Kepala BNPB: 99 Persen Kebakaran Lahan dan Hutan akibat Manusia
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan, hampir semua kebakaran lahan dan hutan di Indonesia disebabkan oleh manusia.
Oleh
AYU PRATIWI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyebutkan, hampir semua kebakaran lahan dan hutan di Indonesia disebabkan oleh manusia. Saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyegel dan menyelidiki 43 lokasi lahan milik perusahaan dan perseorangan. Empat di antaranya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Penanganan kebakaran hutan memerlukan kolaborasi dengan seluruh masyarakat, terutama pemerintah daerah, yang tingkat kepeduliannya dianggap masih rendah. Peran pemerintah pusat saja tidak cukup dalam menangani serta mencegah kebakaran terjadi lagi di masa depan.
”Sebanyak 99 persen hutan terbakar akibat ulah manusia. Sebesar 80 persen di antara lahan yang terbakar itu dijadikan kebun,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo saat konferensi pers di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (14/9/2019).
Turut hadir dalam acara itu Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani serta Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati.
Roy, sapaan akrab Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, mengungkapkan, pihaknya telah menyegel 42 lokasi lahan milik perusahaan dan satu milik masyarakat.
Lokasi yang disegel itu paling banyak di Kalimantan Tengah, kemudian ada beberapa di Jambi, Riau, dan Kalimantan Barat. Penyegelan itu disertai dengan proses penyelidikan.
”Sampai sekarang, ada empat yang kami tetapkan sebagai tersangka. Ada korporasi PT ABP, PT AER, dan PT SKM yang merupakan perusahaan perkebunan sawit di Kalbar. Ada pula PT KS di Kalimantan Tengah. Beberapa di antara mereka memiliki modal dari luar negeri. Satu dari Singapura dan tiga dari Malaysia,” tutur Roy.
Ia telah meminta pihak pemerintah setempat untuk melakukan langkah hukum administratif, termasuk pencabutan izin. Proses gugatan perdata juga akan dilakukan. Beberapa waktu lalu, misalnya, PT Nasional Sago Prima dikenai denda lebih dari Rp 1 triliun.
”Pemerintah sangat serius melakukan penegakan hukum ini. Kita akan gunakan seluruh instrumen penegakan hukum yang ada, termasuk administratif seperti pencabutan izin, ada juga perdata untuk ganti rugi, dan pidana yang berkaitan dengan penjara, denda, termasuk tindakan perampasan keuntungan. Perusahaan yang kami kenai sanksi sebelumnya menjadi relatif lebih baik,” tutur Roy.
Lahan gambut
Menurut catatan BNPB, pada Januari-Agustus 2019, hutan dan lahan yang terbakar seluas 328.724 hektar. Sebanyak 27 persen atau 89.563 hektar dari luas itu merupakan lahan gambut yang tersebar di sejumlah wilayah, seperti Riau (40.553 hektar), Kalimantan Tengah (24.884 hektar), dan Kalimantan Barat (10.025 hektar).
”Jika dibandingkan dengan tahun 2015, tidak berbeda jauh. Tetapi, semakin hari, jumlah hot spot semakin meningkat. Di sejumlah daerah, tingkat ketebalan polutan dan asap semakin tinggi,” ucap Doni.
Data dari BMKG menyebutkan, di Sampit, Kalimantan Tengah, konsentrasi pencemar udara PM (particulate matter) 10 terus meningkat. Pada Jumat (13/9/2019), konsentrasi PM 10 mencapai angka tertinggi di kota itu, di atas 550 mikron (mikrogram per millimeter kubik) atau jauh di atas ambang batas yang sebesar 150 mikron.
Di Sampit, Kalimantan Tengah, konsentrasi pencemar udara PM 10 terus meningkat.
Pada 12-14 September 2019, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat meliburkan kegiatan sekolah di bawah dinas pendidikan setempat akibat kondisi udara yang masuk kategori ”sangat tidak sehat”. Beberapa maskapai penerbangan juga membatalkan sejumlah penerbangan rute Sampit-Pangkalan Bun.
Tantangan
Doni menyebutkan, pemadaman kebakaran di lahan gambut tidak mudah. Sebanyak 42 helikopter, 9.072 personel, 259 juta liter air, dan upaya lain telah dikerahkan untuk menangani kebakaran hutan dan lahan selama periode Januari-Agustus 2019. Ada pula bantuan dari TNI, Polri, dan pihak swasta.
”Itu pun tidak menjamin kebakaran di lahan gambut padam. Bahkan, di Sumatera Selatan, ada satu kebakaran yang selama satu bulan belum padam,” lanjut Doni.
Ia menyampaikan sejumlah keluhan yang disampaikan petugas di lapangan terkait sikap pemerintah daerah dalam mengatasi kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya. Beberapa pejabat pemimpin setempat dianggap kurang peduli pada isu tersebut.
”Ada beberapa keluhan dari TNI dan Polri di lapangan tentang kurang kepedulian pejabat daerah. Rata-rata adalah pejabat pemimpin tingkat kabupaten/kota. Ada yang tidak hadir pada setiap undangan rapat. Saya berharap semua pihak, terutama bupati, camat, lurah, dan kepala desa, lebih giat mencegah terjadinya kebakaran. Saya tidak mau kita kehabisan uang dan energi hanya karena kita tidak optimal. Hanya hujan yang bisa memadamkan api,” tutur Doni.
Sementara itu, Dwikorita menjelaskan, musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia dimulai pada November atau mundur hingga sebulan dari prediksi pada Oktober. Puncak musim hujan sementara itu diprediksi pada Februari-Maret 2020.