PBB Kucurkan Dana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana di Sulteng
Perserikatan Bangsa-Bangsa mengucurkan dana 28 juta dollar AS atau setara sekitar Rp 394 miliar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Sulawesi Tengah.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Perserikatan Bangsa-Bangsa mengucurkan dana 28 juta dollar AS atau setara sekitar Rp 394 miliar untuk rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di Sulawesi Tengah. Bantuan itu bakal difokuskan untuk membangun sektor publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.
Hampir setahun lalu, gempa bumi, tsunami, dan likuefaksi melanda Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala. Tak kurang dari 4.000 orang meninggal dan hilang, serta 80.000 rumah hilang, rusak berat, sedang, dan ringan. Tahun ini, program fokus pada validasi data, perencanaan, dan desain. Kegiatan fisik diharapkan sudah berjalan awal 2020.
Kepala United Nations Development Program (UNDP) Perwakilan Indonesia Christophe Bahuet mengatakan, bantuan tersebut bertujuan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat pascabencana. ”Dibandingkan kerusakan karena bencana, bantuan tersebut memang kecil. Tetapi, kami berusaha meringankan beban masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik lagi,” katanya di sela-sela kunjungannya di Desa Jono Oge, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Selasa (17/9/2019).
Dibandingkan kerusakan karena bencana, bantuan tersebut memang kecil. Tetapi, kami berusaha meringankan beban masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik lagi.
PBB melalui berbagai badan terlibat dalam penanganan pascabencana sejak masa darurat. Total anggaran mencapai 14,4 dollar AS atau setara sekitar Rp 202 miliar. UNDP, misalnya, menggelar program padat karya kepada penyintas pada akhir 2018. Penyintas ikut membersihkan puing rumah atau sekolah dan tempat ibadah yang rusak berat dengan upah Rp 80.000 per hari.
Program lainnya dilakukan Badan Pangan dan Pertanian (FAO) dengan bantuan sarana pertanian untuk petani di Kabupaten Sigi dalam bentuk bibit hortikulutra dan pupuk. Bantuan juga dikucurkan untuk para nelayan di Kabupaten Donggala dan Kota Palu, ibu hamil dan anak balita, dan uang tunai untuk menopang masa depan ekonomi penyintas.
Dahlia (40), warga Desa Jono Oge, Kecamatan Sigi Biromaru, adalah salah satu peserta padat karya. Dia menuturkan, kegiatan itu sangat membantu ekonomi keluarganya. ”Selain untuk kebutuhan hidup harian, uang dari padat karya juga menjadi modal untuk membangun sumur dan alat pompa sehingga saya bisa mengolah sawah untuk menanam jagung,” katanya.
Tangguh
Kepala Perwakilan PBB Indonesia Anita Nirody salut dengan sikap dan karakter penyintas dalam menghadapi bencana. Sekitar satu bulan setelah bencana, ia melihat penyintas dan masyarakat secara umum sudah mulai beraktivitas ekonomi-sosial seperti biasa dengan membuka kios atau warung di pengungsian.
”Saya melihat orang-orang di sini tangguh, kuat. Itu mempermudah terlaksananya program-program pemulihan yang kami lakukan. Kami berkomitmen membangun Sulteng lebih baik lagi,” ujarnya.
Asisten Bidang Pemerintahan dan Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sigi Iskandar Nontji menyatakan, anggaran pemerintah untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sangat terbatas. Bantuan dari PBB ataupun lembaga lain sangat membantu mempercepat pembangunan kembali Sigi.
Sebelumnya, Gubernur Sulteng Longki Djanggola menyampaikan, nilai kerusakan akibat bencana Sulteng mencapai Rp 24 triliun. Berdasarkan nilai kerusakan itu, pihaknya memproyeksikan kebutuhan untuk rekonstruksi dan rehabilitasi Rp 36 triliun. Angka kerusakan dan kebutuhan berbeda karena untuk pembangunan kembali ada peningkatan kualitas.