Kebakaran hutan dan lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat, sejak Jumat (4/10/2019) terus meluas. Hingga Senin (7/10/2019) malam, diperkirakan 80 hektar areal gunung tertinggi di Jabar itu hangus terbakar.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
MAJALENGKA, KOMPAS – Kebakaran hutan dan lahan di Taman Nasional Gunung Ciremai, Jawa Barat, sejak Jumat (4/10/2019) terus meluas. Hingga Senin (7/10/2019) malam, diperkirakan 80 hektar areal gunung tertinggi di Jabar itu hangus terbakar.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Majalengka, api yang berawal dari Blok Awilega, Desa Bantaragung, Kecamatan Sindawangi terus meluas hingga ke perbatasan Kabupaten Kuningan, Jabar.
“Api sudah mengarah ke atas, sekitar Leuweung Gede dan Batu Karang. Ini perbatasan lahan produksi dengan Kebun Raya Kuningan di ketinggian 1.237,5 meter di atas permukaan laut (mdpl),” ujar Kepala BPBD Majalengka Agus Permana.
Dengan ketinggian 3.078 mdpl, Taman Nasional Gunung Ciremai seluas 15.000 hektar terbagi di wilayah Majalengka dan Kuningan. Adapun luas lahan yang terbakar empat hari terakhir diprediksi mencapai 80 hektar. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian itu.
Namun, areal yang terbakar berupa pohon pinus, puspa, huru, kaliandra, dan semak-semak serta ilalang. Kawasan yang dilahan si jago merah tersebar di Blok Awilega, Batu Semar, Cidodolog, Liangangin, Leuweung Gede, dan Batu Karang.
Menurut Agus, lebih dari 27 personel yang terdiri dari BPBD Majalengka, Balai TNGC, TNI, Polri, dan relawan peduli api telah berupaya memadamkan dan mencegah api meluas secara manual. Pihaknya juga tengah membuat sekat bakar.
Metodenya, ilalang dibabat hingga menyisakan tanah dan batu. Seperti parit selebar dua meter hingga 10 meter. Ilalang ditumpuk di sepanjang jalur bekas pangkasan. Dengan begitu, api hanya akan membakar ilalang yang sudah terpisah dengan parit sehingga api tidak menjalar ke pepohonan lainnya. Sekat bakar juga menjadi jalur bagi warga untuk memadamkan api.
Namun, upaya itu belum cukup mengendalikan api yang terus meluas karena bahan bakarnya, yakni ilalang kering tersedia. Saluran komunikasi dan keterbatasan personel juga menjadi kendala. “Selain lokasinya sulit dijangkau dan tersebar di beberapa titik, angin kencang juga mengubah arah api. Ini menjadi hambatan,” ungkapnya.
Menurut dia, kebutuhan mendesak bagi petugas antara lain logistik makanan dan minuman, alat pemadam api seperti karet pemukul api, oksigen kaleng, sarung tangan, kaca mata, serta masker asap. Pihaknya juga berkoordinasi dengan Polres Majalengka untuk mengetahui penyebab kebakaran tersebut.
Menghambat api
Kepala Pelaksana BPBD Kuningan Agus Mauludin mengatakan, pihaknya menurunkan 51 personel dari berbagai instansi untuk membatu menghambat api meluas ke Kuningan dengan memadamkan secara manual dari Bukit Seribu Bintang, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kuningan. “Besok (Selasa), ada penambahan personel hingga 38 orang untuk membantu api meluas,” ujarnya.
Kebakaran di Ciremai bukan kali ini saja terjadi. Agustus 2019 lalu, sekitar 300 hektar lahan hangus terbakar. Apinya bermula dari Majalengka lalu merambat ke Kuningan. Pemadaman dari udara menggunakan helikopter pun dikerahkan.
Jalur pendakian juga ditutup. “Hingga kini, penutupan jalur pendakian masih dilakukan hingga waktu yang tidak ditentukan,” ucap Kepala BTNGC Kuswandono.
Balai TNGC mencatat, lahan yang terbakar pada 2013 seluas 14,96 hektar. Pada 2014 meningkat menjadi 266,034 hektar dan melonjak lagi menjadi 666,9 hektar setahun kemudian.
Setelah tak ada kebakaran sepanjang 2016, api muncul lagi setahun kemudian. Saat itu, luas lahan terbakar 107 hektar. Tahun 2018, lebih dari 1.400 hektar lahan terbakar. Upaya bom air juga dilakukan saat itu.