Ibu Muda Lebih Berisiko Melahirkan Anak Hiperaktif
Ibu muda dengan usia kurang dari 20 tahun lebih berisiko melahirkan anak hiperaktif. Kajian membuktikan adanya hubungan genetik antara sifat-sifat reproduksi wanita dan gangguan kejiwaan utama.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
Ibu muda dengan usia kurang dari 20 tahun lebih berisiko melahirkan anak hiperaktif. Kajian membuktikan adanya hubungan genetik antara sifat-sifat reproduksi wanita dan gangguan kejiwaan utama.
Penelitian yang dilakukan Guiyan Ni dari University of South Australia dan tim ini diterbitkan di Nature’s Scientific Reports, Kamis (24/10/2019). Disebutkan, risiko genetik attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak-anak sangat terkait dengan usia ibu pada awal kelahiran pertama, khususnya untuk perempuan di bawah 20 tahun.
ADHD merupakan gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan berdampak terhadap kemampuan seseorang untuk melakukan kontrol diri. Gangguan ini ditandai dengan perilaku lalai, impulsif, dan terkadang hiperaktif yang persisten, sulit untuk fokus dan berkonsentrasi, serta mengatur emosi mereka. Di beberapa negara, seperti Australia, ADHD terjadi pada satu dari 20 orang.
Dalam penelitian Titis Hadiati dari bagian Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang, yang dimuat di Journal of Nutrition and Health Vol 6 No 1 tahun 2018 disebutkan, angka prevalensi ADHD di dunia sebesar 2 persen hingga 9,5 persen dari semua anak usia sekolah.
Kelahiran pertama
Menggunakan data genetik dari 220.685 perempuan melalui Biobank Inggris, penelitian ini meneliti korelasi genetik dengan reproduksi perempuan. Hasilnya, para peneliti menemukan, ADHD sangat terkait dengan usia ibu yang masih muda saat kelahiran pertama, usia hubungan seksual pertama, jumlah kelahiran hidup, dan usia menopause.
Para peneliti menemukan, ADHD sangat terkait dengan usia ibu yang masih muda saat kelahiran pertama, usia hubungan seksual pertama, jumlah kelahiran hidup, dan usia menopause.
Peneliti UniSA, Associate Professor Hong Lee, yang terlibat dalam kajian, mengatakan, temuan ini dapat membantu meningkatkan kesehatan reproduksi pada perempuan dan pada akhirnya juga untuk anak-anak mereka. ”Ibu muda memiliki tantangan, terutama karena mereka harus menjadi orangtua saat mereka belum siap,” kata Lee.
Dengan memahami hubungan antara menjadi seorang ibu di usia muda dan risiko memiliki anak dengan ADHD, menurut Lee, dukungan bisa dilakukan sejak dini. ”Pendekatannya ada dua. Pertama, kami dapat memberi tahu perempuan muda tentang risiko genetik yang tinggi untuk memiliki anak dengan ADHD jika mereka melahirkan pada usia muda. Ini mungkin memperingatkan dan mencegah mereka melahirkan pada usia yang belum matang,” kata Lee. Hal ini diharapkan tidak hanya meningkatkan kesehatan reproduksi mereka, tetapi juga lingkungan ibu untuk bayi mereka.
”Kedua, kami dapat mendidik ibu-ibu muda tentang fitur-fitur ADHD, seperti impulsif dan perilaku lalai, yang dapat membantu para ibu lebih mengenali kondisi pada anak mereka dan mencari perawatan lebih cepat daripada nanti,” katanya. ADHD dapat diobati, tetapi diagnosis dini dan intervensi adalah kunci untuk hasil yang sukses.
Meskipun kajian ini membuktikan adanya kaitan antara ADHD dan ibu yang melahirkan di usia muda, penting untuk dipahami bahwa belum tentu hubungan sebab akibat. ADHD adalah kelainan yang diwariskan sehingga berarti seorang ibu muda mungkin juga memiliki gen yang memengaruhi risiko ADHD yang kemudian diwarisi oleh anaknya.
ADHD adalah kelainan yang diwariskan sehingga berarti seorang ibu muda mungkin juga memiliki gen yang memengaruhi risiko ADHD yang kemudian diwarisi oleh anaknya.
”Mengetahui seorang perempuan memiliki kecenderungan genetik untuk ADHD dapat dicatat dalam riwayat medis keluarganya, kemudian digunakan untuk memantau kesehatannya dan kesehatan keturunannya. Dengan cara ini, kami dapat memastikan ibu dan bayi menerima dukungan dan bantuan yang mereka butuhkan,” ujarnya.