Kehadiran Polisi Belum Dirasakan di Pedalaman Papua Barat
Kehadiran polisi di daerah pedalaman Papua Barat belum cukup dirasakan masyarakat setempat. Padahal, masyarakat berharap polisi berperan untuk mengatasi masalah kriminalitas yang rawan terjadi di daerah tersebut.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA/BE SATRIO
·3 menit baca
MANOKWARI, KOMPAS — Kehadiran polisi di daerah pedalaman Papua Barat belum cukup dirasakan masyarakat setempat. Padahal, masyarakat berharap polisi berperan untuk mengatasi masalah kriminalitas yang rawan terjadi di daerah tersebut.
Demikian kesimpulan dari hasil Survei Kinerja Aparat Kepolisian Daerah Papua Barat kerja sama Polda Papua Barat dengan Litbang Kompas yang dipaparkan BE Satrio, peneliti Litbang Kompas, di Manokwari, Papua Barat, Kamis (19/9/2019).
Satrio mengatakan, survei yang dilakukan Litbang Kompas hingga pelosok Papua Barat ini mengungkapkan bahwa sesungguhnya warga Papua Barat belum merasakan kehadiran polisi di tengah mereka, terutama warga yang berada di pedalaman.
Tujuan survei adalah untuk mengetahui persepsi publik, mengukur kepuasan publik, dan mengeksplorasi ekspektasi publik terhadap layanan Polda Papua Barat. Survei menggunakan metodologi kuantitatif dan wawancara tatap muka secara mendalam.
Survei yang dilaksanakan pertengahan Juli 2019 ini melibatkan 270 responden yang tersebar di 10 daerah, yakni Kota Sorong, Sorong Selatan, Maybrat, Fakfak, Tambrauw, Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Wondama, dan Kaimana.
”Warga berharap agar polisi tak hanya memberantas masalah miras. Polisi di wilayah Papua Barat harus lebih sering mengunjungi warga di pelosok,” ujar Satrio.
Satrio menuturkan, mayoritas responden, mencapai 64 persen, merasa puas dan sangat puas dengan kondisi keamanan lingkungan sekitar. Sementara responden yang merasa kurang aman menyebut banyaknya orang mabuk sebagai sumber rasa tidak aman mereka.
”Dua temuan Litbang Kompas dalam survei adalah kehadiran polisi di tengah masyarakat menjadi harapan warga Papua Barat. Selain itu, pemberantasan masalah akibat mabuk dan minuman keras juga menjadi harapan utama warga,” tutur Satrio.
Segera dibereskan
Kapolda Papua Barat Brigadir Jenderal (Pol) Herry Rudolf Nahak mengatakan, survei yang dilakukan secara terbuka ini adalah potret hal-hal fundamental yang harus segera dibereskan.
Hasil survei akan menjadi awal dari bagaimana program kerja di polda akan disusun berdasarkan prioritas dan tepat sasaran. ”Temuan survei ini akan menjadi koreksi dan masukan bagi kami untuk menyelesaikan persoalan yang ada di lapangan,” kata Herry.
Survei ini juga merupakan survei pertama di level kepolisian daerah. Sejauh ini, baru Polda Papua Barat yang melakukan otokoreksi melalui sebuah survei bekerja sama dengan Litbang Kompas.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Papua Barat Musa Sombuk mengatakan, minimnya kehadiran polisi di wilayah pedalaman menyebabkan tindakan kriminal, seperti perambahan hutan dan pertambangan ilegal, rawan terjadi.
Selain itu, lanjut Musa, penegakan hukum terhadap pelaku penjualan minuman keras yang tidak memiliki izin belum optimal. Diduga ada keterlibatan polisi dalam bisnis penjualan miras.
”Ombudsman merekomendasikan pihak kepolisian di Papua Barat agar memperketat pengawasan internal. Penegakan hukum atas penjualan miras tanpa izin diharapkan juga lebih optimal, selain peningkatkan pelayanan di daerah pedalaman,” tuturnya.