Festival Gandrung Sewu Jadi Sarana Konsolidasi dan Edukasi
Sebanyak 1.350 penari gandrung yang terdiri dari pelajar SD, SMP, dan SMA tampil dalam pergelaran Gandrung Sewu 2019. Acara ini merupakan sarana konsolidasi dan edukasi bagi warga Banyuwangi.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Sebanyak 1.350 penari gandrung yang terdiri dari pelajar SD, SMP, dan SMA tampil dalam pergelaran Gandrung Sewu 2019. Acara ini merupakan satu dari sekian banyak festival yang menjadi sarana konsolidasi dan edukasi bagi pelajar dan seluruh warga Banyuwangi.
Gandrung Sewu 2019 yang kali ini bertema ”Panji-Panji Sonangkara” merupakan gelaran kedelapan sejak dimulai pertama kali tahun 2011. Dalam tiga tahun terakhir, pergelaran sendratari kolosal ini selalu masuk kalender acara nasional.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pihaknya hanya menganggarkan Rp 800 juta untuk menggelar kegiatan tersebut. Padahal, dari perhitungan, biaya yang dibutuhkan bisa mencapai Rp 5 miliar.
”Untuk membiayai ribuan penari, pemain drama, pelatih, dan pemusik sejak latihan hingga tampil dibutuhkan Rp 5 miliar. Namun, kami hanya menganggarkan Rp 800 juta, sedangkan sisanya swadaya masyarakat. Ini bentuk konsolidasi positif masyarakat dan Pemkab Banyuwangi,” ujarnya.
Festival Gandrung Sewu tidak hanya bertujuan menarik wisatawan, tetapi juga upaya konsolidasi masyarakat Banyuwangi dan edukasi bagi pelajar. Festival yang melibatkan ribuan pelajar tersebut, lanjut Anas, juga menjadi sarana edukasi. Pelajar diajak lepas dari kebiasaan bermain gawai. Mereka berbaur dengan teman-teman lain yang tidak mereka kenal untuk berlatih bersama.
Pelajar yang terlibat berasal dari sekolah-sekolah yang tersebar di 25 kecamatan se-Banyuwangi. Sejak Juli, mereka diseleksi dan dilatih hingga akhirnya tampil di hadapan ribuan penonton di Pantai Boom Marina, Banyuwangi, Sabtu.
”Anak-anak memang berlatih tari, tapi secara tidak sadar belajar disiplin dan mau memperhatikan rekan-rekannya. Kedua hal itu penting dan perlu karena gerakan mereka harus serempak,” ujarnya.
Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Manajemen Calendar of Event Esthy Reko Astuti mengapresiasi konsistensi penyelenggaraan Gandrung Sewu. Sejak digelar tahun 2011, Gandrung Sewu selalu masuk Calendar of Event Wonderful Indonesia dalam tiga tahun terakhir.
”Kami menilai Gandrung Sewu semakin menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal itu terlihat dari infrastruktur dan konten yang disajikan. Walaupun sudah digelar delapan kali, antusiasme penampil dan penonton tak pernah surut,” tuturnya.
Gandrung Sewu semakin menunjukkan peningkatan ke arah yang lebih baik. Hal itu terlihat dari infrastruktur dan konten yang disajikan. Walaupun sudah digelar delapan kali, antusiasme penampil dan penonton tak pernah surut.
Gandrung Sewu merupakan satu dari 99 agenda Banyuwangi Festival. Maraknya festival di Banyuwangi perlahan menumbuhkan ekonomi yang turut mendongkrak pendapatan per kapita warga Banyuwangi.
Berdasarkan Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten Banyuwangi, pendapatan masyarakat Banyuwangi meningkat dari Rp 20,86 juta per kapita per tahun pada 2010 menjadi Rp 48,75 juta per kapita per tahun pada 2018. Peningkatan tersebut selaras dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara berdasarkan data tiket destinasi, hotel, dan agen perjalanan wisata.
Jumlah wisatawan domestik juga naik dari 491.000 kunjungan pada tahun 2010 menjadi 5,2 juta kunjungan tahun 2018. Adapun jumlah wisatawan mancanegara naik dari 12.505 kunjungan tahun 2010 menjadi 127.420 kunjungan pada 2018.
Dari pantauan Kompas, perputaran ekonomi tidak hanya terjadi saat gelaran Gandrung Sewu. Hal itu tampak dari berjubelnya pedagang kaki lima di setiap latihan yang dihadiri penari dan warga yang ingin melihat.
Ekonomi juga berputar melalui pembelian sejumlah kostum dan perlengkapan kosmetik. Para penata rias turut merasakan keuntungannya karena jasa mereka dibutuhkan untuk merias ribuan penari.
”Omzet sehari, dari pagi sampai malam, biasanya hanya Rp 600.000-Rp 700.000. Hari ini, baru 4 jam, omzet sudah lebih dari Rp 700.000,” ujar Henri Kurniawan, pemilik kedai Om Ribut Reborn, di Pantai Marina Boom yang menjadi lokasi gelaran Gandrung Sewu.