Kemarau panjang semakin memperberat beban hidup warga di Jakarta Utara. Pasokan air dari jaringan pipa berkurang hingga membuat warga membeli air dalam kemasan jeriken.
Oleh
Aditya Diveranta/Stefanus Ato
·4 menit baca
[caption id="attachment_10608133" align="alignnone" width="1200"] Pedagang warung makanan mengambil jeriken air bersih yang dijual Rp 2.000 per jeriken isi 18 liter di kawasan Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, menyalurkan air dari tandon besar ke rumah pelanggan melalui selang, Kamis (11/7/2019). Kebutuhan air bersih warga di kampung yang masih belum terjangkau pipanisasi air ini masih bergantung pada air yang dijual.[/caption]
JAKARTA, KOMPAS — Kemarau panjang hingga September ini membuat warga makin sulit mengakses air bersih dari jaringan pipa. Kondisi ini membuat warga bergantung pada air yang dijual dalam jeriken. Akibatnya, biaya hidup mereka menjadi makin berat selama musim ini.
Sebagian warga di kawasan Muara Baru dan Muara Angke, Jakarta Utara, mengungkapkan kendalanya mendapat air bersih, Jumat (27/9/2019) sore. Latief (39), salah satu warga di Muara Baru, Penjaringan, mengatakan, warga kesulitan mendapat air bersih sejak sekitar tiga bulan lalu. Akibatnya, mereka terpaksa membeli air dari tukang pikul dengan harga Rp 4.000 per jeriken setiap hari.
”Saya satu hari beli air paling sedikit empat jeriken. Berarti selama satu bulan biaya untuk air bersih bisa Rp 500.000 sampai Rp 600.000,” katanya.
Lelaki asal Surabaya, Jawa Timur, itu menambahkan, air dari jaringan pipa perusahaan daerah air minum (PDAM) tidak lagi rutin mengalirkan air selama beberapa bulan terakhir. Air leding hanya mengalir selama satu jam pada pagi hari dan setiap dua atau tiga hari dalam sepekan. Karena itu, untuk mencuci dan mandi, warga mengakalinya dengan cara membeli air dari tukang pikul.
”Biasanya setiap dua hari keluar, tetapi tidak lama. Saat keluar juga, kan, warga ramai-ramai tampung, makanya mengalirnya kecil sekali,” katanya. Pernyataan serupa disampaikan Ida (29), warga Muara Angke, Penjaringan. Dia dan warga lainnya belum mendapat informasi terkait adanya bantuan air bersih gratis dari Pemprov DKI Jakarta.
Selama ini sebagian warga di wilayah itu membeli air bersih untuk minum dengan menggunakan galon isi ulang. Sementara untuk mandi dan mencuci, mereka memanfaatkan salah satu sumur bor milik warga setempat.
”Saya tarik air dari sumur bor, satu bulan bayar Rp 200.000. Jadi, kalau ditambah dengan air isi ulang, saya satu bulan bisa habiskan uang sampai Rp 500.000,” katanya.
Kekeringan tidak hanya terjadi di dua wilayah itu. Berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), ada 15 kecamatan di DKI yang masuk kategori awas atau potensi kekeringan. Indikatornya, wilayah itu tidak turun hujan lebih dari 61 hari.
Lima belas kecamatan itu tersebar di empat wilayah kota administrasi Jakarta, antara lain Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Jakarta Pusat. Jakarta Timur meliputi Halim Perdanakusuma, Pulogadung, dan Cipayung. Jakarta Selatan meliputi Tebet, Pasar Minggu, dan Setia Budi.
Sementara itu, di Jakarta Pusat, wilayah kekeringan meliputi Menteng, Gambir, Kemayoran, dan Tanah Abang. Jakarta Utara, meliputi Cilincing, Penjaringan, Koja, Tanjung Priok, dan Kelapa Gading.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf mengatakan, kekeringan pada periode ini cukup signifikan melanda sejumlah wilayah di Jakarta, terutama di barat dan utara. Selama ini kebutuhan air bersih ini mengandalkan pasokan dari PT PAM Jaya. Namun, perusahaan ini hanya bisa memasok sekitar 64 persen kebutuhan air di Jakarta.
Terbatas
Direktur Utama PT PAM Jaya Bambang Hernowo mengatakan, kondisi suplai air bersih saat ini kian terbatas meski kini persediaan sumber air untuk air baku dan air curah masih memadai. Ketersediaan air di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, yang merupakan penyumbang sumber air baku terbesar untuk DKI, saat ini tingginya 92 meter atau masih dalam batas aman. ”Titik kritisnya itu ada di angka 87,5 meter,” ujarnya.
Meski terbatas, ia menjanjikan tahun ini dapat memasang instalasi akses air di 25 titik lokasi. Untuk sementara, PT PAM Jaya memenuhi kebutuhan air warga dengan membangun tandon air di 51 titik lokasi. Setiap hari tandon air ini memasok 8.000 liter air bersih untuk warga secara gratis.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Subejo mengakui, jumlah persediaan di tandon itu tidak cukup untuk memasok seluruh kebutuhan warga. Namun, setidaknya persediaan itu mengurangi ketergantungan warga membeli air bersih.
Kamis (26/9/2019), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membentuk Tim Satuan Tugas (Satgas) Air Bersih untuk menyuplai daerah-daerah yang masih kekurangan air bersih. Subejo mengatakan, Satgas ini akan memprioritaskan wilayah yang dinilai mengalami kekeringan terparah.
”Beberapa kawasan yang baru ditangani adalah Pegadungan di Jakarta Barat, dan Tebet di Jakarta Selatan. Yang jelas, kawasan di Jakarta Barat dan Jakarta Utara akan jadi fokus untuk penanganan saat ini,” ujar Subejo.