Tim Siber Polri mengidentifikasi puluhan ribu konten hoaks, diskriminatif, dan provokatif tentang Papua. Tim juga telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi memblokir ribuan akun anonim penyebar hoaks itu.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tim Siber Polri mengidentifikasi masih banyak konten hoaks, diskriminatif, dan provokatif di dunia maya yang bisa membuat kondisi di Papua dan Papua Barat kembali tidak kondusif. Sementara di sisi lain, kritik terhadap pemerintah yang memutuskan memblokir internet di kedua provinsi itu, terus disuarakan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo, di Jakarta, Selasa (27/8/2019), menjelaskan, hingga hari ini, tim siber Polri mengidentifikasi puluhan ribu konten hoaks, diskriminatif, dan provokatif.
Tak sebatas itu, tim juga telah meminta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) memblokir ribuan akun anonim penyebar hoaks itu.
“Semua konten berisi soal Papua,” kata Dedi, tanpa merinci lebih detail konten dari kabar tidak benar itu.
Sejauh ini, polisi sudah mengidentifikasi dua pelaku. Salah satu pelaku berkasnya telah dilimpahkan ke Kepolisian Daerah Gorontalo. “Yang satu lagi masih didalami oleh tim siber,” tambahnya.
Sejak Senin (18/8/2019), Kemkominfo memutuskan melambatkan akses internet menyusul ketegangan di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat, ditambah lagi pecahnya kerusuhan di Manokwari, Papua Barat.
Kemudian mulai Rabu (20/8/2019), pemerintah melangkah lebih jauh dengan memutuskan sepenuhnya akses layanan data telekomunikasi. Artinya sudah lebih sepekan, masyarakat Papua dan Papua Barat tercerabut dari dunia maya.
Ketegangan di kedua provinsi tersebut dipicu insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya dan Malang, Jawa Timur.
Dihubungi terpisah, pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Veronica Koman, yang konsen menangani isu Papua, menerangkan, layanan data telekomunikasi di Manokwari, Timika, Sorong, dan kota lainnya masih bisa diakses melalui jaringan wifi pada Minggu (25/8/2019). Namun, pada Senin (26/8/2019) pagi, wifi sudah tidak bisa digunakan.
Veronica menyayangkan pemblokiran akses layanan data telekomunikasi ini. Apalagi Kemkominfo tidak menerangkan dengan jelas dasar keputusan tersebut ke publik.
“Ini sudah tidak proporsional, tidak menghargai kepentingan publik untuk tahu alur akses informasi di Papua,” katanya.
Menurutnya, langkah pemerintah itu sama saja dengan membungkam kebebasan berekspresi masyarakat Papua.
Kompas menghubungi beberapa pejabat teras Kemkominfo sejak Selasa siang untuk menanyakan hingga kapan pemblokiran internet berlaku. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada yang merespons.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyebut sebaran konten hoaks, diskriminatif, dan provokatif di media sosial terkait isu Papua masih marak. Pemerintah belum bisa memastikan kapan pembatasan akses layanan data telekomunikasi akan dicabut.