Minim Mitigasi, 1 Orang Tewas Tertimbun Longsor di Banjarnegara
Satu orang tewas karena tertimbun longsor akibat jebolnya tanggul saluran irigasi Singomerto di Kelurahan Parakancanggah, Kecamatan Banjarnegara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Sabtu (2/11/2019) pagi.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·4 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS — Satu orang tewas dan dua orang terluka akibat tertimbun longsor tanggul saluran irigasi Singomerto di Kelurahan Parakancanggah, Kecamatan Banjarnegara, Banjarnegara, Jawa Tengah. Tanggul jebol pada Sabtu (2/11/2019) pagi. Minimnya mitigasi dan pembiaran pendirian bangunan liar di sekitar sempadan sungai membuat longsor di tengah kota itu menimbulkan korban.
”Pada pukul 05.00 warga menemukan adanya guguran tanah. Para penghuni rumah sudah diminta bangun dan keluar, tetapi masih ada yang tertidur di dalam sehingga tertimbun,” kata Waluyo, Ketua RT 004 RW 001, Kelurahan Parakancanggah, Sabtu.
Longsor terjadi sekitar pukul 05.30. Waluyo menyampaikan, saat kejadian terdengar gemuruh besar. Tiga rumah ambruk tertimpa longsoran tanggul yang tingginya lebih dari 10 meter. Lebar tanggul yang jebol 15 meter.
Rumah-rumah itu berada persis di bawah tanggul. Sementara badan tanggul hanya selebar 1,5 meter.
Longsor diduga terjadi karena air dari saluran irigasi merembes keluar akibat kebocoran di saluran irigasi itu. ”Saat kejadian tidak hujan. Hujan deras sudah turun semalam,” kata Waluyo.
Korban tewas bernama Winoto (45). Adapun dua korban luka adalah Sabar (30) dan Darto (50). Mereka bertiga adalah pedagang bakso pangsit yang tinggal di rumah kontrakan dengan dua kamar di lereng tanggul.
”Tadi saya sudah bangun dan shalat Subuh. Sudah diperingatkan warga untuk segera keluar karena ada longsor. Kami berdua sudah siap-siap untuk keluar,” kata Sabar. Namun, longsor datang lebih cepat dan mereka panik. Mereka sempat tertimbun sekitar 20 menit.
Sabar dan Darto bisa diselamatkan warga.
Sabar dan Darto bisa diselamatkan warga. Namun, Winoto yang saat dibangunkan oleh Sabar tidak segera keluar kamar terjebak dan tewas tertimbun longsor.
”Kami baru tiga bulan tinggal di situ. Sewanya Rp 300.000 satu rumah dengan dua kamar,” kata Sabar yang mengalami luka memar pada kaki dan pelipis.
Menurut Waluyo, kawasan itu sudah dihuni warga sejak tahun 1980-an. Dirinya juga memiliki sebidang tanah dan rumah di kawasan sekitar saluran irigasi dan sudah membayar biaya sewa kepada Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Pengairan di Provinsi Jawa Tengah Rp 200.000 setahun.
”Sepanjang jalur ini sejak dulu ada bangunan ini. Pakai izin menempati untuk membayar pajak di DPU Pengairan. Istilahnya sewa tanah. Memang dalam surat pernyataan itu jika tanah ini digunakan untuk kepentingan pemerintah tidak bisa menuntut ganti rugi,” papar Waluyo.
Waluyo juga menyebutkan, di lingkungannya tidak ada ronda karena ada kecenderungan mereka yang ronda justru berulah, antara lain mencuri singkong di pekarangan warga.
Kepala Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Serayu Citanduy Suwondo menyampaikan, tidak ada izin untuk mendirikan bangunan di kawasan sekitar irigasi. Saluran irigasi itu dibangun Belanda pada 1930 dan selama ini belum pernah ada perbaikan ataupun penambalan lubang yang bocor.
”Ini sudah tua sekali dan mau rehab sangat sulit. Sudah diusulkan ke pusat, tetapi untuk pengeringannya sangat sulit,” kata Suwondo.
Suwondo mengatakan, bangunan yang ada di sekitar tanggul tidak berizin karena ada larangan mendirikan bangunan di sempadan sungai. Ia menegaskan pihaknya tidak memberi izin apalagi menarik pajak ataupun sewa tanah.
Tanggul bahkan dikepras warga tanpa seizin pihaknya. ”Kalau mengubah struktur tanggul itu harus berizin. Itu sangat berbahaya sekali. Tetapi yang namanya orang banyak, mau bagaimana lagi,” katanya.
Sekretaris Daerah Kabupaten Banjarnegara Indarto mengatakan, pendirian bangunan di sekitar tanggul tanpa izin. ”Tahu-tahu sudah seperti ini. Kami ingatkan untuk lebih hati-hati, apalagi ada kejadian seperti ini,” kata Indarto.
Menurut Indarto, kebocoran saluran irigasi yang menyebabkan longsor itu tidak terdeteksi sejak dini dan luput diantisipasi. ”Harus ada evaluasi dan pendataan, berapa banyak yang bocor dan berpotensi longsor. Harus segera dilakukan perbaikan,” tuturnya.
Pantauan Kompas, saluran irigasi dengan lebar dan kedalaman sekitar 1,5 meter itu tampak retak dan berlubang di sejumlah sisinya. Ada lubang-lubang yang hanya ditambal dengan sampah dan material seadanya. Di sisi kanan dan kiri saluran irigasi yang jebol juga terdapat lebih dari 20 rumah yang dibangun secara semrawut. Kebanyakan bangunan menggunakan dinding papan.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banjarnegara Arif Rahman menyampaikan, sebanyak 13 dari 20 kecamatan di Banjarnegara masuk daerah rawan longsor. Sebanyak 199 desa masuk daerah rawan longsor dari 266 desa di Banjarnegara.
Arif mengimbau warga yang menemukan retakan tanah setelah kemarau panjang segera menutup dengan timbunan supaya air tidak masuk dan menyebabkan longsor.
Berdasarkan data BPBD Kabupaten Banjarnegara, selama tujuh tahun terakhir telah terjadi 367 kali tanah longsor di Banjarnegara. Bencana itu merenggut 113 korban jiwa.