Pembangunan ibu kota baru di wilayah Kalimantan merupakan komitmen untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tak terpusat di Jawa. Akan tetapi, hal ini mesti dibarengi dengan pengembangan desentralisasi perekonomian nasional di Kalimantan.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pembangunan ibu kota baru di wilayah Kalimantan merupakan komitmen untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi tak terpusat di Jawa. Akan tetapi, hal ini mesti dibarengi dengan pengembangan desentralisasi perekonomian nasional di Kalimantan.
Pemerintah memilih sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur sebagai wilayah ibu kota baru. "Pemindahan ibu kota sangat potensial untuk mengakselerasi pembangunan daerah dan memecah sentralisasi ekonomi Indonesia di Jawa. Harapannya, terjadi desentralisasi ekonomi ke daerah-daerah di luar Jawa yg memiliki sumber-sumber perekonomi yang bisa berkontribusi dalam perdagangan internasional," kata Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani, Selasa (27/8/2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), laju pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2019 secara tahunan sebesar 5,05 persen. Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia terbesar berada di Pulau Jawa dengan angka distribusi senilai 59,11 persen sedangkan angka distribusi Pulau Kalimantan senilai 8,01 persen.
Shinta berpendapat, jika Kalimantan mengalami desentralisasi perekonomian, wilayah-wilayah sekitar Kalimantan turut mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan, adanya efisiensi rantai produksi dan efisiensi logistik karena ditilik secara lokasi, posisi Kalimantan lebih dekat dengan mayoritas negara tujuan ekspor.
Dampaknya, produk-produk nasional dapat lebih berdaya saing di pasar internasional. "Namun, hal ini membutuhkan keseriusan pemerintah dalam pengembangan desentralisasi ekonomi," kata Shinta.
Sebagai gambaran, selama ini bahan baku di bagian utara Indonesia mesti dibawa ke Pulau Jawa untuk diolah. Hasil olahan produk itu diekspor dari pelabuhan-pelabuhan di Jawa.
Secara umum, BPS Kalimantan Timur menyebutkan, pertumbuhan ekonomi provinsi pada triwulan II-2019 mencapai 5,43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Secara struktur lapangan usaha yang berkontribusi terhadap pertumbuhan, sektor pertambangan menempati posisi pertama.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyoroti kebutuhan dana sebanyak Rp 466 triliun untuk pemindahan ibu kota. Pemerintah meminta swasta untuk terlibat dalam pengadaan dana tersebut.
Agar swasta terlibat, Hariyadi berpendapat, pemerintah mesti memiliki rencana pengembangan yang jelas dan rinci, mulai dari desain perancangan hingga langkah teknis pembangunannya. Hal ini penting agar pelaku usaha dapat memperhitungkan besaran dan potensi penanaman modal dalam pembangunan ibu kota baru secara bisnis.
Industri hijau
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) merencanakan, pembangunan ibu kota baru akan berkonsep kota hutan. Pemerintah berkomitmen membangun ruang terbuka hijau di ibu kota baru seluas minimal 50 persen dari total area.
Untuk mendukung konsep pembangunan tersebut, Shinta berpendapat, industri hijau yang berpotensi dikembangkan di ibu kota baru terdiri dari, pariwisata berwawasan lingkungan (eco-tourism), properti, dan pengolahan ibu kota. "Pembangunan ibu kota yang mempertahankan konsep eco-friendly akan membuat industri berhati-hati dalam mengembangkan bisnis," katanya.
Sebelumnya, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) M Rizal Taufikurahman berpendapat, pengembangan ekonomi berprinsip lingkungan atau ekonomi hijau mesti menyertai pembangunan ibu kota baru. Salah satu wujudnya berupa, pengembangan industri yang berpotensi mendapatkan eco-labelling di tingkat internasional. (JUD)