Kebocoran Pipa Pertamina: Sistem Informasi Peringatan Dini Tumpahan Minyak Belum Dibuat
Sistem terpadu penanggulangan pencemaran lingkungan yang mencakup sistem informasi peringatan dini tumpahan minyak belum dibuat di Kalimantan Timur. Sistem itu penting untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Sistem terpadu penanggulangan pencemaran lingkungan yang mencakup sistem informasi peringatan dini tumpahan minyak belum dibuat di Kalimantan Timur. Sistem itu penting untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bencana akibat aktivitas produksi minyak bumi yang banyak terdapat di Kalimantan Timur.
Pada akhir Maret 2018, sekitar 13.000 hektar perairan Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur, menjadi hitam akibat tercemar tumpahan minyak dari pipa milik Pertamina. Pipa minyak di bawah laut bocor akibat tertarik jangkar kapal MV Ever Judger. Lima orang dinyatakan menjadi korban dan ratusan pohon mangrove mati.
Direktur Eksekutif Jaringan Advokat Lingkungan (JAL) Hidup Fathul Huda Wiyashadi, di Balikpapan, Kamis (10/10/2019), mengatakan, pemerintah pusat perlu membuat peraturan terkait sistem informasi lingkungan hidup. Sistem itu juga memuat sistem informasi peringatan dini.
”Bagaimana pemerintah daerah yang terancam bencana tumpahan minyak bisa buat peraturan daerah kalau payung hukum dari pemerintah pusat belum ada,” kata Fathul.
Bagaimana pemerintah daerah yang terancam bencana tumpahan minyak bisa buat peraturan daerah kalau payung hukum dari pemerintah pusat belum ada.
Ia mengatakan, peraturan itu penting dibuat bukan hanya untuk Kalimantan, tetapi juga untuk daerah-daerah lain yang memiliki ancaman bencana tumpahan minyak. Tumpahan minyak juga pernah terjadi di pesisir utara Karawang, Jawa Barat, pada Juli lalu. Akibat kebocoran anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java itu, lebih dari 7.000 warga terdampak di 13 desa (Kompas, 7/8/2019).
Peraturan itu dibuat sebagai acuan agar sistem informasi peringatan dini bisa dilaksanakan di sejumlah daerah. Itu diperlukan untuk meminimkan dampak lingkungan jika suatu ketika terjadi bencana tumpahan minyak terulang.
Baca juga : Tumpahan Minyak di Pantai Cemarajaya
JAL dan beberapa lembaga swadaya masyarakat lain yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan (Kompak) mengajukan gugatan warga negara atau citizen lawsuit ke Pengadilan Negeri Balikpapan dua bulan lalu.
Mereka menggugat Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan, Bupati Penajam Paser Utara, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Perhubungan. Kompak menuntut tergugat untuk membuat sistem informasi lingkungan hidup yang juga memuat sistem informasi peringatan dini tumpahan minyak. Saat ini, proses persidangan masih berjalan.
Fathul mengatakan, hal itu untuk memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang lebih baik dan sehat. Selain itu, ini bisa menjadi acuan untuk penanggulangan bencana tumpahan minyak yang cepat agar tak menimbulkan banyak kerugian.
Unit Pengolahan Minyak V Pertamina di Balikpapan beroperasi sejak 1922. Namun, setelah kecelakaan yang menyebabkan pipa minyak mentah bocor dan mencemari pantai Balikpapan, belum dibuat sistem terpadu penanggulangan pencemaran lingkungan lintas sektor. Padahal, unit ini cukup vital karena memasok hingga 26 persen total kebutuhan BBM Indonesia.
Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltim Suyitno mengatakan, DLH sudah mendapat surat dari KLHK terkait hasil audit kecelakaan pipa minyak bocor di Teluk Balikpapan. Isinya, pemerintah Provinsi Kalimantan Timur diminta membuat peraturan daerah (perda) terkait sistem informasi peringatan dini tumpahan minyak.
”Untuk perda, saat ini kami baru melakukan koordinasi. Nanti, kita mulai dengan menghimpun setiap perusahaan minyak yang ada di sini,” kata Suyitno.
Saat ini DLH Kaltim dan perusahaan minyak di Kaltim sebatas melakukan pemantauan rutin kondisi sungai dan laut. Suyitno mengatakan, idealnya sistem informasi peringatan dini melibatkan banyak pihak, antara lain pemda, perusahaan, dinas perhubungan, TNI Angkatan Laut, Polisi, Basarnas, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Sebelumnya, Region Manager Communication & CSR Pertamina Kalimantan Heppy Wulansari mengatakan, PT Pertamina Refinery Unit (RU) V Balikpapan telah mengupayakan penanggulangan serta menyusun Rencana Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup yang disetujui KLHK sejak Desember 2018.
Terkait sistem peringatan dini di tubuh Pertamina, mereka tengah menyiapkan leak detection system (LDS) yang dipasang pada pipa penyalur minyak bawah laut. Heppy mengatakan, proses pemasangan sistem ini sudah mencapai 90 persen.
Di lain pihak, dukungan sistem peringatan dini juga tengah diupayakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KL) KLHK akan mengadakan mobil laboratorium di Kaltim. Mobil ini bisa mengukur kadar asap buangan industri, kadar air, dan benda padat. Fungsinya, untuk merespons cepat penanganan pencemaran lingkungan.
”Jika terjadi pencemaran, mobil ini langsung bisa memeriksa ke lokasi untuk mengukur kualitas air, udara, atau benda padat yang tercemar,” kata Kepala P3KL KLHK Herman Hermawan seusai diskusi Sinergi Peran Laboratorium dalam rangka Mendukung Early Warning System Bencana Lingkungan di Balikpapan.
Hasil uji laboratorium itu bisa digunakan sebagai acuan untuk tindakan selanjutnya oleh sektor lain. Mobil ini disiapkan pada Desember sudah ada di Kaltim sehingga pada Januari 2020 sudah bisa digunakan beroperasi.