DPR Akhirnya Sepakat Batas Usia Minimal Perkawinan 19 Tahun
DPR akhirnya sependapat dan setuju dengan usulan pemerintah untuk menaikkan batas usia minimal perkawinan untuk perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun, sama dengan laki-laki.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya sependapat dan setuju dengan usulan pemerintah untuk menaikkan batas usia minimal perkawinan untuk perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Hal itu berarti batas usia minimal perkawinan untuk perempuan menjadi sama dengan usia anak laki-laki. Selain untuk menyelamatkan anak-anak dari praktik perkawinan anak, keputusan menaikkan batas usia perkawinan diharapkan akan menciptakan generasi emas berkualitas sesuai cita-cita pembangunan nasional.
Keputusan tersebut disepakati dalam Rapat Kerja Badan Legislasi (Baleg) dan Panitia Kerja (Panja) DPR untuk Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan perwakilan dari Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, serta Kantor Staf Presiden, Kamis (12/9/2019), di ruang Badan Legislasi, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Langkah DPR tersebut merupakan langkah maju karena sebelumnya dalam rapat dengan tim pemerintah, Panja DPR telah sepakat mengusulkan batas usia minimal perkawinan untuk laki-laki dan perempuan adalah 18 tahun. Namun, setelah rapat bersama tim pemerintah yang dipimpin Menteri PPPA Yohana Susana Yembise, Panja DPR sepakat dan menyetujui usia perkawinan laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun.
Kendati demikian, dari 10 anggota fraksi di DPR yang terlibat dalam panja, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera dan Fraksi Persatuan Pembangunan tetap pada usulan awal, yakni 18 tahun.
”Panja berpendapat, RUU tentang Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan dapat dilanjutkan pembahasannya dalam pembicaraan tingkat dua, yakni tahapan pengambilan keputusan agar RUU tentang Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan ditetapkan sebagai UU tentang Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan,” ujar Ketua Panja DPR untuk Pembahasan RUU tentang Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan, Sudiro Asno, pada akhir rapat tersebut.
Perubahan atas UU Perkawinan merupakan amanat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 13 Desember 2018 yang menyatakan Pasal 7 Ayat 1 sepanjang frasa ”usia 16 (enam belas) tahun” UU No 1/1974 tentang Perkawinan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MK memerintahkan pembentuk UU melakukan perubahan atas UU No 1/1974, khususnya batas minimum usia perkawinan bagi perempuan. Adapun Pasal 7 Ayat (1) dalam UU No 1/1974 berbunyi, ”Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun”.
Selain menyetujui batas usia perkawinan laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) UU No 1/1974, dalam rapat yang berlangsung dari pagi hingga petang tersebut, DPR dan pemerintah juga sepakat membahas RUU tentang Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan, ayat lain dalam Pasal 7 yang terkait penyimpangan atas ketentuan umur dan dispensiasi.
Kado untuk anak Indonesia
Menteri Yohana, didampingi Deputi Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin dan Deputi Perlindungan Anak Nahar, menyambut gembira hasil rapat tersebut serta memberikan apresiasi kepada DPR yang sependapat dengan usulan pemerintah soal batas usia minimal perkawinan 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.
”Setelah 45 tahun, akhirnya batas usia minimal untuk perkawinan bagi perempuan dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Ini merupakan kado untuk anak-anak Indonesia sebagaimana harapan kita pada Hari Anak 2019 lalu,” ujar Yohana.
Setelah 45 tahun, akhirnya batas usia minimal untuk perkawinan bagi perempuan dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun.
Menurut Yohana, pemerintah mengusulkan batas minimal usia perkawinan perempuan dan laki-laki sama, yakni 19 tahun, karena pada usia tersebut perempuan dan laki-laki dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian, serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas.
”Diharapkan juga kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 tahun bagi perempuan untuk kawin akan mengakibatkan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan risiko kematian ibu dan anak. Selain itu, juga dapat terpenuhinya hak-hak anak sehingga mengoptimalkan tumbuh kembang anak,” katanya.
Persetujuan DPR untuk menaikkan batas usia perkawinan bagi perempuan menjadi 19 tahun juga disambut gembira organisasi perlindungan perempuan, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartikasari, dan Direktur Kapal Perempuan Misiyah. ”Tidak bisa berkata-kata lagi. Apresiasi buat pemerintah dan DPR,” kata Dian.
Menurut Misiyah, hal tersebut merupakan wujud perjuangan bersama. ”Mudah-mudahan sidang selanjutnya akan menghasilkan putusan yang sama, 19 tahun batas minimal usia perkawinan,” ujarnya, yang memberikan apresiasi kepada Menteri PPPA karena tetap bersiteguh menyuarakan aspirasi perempuan Indonesia dan memperjuangkan usulan pemerintah untuk batas usia minimal perkawinan 19 tahun.
Menurut Misiyah, apa yang dicapai di DPR merupakan bagian dari perjuangan dan kekuatan penyintas menyuarakan dalam sidang di MK, gerakan perempuan akar rumput ataupun aktivis di berbagai wilayah, remaja, akademisi, media, dan pemerintah di berbagai tingkatan.
”Yang penting lagi adalah Presiden sebagai pemimpin tertinggi telah berkomitmen untuk mencegah dan menghentikan perkawinan anak,” ucap Misiyah.
Pekerjaan selanjutnya setelah DPR mengesahkan RUU Perubahan atas UU No 1/1974 tentang Perkawinan adalah menyosialisasikannya hingga ke pelosok Tanah Air.