Surat Presiden Diproses, DPR Kembali Ingatkan Landasan Hukum
Surat berisi hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota negara dari Presiden Joko Widodo segera ditindaklanjuti oleh DPR. DPR kembali mengingatkan, seluruh landasan hukum untuk ibu kota baru harus dituntaskan terlebih dulu sebelum pembangunan dilakukan.
Oleh
DHANANG DAVID ARITONANG dan AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Surat berisi hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota negara dari Presiden Joko Widodo segera ditindaklanjuti oleh DPR. DPR kembali mengingatkan seluruh landasan hukum untuk ibu kota baru harus dituntaskan terlebih dulu sebelum pembangunan dilakukan.
Dalam Rapat Paripurna DPR, Selasa (27/8/2019), Ketua DPR Bambang Soesatyo menyampaikan bahwa DPR telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo terkait hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota.
”Kami beritahukan kepada pimpinan Dewan bahwa telah menerima surat dari Presiden Nomor R34/PRES/08/2019 tanggal 23 Agustus 2019, perihal penyampaian hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota. Untuk surat tersebut, sesuai keputusan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib, akan dibahas lebih lanjut sesuai mekanisme yang berlaku,” katanya.
Mekanisme dimaksud, menurut Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah seusai rapat, surat beserta hasil kajian akan diserahkan ke alat kelengkapan DPR, komisi atau badan, yang tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan isu pemindahan ibu kota.
Tak hanya hasil kajian pemindahan, Fahri mengingatkan pemerintah bahwa DPR juga menunggu naskah akademik dari sejumlah undang-undang yang harus direvisi atau dibuat jika memang pemerintah ingin memindahkan ibu kota.
Berdasarkan kajian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), setidaknya ada sembilan undang-undang yang perlu direvisi atau dibuat untuk mendukung pemindahan ibu kota. Salah satunya, revisi UU No 29/2007 tentang Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dan membuat UU yang isinya menetapkan daerah yang dipilih sebagai ibu kota.
Seperti diberitakan sebelumnya, Presiden Joko Widodo memutuskan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara sebagai ibu kota yang baru.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menargetkan naskah akademik yang menjadi dasar rancangan undang-undang untuk ibu kota baru akan tuntas sebelum 2020. Dengan demikian, landasan hukum yang dibutuhkan ditargetkan tuntas sebelum akhir 2020. Jadi, akhir 2020, pemerintah menargetkan pembangunan fisik ibu kota baru sudah dimulai.
Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR Yandri Susanto mengingatkan, seluruh landasan hukum untuk ibu kota baru harus dituntaskan dulu sebelum pembangunan dilakukan.
”Jika dilakukan pembangunan tanpa undang-undang, hal tersebut merupakan tindakan ilegal,” ucapnya.
Bahkan, dia menilai keputusan penunjukan ibu kota baru oleh Presiden terlalu terburu-buru. Sebab, seharusnya pemerintah mengajukan terlebih dulu rancangan UU terkait pemindahan ibu kota dan menetapkan lokasinya.
”Hingga saat ini, pemerintah belum pernah membahas pemindahan ibu kota bersama DPR, terkait berapa luasan lahan yang diperlukan, kemudian bagaimana pengelolaan asetnya nanti,” ujarnya.
Sementara Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Edhy Prabowo meminta pemerintah mengkaji kembali terkait anggaran yang dibutuhkan untuk pemindahan ibu kota.
Dia juga menekankan kalau Gerindra tidak akan setuju pemindahan ibu kota apabila skema pembiayaan untuk pemindahan berasal dari pihak swasta atau investasi asing.
”Seharusnya pemerintah mengkaji lagi terkait besaran anggaran pemindahan yang mencapai hampir Rp 500 triliun. Kami ingin pemindahan ibu kota 100 persen dibiayai oleh APBN karena ini terkait dengan kedaulatan negara dan tidak bisa kita serahkan seluruh pembangunannya kepada swasta,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menyampaikan, total pembiayaan kebutuhan ibu kota baru adalah kurang lebih Rp 466 triliun. Nantinya, 19 persen berasal dari APBN. Itu pun nantinya berasal dari skema pengelolaan aset di ibu kota baru dan di DKI Jakarta. Sisanya akan berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha serta investasi langsung swasta dan BUMN.
Tanah Prabowo
Terkait kabar yang beredar bahwa Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan adiknya, Hashim Djojohadikusumo, memiliki lahan di wilayah ibu kota baru, Edhy tak menampiknya.
Namun, ia menampik penetapan lokasi ibu kota baru tersebut merupakan salah satu upaya lobi dari Presiden Joko Widodo agar Prabowo bisa mendukung pemerintah.
”Saya rasa Presiden memiliki kepentingan yang lebih besar dari hal itu. Bahkan, kami lebih menginginkan apabila ibu kota dipindahkan ke daerah Jonggol, Jawa Barat, saja karena daerah tersebut pernah digadang-gadang untuk menjadi ibu kota,” katanya.