Kebakaran Melanda Kawasan Konservasi, Satwa Langka Terancam
Wilayah konservasi di Kalimantan Tengah terbakar, keanekaragaman hayati terancam. Di Taman Nasional Tanjung Puting 760 hektar lahan terbakar, sedangkan di Taman Nasional Sebangau 113,09 hektar lahan terbakar.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Wilayah konservasi di Kalimantan Tengah terbakar, keanekaragaman hayati terancam. Di Taman Nasional Tanjung Puting 760 hektar lahan terbakar, sedangkan di Taman Nasional Sebangau 113,09 hektar lahan terbakar.
Di Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP), Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalteng, kebakaran terjadi sejak awal Juli 2019. Awalnya hanya ada 11 titik panas yang berasal dari kawasan penyangga TNTP yang berbatasan dengan perkebunan masyarakat ataupun perusahaan.
Setelah itu, pada Agustus 2019 jumlah titik panas meningkat pesat menjadi 100 titik. Tim gabungan pun terus melakukan pemadaman di lokasi.
”Kalau sampai saat ini, 760 hektar itu yang tertangani. Kalau indikatif yang terbakar, bisa lebih dari itu,” ungkap Kepala Seksi Hubungan Masyarakat Balai TNTP Efan Ekananda saat dihubungi dari Palangkaraya, Selasa (17/9/2019).
Efan menjelaskan, kebakaran memang mengancam keanekaragaman hayati yang hidup di dalam kawasan TNTP. Meskipun demikian, sampai saat ini belum ditemukan satwa liar dilindungi yang mati terbakar selama proses pengawasan dan penanggulangan.
”Memang banyak foto berseliweran terkait dengan satwa yang mati terbakar, tetapi tidak ada di kawasan ini,” ungkap Efan.
TNTP memiliki luas 415.040 hektar atau enam kali luas wilayah DKI Jakarta. Di dalamnya terdapat 4.180 orangutan dan juga satwa serta tumbuhan langka lainnya.
”Kami berupaya supaya api tidak menghabiskan dan masuk ke dalam hutan-hutan. Kalau tidak bisa, lebih berbahaya,” ungkap Kepala Balai TNTP Helmi.
Kami berupaya supaya api tidak menghabiskan dan masuk ke dalam hutan-hutan. Kalau tidak bisa, lebih berbahaya. (Helmi)
Sementara itu, di Taman Nasional Sebangau (TNS), luas kebakaran mencapai 113,09 hektar. Jumlah itu meningkat dari sebelumnya hanya 30 hektar kawasan terbakar dari total luas kawasan mencapai 568.700 hektar atau delapan kali wilayah DKI Jakarta.
Kebakaran di wilayah ini juga terjadi sejak Juli. Selain tim dari TNS, pemadaman juga dilakukan banyak pihak, seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana, TNI-Polri, dan Borneo Nature Foundation.
”Hampir semua kebakaran di TNS itu berawal dari luar kawasan yang merembet masuk ke dalam kawasan,” ungkap Kepala Balai TNS Andi M Khadafi.
Andi mengemukakan, api cepat meluas karena terbawa angin yang kebetulan mengarah ke dalam kawasan. ”Bahkan, ada beberapa kawasan yang dibatasi oleh sungai, tetapi api bisa loncat ke dalam kawasan,” ungkapnya.
Di kawasan konservasi orangutan di Nyaru Menteng, Palangkaraya, dampak asap dari kebakaran mengancam semua staf dan juga 335 orangutan yang hidup di dalamnya. Tim Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) menunjukkan, sedikitnya terdapat 37 orangutan terjangkit infeksi saluran pernapasan ringan.
Sampai saat ini sedikitnya 80 hektar kawasan kerja Yayasan BOS terbakar, baik di Kalimantan Timur maupun di Kalteng. ”Sampai saat ini kami juga belum melakukan evakuasi atau penyelamatan orangutan karena karhutla ini,” kata CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite.