Pemanfaatan energi baru terbarukan harus ditingkatkan untuk mengurangi emisi karbon. Indonesia mempunyai potensi energi baru terbarukan hingga 801.200 megawatt, tetapi hanya satu persen yang dimanfaatkan.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS – Pemanfaatan energi baru terbarukan harus ditingkatkan untuk mengurangi emisi karbon. Indonesia mempunyai potensi energi baru terbarukan hingga 801.200 megawatt, tetapi hanya satu persen yang dimanfaatkan.
Bauran energi baru terbarukan ditargetkan naik dari 5 persen menjadi 23 persen pada 2025 dan menjadi 31 persen pada 2050. “Pemanfaatan energi baru terbarukan adalah bentuk nyata komitmen Indonesia pada pengurangan emisi karbon sebagaimana kita sampaikan pada Persetujuan Paris 2016,” kata Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Agus Justianto.
Agus mengatakan itu saat membuka Pameran dan Forum Perubahan Iklim Indonesia ke-9, di Santika Premiere Dyandra Hotel and Convention, Medan, Sumatera Utara, Kamis (5/9/2019). Hadir Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajekshah, Menteri Lingkungan Hidup 1999-2001 Alexander Sonny Keraf, dan Kelapa Dinas Lingkungan Hidup Sumut Binsar Situmorang.
Agus mengatakan, pada Persetujuan Paris, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon 29 persen dengan upaya sendiri dan 41 persen dengan kerja sama internasional pada 2030. Sektor penurunan emisi yakni kehutanan, energi, industri, penggunaan produk, serta pertanian.
Sonny mengatakan, pengurangan emisi karbon merupakan sebuah keniscayaan di tengah efek rumah kaca yang semakin tinggi. Dampak perubahan iklim kini semakin nyata seperti wabah penyakit lama yang berkembang kembali, penurunan kualitas air, penurunan produktivitas tanaman, tenggelamnya kawasan pesisir, dan kepunahan berbagai jenis spesies makhluk hidup.
“Cuaca ekstrem juga semakin sering terjadi. Terjadi kekacauan iklim yang memicu banjir, longsor, dan kekeringan parah,” kata Sonny.
Sonny mengatakan, sektor energi ditargetkan bisa mengurangi 11 persen emisi karbon melalui skema peningkatan bauran energi baru terbarukan. Pada 2015, bauran energi baru terbarukan secara nasional hanya sebesar lima persen dari total konsumsi energi 166 juta ton setara minyak (MTOE). Bauran itu pun diharapkan naik menjadi 23 persen dari konsumsi 400 MTOE pada 2025 dan menjadi 31 persen dari konsumsi 1.012 MTOE pada 2050.
Sonny menjelaskan, Indonesia mempunyai berbagai sumber energi baru terbarukan yakni panas bumi, air dan mikrohidro, bioenergi, surya, dan angin dengan potensi listrik 801.200 megawatt (MW). “Namun, yang dimanfaatkan saat ini hanya sekitar 8.660 MW atau sekitar satu persen saja,” katanya.
Cuaca ekstrem juga semakin sering terjadi. Terjadi kekacauan iklim yang memicu banjir, longsor, dan kekeringan parah
Sonny mengatakan, potensi energi baru terbarukan itu juga sangat cukup untuk mencapai target pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW.
Namun, Sonny mengingatkan, pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan yakni harga yang belum kompetitif dibanding energi fosil, lokasi pengembangan yang banyak berada di zona inti hutan lindung, teknologi pembangkit yang masih impor, dan persaingan sektor energi dengan kebutuhan pangan.
Musa Rajekshah mengatakan, Pemprov Sumut mendukung upaya pemanfaatan energi baru terbarukan untuk pengurangan emisi karbon. Dampak perubahan iklim sudah cukup dirasakan di Sumut terutama bencana banjir, longsor, dan kekeringan yang kian sering terjadi. Musa juga mengajak agar semua pihak menjaga hutan yang merupakan salah satu penyangga untuk mengurangi emisi karbon.