangan lampu dikurangi secara otomatis. Saat ada orang masuk lagi, tingkat kedinginan disesuaikan lagi untuk memberikan kenyamanan. Ini yang kita sebut sebagai smart energy, salah satu pilar utama smart city," lanjut Roy.
Di Jakarta, ada dua bangunan yang dikelola Honeywell Indonesia dan diterapkan konsep smart energy seperti dijelaskan di atas, sejak awal 2018. Mengenai hasilnya secara keseluruhan, Roy menyatakan, penggunaan listrik berkurang minimal 20 persen.
Mengenai biaya teknologi yang diperlukan untuk mewujudkan sistem smart energy, Roy mengatakan, hal itu tergantung dengan besarnya bangunan serta kebutuhannya. "Sangat relatif dengan besarnya gedung, fungsinya, serta banyaknya sensor yang diperlukan," ujarnya.