Tertinggal dari Singapura dan Malaysia, Indonesia Harus Genjot Inovasi
Inovasi menjadi kunci penting untuk memenangkan persaingan global di antara bangsa-bangsa di dunia.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Inovasi menjadi kunci penting untuk memenangkan persaingan global di antara bangsa-bangsa di dunia. Indonesia harus mampu meningkatkan inovasi melalui perbaikan pendidikan dan peningkatan kualitas riset berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla mengungkapkan, Indonesia masih tertinggal dibandingkan sejumlah negara tetangga di regional ASEAN, misalnya Singapura atau Malaysia, dalam hal inovasi. Kondisi itu tercermin dari pemeringkatan Indeks Inovasi Global. Kalla menyebutkan, Indonesia menempati posisi ke-85 dari 129 negara di dunia yang diindeks.
”Singapura sudah nomor lima, Malaysia nomor 30,” kata Kalla dalam seremoni puncak peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-24 di Lapangan Puputan Margarana, Niti Mandala Renon, Denpasar, Bali, Rabu (28/8/2019).
Adapun rangkaian puncak peringatan Hakteknas ke-24 di Denpasar, Bali, sudah berlangsung sejak Minggu (25/8) yang ditandai kegiatan gerak jalan santai dan pembukaan pameran Ritech Expo 2019 di Lapangan Renon, Denpasar. Hakteknas ke-24 yang mengusung tema ”Iptek dan Inovasi dalam Industri Kreatif 4.0” itu diawali dengan kegiatan peluncuran Hakteknas ke-24 pada 21 Februari 2019.
Lebih lanjut, Kalla menambahkan, posisi Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja yang baru berkembang. ”Inovasi inilah yang memenangkan persaingan di antara bangsa-bangsa di dunia, atau khususnya di Asia Tenggara,” ujar Kalla.
Kalla juga membandingkan kondisi Indonesia dengan China dari sisi inovasi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. China dikenal sebagai negara maju dalam perkembangan teknologi dan termasuk 20 besar negara paling inovatif di dunia.
Tidak ada negara yang langsung maju hanya dengan berinovasi sendiri karena teknologi adalah sesuatu yang terus berkembang.
Di China, ujar Kalla, terdapat sekitar 2.500 universitas. ”Indonesia punya 4.500 universitas, tetapi indeks inovasinya nomor 85. Artinya, pekerjaan di depan masih banyak,” kata Kalla.
Perkembangan China, menurut Kalla, ditandai kemajuan teknologinya yang sangat cepat. Percepatan itu dimulai dari langkah meniru, lalu memperbaiki, kemudian berinovasi. ”Langkah ini juga dilakukan Jepang. Tidak ada negara yang langsung maju hanya dengan berinovasi sendiri karena teknologi adalah sesuatu yang terus berkembang,” ujar Kalla.
Kalla juga menyatakan, kemajuan bangsa saat ini banyak didasari kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama menyangkut teknologi informasi. Kalla menambahkan, kemajuan harus memiliki dasar yang baik. ”Kemajuan mempunyai dasar pendidikan yang harus lebih maju dan lebih baik dari tahun ke tahun,” kata Kalla.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir sependapat dengan pernyataan Wakil Presiden tersebut. Seusai acara puncak peringatan Hakteknas ke-24, Nasir mengatakan, kementeriannya mendorong perguruan tinggi dan lembaga penelitian agar hasil riset di kampus dan lembaga penelitian tidak hanya terhenti sampai purwarupa. Namun, hasil riset agar dapat dimanfaatkan dan digunakan di masyarakat, termasuk industri.
”Inovasi dari hasil riset harus dilakukan hilirisasi dan komersialisasi, dalam arti, pengembangan hasil riset secara ekonomi mempunyai profit dan menguntungkan bagi pengembangnya,” kata Nasir kepada wartawan.
Nasir pun mencontohkan pengembangan teknologi medis sel punca (stem cell) hasil riset di Universitas Airlangga dan pengembangan teknologi motor listrik hasil inovasi di Institut Teknologi Surabaya yang sudah masuk tahap industri.
Nasir menambahkan, Kemenristek dan Dikti juga mendorong perguruan tinggi membangun inkubasi bisnis sebagai ekosistem bagi pengembangan usaha rintisan (start-up) di daerah. Dia menyebutkan, Indonesia memiliki potensi besar yang memungkinkan bertumbuhnya usaha rintisan menjadi komersial.
”Dalam kurun lima tahun sejak 2014, kami sudah mengembangkan sampai 1.330-an start-up yang dikomersialisasikan. Ini sangat tinggi,” kata Nasir.