Kian Terdesak, Orangutan di Aceh Selatan Direlokasi
Satu orangutan sumatera dewasa di Tapaktuan, Aceh Selatan, Aceh, terpaksa direlokasi demi keselamatannya. Relokasi ini menambah panjang daftar orangutan yang diselamatkan karena konflik ruang dengan manusia.
Oleh
ZULKARNAINI
·3 menit baca
TAPAK TUAN, KOMPAS — Alih fungsi lahan telah mengakibatkan habitat satwa lindung, khususnya orangutan sumatera (Pongo abelii), semakin sempit. Satu individu orangutan sumatera dewasa di Tapak Tuan, Kabupaten Aceh Selatan, Provinsi Aceh, direlokasi demi keselamatannya karena kian sering berada di perkebunan warga. Relokasi ini menambah panjang daftar orangutan yang diselamatkan karena konflik ruang dengan manusia.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh Sapto Aji Prabowo mengatakan, proses evakuasi orangutan itu dilakukan pada Kamis (3/10/2019) pukul 07.00 hingga pukul 15.00. ”Kondisi kesehatannya cukup baik, makanya kami lepasliarkan ke hutan Jantho,” kata Sapto. Orangutan itu direlokasi ke Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera Jantho, Aceh Besar.
Orangutan itu berjenis kelamin jantan, berusia sekitar 30 tahun. Sejak sepekan terakhir, ia berada di perkebunan warga, di Desa Air Pinang, Aceh Selatan. Warga kemudian melaporkan ke petugas BKSDA lantaran mereka takut berkebun. Selain itu, warga juga mengetahui bahwa orangutan hewan yang dilindungi.
Sapto menambahkan, orangutan itu diduga terpisah dari kelompoknya. Kemungkinan lain orangutan itu mencari makanan di perkebunan warga. Saat ditangkap orangutan itu berada di kebun kakao dan pinang.
Kondisi orangutan itu sehat. Bulunya berwarna coklat tua terlihat lebat, tetapi tubuhnya terlihat kurus. Berdasarkan pemeriksaan dokter hewan, dia layak dilepasliarkan kembali.
Sapto mengatakan, pemilihan hutan Jantho sebagai lokasi lepas liar karena kondisi hutan masih lebat dan ruang untuk pergerakan orangutan di lokasi itu masih luas. ”Total orangutan yang telah dilepasliarkan di Jantho sebanyak 103 individu,” kata Sapto.
Sapto mengatakan, alih fungsi lahan membuat ruang gerak orangutan semakin sempit, seperti yang terjadi di kawasan rawa gambut Kuala Tripa, Nagan Raya. Pada 1990, tercatat jumlahnya 3.000 ekor, kemudian turun menjadi 300 ekor pada 2012.
Tahun 2018 diperkirakan jumlah orangutan yang tersisa di rawa gambut Kuala Tripa 150 ekor. Artinya, selama kurang dari 30 tahun, telah terjadi penyusutan jumlah orangutan hingga 95 persen. Penurunan terjadi seiring masifnya alih fungsi lahan gambut menjadi perkebunan sawit di kawasan tersebut sejak 1990-an hingga kini.
Selama kurang dari 30 tahun, telah terjadi penyusutan jumlah orangutan hingga 95 persen.
Manajer WWF Indonesia Northern Sumatera Landscape Dede Suhendra mengatakan, rendahnya kepedulian terhadap orangutan terlihat dari beberapa kasus yang terjadi di Aceh. Ia mengatakan, jika terus diburu dan diusir dari habitatnya, suatu saat orangutan akan punah.
”Orangutan satwa penting karena sebagai penyebar benih alami. Jika orangutan punah, hutan akan hilang karena tidak ada penyebar benih,” ujar Dede.
Ia menambahkan, kasus penembakan terhadap Hope, orangutan betina di Subulussalam pada Maret 2019, menunjukkan orangutan kian terancam. Hope ditembak dengan peluru senapan angin. Sebanyak 74 peluru bersarang di tubuhnya.
Hope kini dirawat di Pusat Karantina Orangutan Sibolangit, Sumatera Utara. Pelaku yang masih di bawah umur hanya dijatuhi sanksi adat, yakni wajib azan sebulan di masjid.