BI Aktifkan Surat Berharga Komersial, Instrumen Investasi Jangka Pendek Bertambah
Bank Indonesia kembali membuka jalan untuk penerbitan instrumen Surat Berharga Komersial sebagai alternatif pembiayaan bagi korporasi.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia kembali membuka jalan untuk penerbitan instrumen Surat Berharga Komersial sebagai alternatif pembiayaan bagi korporasi. Instrumen ini sekaligus memberikan opsi bagi pelaku pasar untuk investasi jangka pendek.
Surat Berharga Komersial (SBK) adalah surat berharga yang diterbitkan oleh korporasi nonbank berbentuk surat sanggup (promissory note) berjangka waktu sampai dengan satu tahun. Berbeda dengan obligasi swasta yang memiliki tenor panjang, SBK lebih diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan pembiayaan jangka pendek bagi korporasi.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti optimistis SBK menjadi salah satu instrumen pasar uang yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pembiayaan oleh korporasi nonbank. Sebagai fasilitas investasi pasar uang, Destry mengklaim SBK dapat memberikan imbal hasil yang lebih kompetitif dari deposito.
”Terlebih lagi saat ini pasar masih kekurangan referensi pembiayaan jangka pendek. Kami ingin likuiditas di pasar tercipta dengan adanya berbagai pembiayaan, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang,” ujarnya di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Meski masih enggan untuk memaparkan target nilai dan waktu penerbitan SBK, Destry menilai, periode waktu saat ini menjadi momentum yang tepat bagi korporasi untuk menerbitkan SBK. Hal tersebut lantaran pasar keuangan tengah terpapar dampak pelonggaran moneter global.
”Di sisi lain, imbal hasil obligasi baik yang diterbitkan pemerintah maupun swasta tengah masuk dalam tren penurunan,” kata Destry.
Kami ingin likuiditas di pasar tercipta dengan berbagai pembiayaan, baik dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang.
Instrumen SBK sebenarnya bukanlah barang baru bagi pasar keuangan Tanah Air. BI pernah memiliki instrumen serupa bernama Commercial Paper (CP) yang banyak dikeluarkan oleh perusahaan atau BUMN pada kurun waktu 1997 hingga 2005.
Sayangnya, setelah tahun 2005, CP tidak lagi banyak dipilih korporasi sebagai sumber pendanaan karena sejumlah persoalan, salah satunya terkait tata kelola penerbitan instrumen yang masih belum baik. Belum padunya tata kelola menyebabkan banyak terjadi ketidakcocokan pembiayaan.
Destry menjelaskan, penerbitan instrumen SBK tersebut kini sudah lebih baik dibandingkan dengan instrumen yang sama pada tahun lampau. BI telah menerbitkan aturan mengenai tata kelola yang lebih ketat dan juga lebih baik. Selain itu, waktu penerbitan juga bisa dilakukan menjadi lebih efisien atau dalam jangka waktu lebih cepat.
”BI telah menyempurnakan pengaturan SBK sehingga instrumen ini aman untuk dimiliki investor. Beberapa penyempurnaan pengaturan tersebut di antaranya terkait perbaikan tata kelola hingga pengaturan keterbukaan informasi untuk meningkatkan perlindungan terhadap investor,” ujarnya.
Untuk mendorong penerbitan dan transaksi instrumen SBK, BI telah melakukan penyempurnaan ketentuan dalam upaya meningkatkan tata kelola penerbitan, mekanisme transaksi, penyelesaian transaksi, serta pencatatan dan penatausahaan instrumen.
Dengan memperbaiki tata kelola SBK, Destry berharap proses perizinan juga tak terlalu lama, maksimal 10 hari.
Dua BUMN
Terdapat dua perusahaan badan usaha milik negara (BUMN) yang akan memulai untuk menerbitkan SBK pada triwulan IV-2019. Kedua BUMN ini adalah PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) yang bergerak di bidang pendanaan sekunder perumahan serta PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero) yang beroperasi di bidang investasi, restrukturisasi, dan revitalisasi BUMN.
Direktur Sarana Multigriya Finansial (SMF) Heliantopo mengatakan, penerbitan SBK dibutuhkan untuk pembiayaan sekunder perumahan guna membantu kecukupan dana jangka pendek.
”Sumber dana SMF yang utama adalah dana jangka panjang. Namun, prosesnya perlu waktu yang tepat. Untuk itu, kami butuh jembatan berupa dana jangka pendek. Kami terbantu dengan adanya SBK ini,” ujarnya.
Sarana Multigriya Finansial akan menerbitkan SBK senilai Rp 200 miliar dengan tenor 12 bulan. Perusahaan telah mendapatkan peringkat idA1+ dari Pefindo. Penerbitan menurut rencana akan dilakukan pada triwulan IV-2019.
Sementara itu, Direktur Utama Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Iman Rachman mengatakan, pertimbangan penerbitan SBK adalah untuk memenuhi kebutuhan modal kerja. Untuk kebutuhan investasi, PPA biasanya mendapatkan dana dari pinjaman bank.
”Kebetulan cocok untuk kebutuhan perusahaan saat ini yang ingin mendapat dana segar yang tidak ada kewajiban atau diskonto,” ujarnya.
PPA akan menerbitkan SBK dengan nilai nominal sebesar Rp 100 miliar dengan tenor 12 bulan. Iman mengatakan, rencana penerbitan di triwulan IV-2019 sembari menunggu peringkat dikeluarkan oleh Pefindo.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menyatakan, banyak perusahaan yang bisa digalang untuk menerbitkan SBK. Namun, sejauh ini, peminat SBK masih dari perusahaan BUMN.
”Dari 654 perusahaan yang tercatat di bursa, ada 118 di antaranya yang potensial menerbitkan SBK karena sebelumnya pernah menerbitkan obligasi sehingga sudah punya rating korporasi yang mumpuni,” kata Laksono.