Kemitraan ASEAN-China Lokomotif Stabilitas Kawasan
Kemitraan ASEAN dan China yang telah berlangsung hampir tiga dekade harus dilanjutkan dan terus diperkuat. Ini jadi salah satu topik di KTT ke-22 ASEAN-China di Bangkok, Thailand.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
BANGKOK, KOMPAS — Kemitraan ASEAN dan China yang telah berlangsung hampir tiga dekade dinilai menjadi lokomotif terciptanya stabilitas kawasan. Ini menjadi kunci pembangunan kawasan. Oleh karena itu, ke depan, kemitraan harus diperkuat, di antaranya berfokus pada infrastruktur dan konektivitas.
Presiden Joko Widodo saat berbicara di Konferensi Tingkat Tinggi Ke-22 ASEAN-China di Impact Exhibition & Convention Center, Bangkok, Thailand, Minggu (3/11/2019), mengapresiasi kemitraan ASEAN-China yang dinilai telah menjadi lokomotif perdamaian dan stabilitas kawasan. Ini menjadi kunci kesejahteraan karena dalam kondisi damai dan stabil pembangunan bisa dilakukan.
Berangkat dari hal itu, Presiden Jokowi mengajak pemimpin-pemimpin negara ASEAN dan China untuk memperkuat kemitraan yang selama ini telah terjalin.
”Pada Juni lalu, ASEAN telah mengesahkan ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. Outlook ini mendorong seluruh negara di kawasan untuk mengedepankan kolaborasi dan menanggalkan rivalitas,” katanya.
Garis Besar Indopasifik itu diharapkan semakin meningkatkan kesejahteraan dan menjamin stabilitas keamanan, tidak hanya di kawasan Indopasifik, tetapi juga kawasan Asia Pasifik.
ASEAN, lanjut Presiden Jokowi, seperti disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin, juga terbuka untuk bekerja sama dengan China dalam kerangka ASEAN Outlook on the Indo-Pacific yang salah satunya fokus pada kerja sama konektivitas dan infrastruktur.
Pembangunan konektivitas dan infrastruktur dinilai sangat mendesak di wilayah ini untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang bisa dilakukan adalah pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru di kawasan Indopasifik.
Sinergi antara Master Plan on ASEAN Connectivity (MPAC) 2025 dan Belt and Road Initiative dinilai sebagai sebuah keniscayaan.
Presiden juga menyampaikan rencana penyelenggaraan Indo-Pacific Infrastructure and Connectivity Forum pada 2020. ”Kami mengundang China baik pemerintah maupun sektor swasta, untuk dapat hadir pada forum tersebut,” ujar Presiden Jokowi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menambahkan, setelah Garis Besar Indopasifik disepakati oleh para pemimpin ASEAN pada Juni lalu, saatnya kini merealisasikannya. Namun, untuk itu diperlukan kepemimpinan ASEAN, momentum, dan niat para mitra untuk mengimplementasikan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi yang memiliki daya tarik besar seperti konektivitas.
Hormati UNCLOS
Dalam kesempatan yang sama, Presiden Joko Widodo juga mengangkat isu lain, yakni pentingnya meningkatkan kepercayaan di antara negara-negara di kawasan Indopasifik. Kepercayaan menjadi kunci dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan termasuk di Laut China Selatan.
”Rasa percaya akan terwujud jika kita berkomitmen untuk mengutamakan dialog dan penyelesaian sengketa secara damai dan menghormati serta mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS 1982,” katanya.
Menurut dia, tahun ini, sepuluh negara ASEAN dan China telah menyepakati putaran pertama perundingan kode etik Laut China Selatan. Kemajuan dalam perundingan itu selaras dengan situasi di daerah-daerah yang disengketakan di Laut China Selatan yang tetap damai.
”Dengan cara ini rasa saling percaya antara ASEAN dan China dapat terjaga. Jika ini dilakukan, kemitraan ASEAN-China dalam tiga dekade ke depan akan menjadi pilar penting bagi stabilitas, perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indopasifik,” kata Presiden Jokowi.