Dugaan pengalokasikan dana desa ke sejumlah desa fiktif butuh pendalaman lebih lanjut. Kementerian Keuangan berkoordinasi dengan Kemendagri dan Kemendes PDTT tengah mendalami kasus itu.
Oleh
karina isna irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Skema penyaluran dana desa menjadi sorotan pasca-terungkapnya dugaan pengalokasian dana desa ke sejumlah desa fiktif. Sejumlah kalangan meminta pemerintah mengevaluasi secara serius penyalurannya. Pemerintah saat ini juga sedang mendalami kasus itu.
Selama ini laporan realisasi penyerapan dana desa diklaim tak bermasalah. Sejak dialokasikan tahun 2015, Kementerian Keuangan tak pernah melansir temuan laporan realisasi penyerapan dasa desa bermasalah. Permasalahan dana desa yang kerap mengemuka justru berkutat pada serapan anggaran.
Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan, dugaan pengalokasikan dana desa ke sejumlah desa fiktif butuh pendalaman lebih lanjut. Kementerian Keuangan akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
“Kami masih mendalami (dugaan desa fiktif) bersama Kemendagri dan Kemendes PDTT. Nanti disampaikan lebih lanjut,” kata Astera melalui pesan singkat kepada Kompas, Kamis (7/11/2019).
Kami masih mendalami (dugaan desa fiktif) bersama Kemendagri dan Kemendes PDTT. Nanti disampaikan lebih lanjut.
Alokasi dana desa terus meningkat dari Rp 20,8 triliun pada 2015 menjadi Rp 69,8 triliun pada 2019 dan Rp 72 triliun pada 2020 untuk sekitar 74.900 desa di Indonesia. Pada 2019, rata-rata setiap desa mendapatkan alokasi Rp 933,9 juta.
Sebelumnya, KPK mengungkap dugaan pengalokasian dana desa ke desa-desa yang diduga fiktif. Dugaan adanya desa-desa fiktif penerimaan dana desa itu sudah diketahui Kemendagri dan Kementerian Keuangan. KPK menyampaikan ada 56 desa fiktif.
Di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara terungkap ada 34 desa yang bermasalah, tiga desa di antaranya fiktif, sementara 31 desa lainnya, meskipun keberadaannya nyata, surat keputusan pembentukan desanya dibuat dengan tanggal mundur sebelum kebijakan moratorium dari Kemendagri.
Desa-desa tersebut diidentifikasi tidak sesuai prosedur karena menggunakan dokumen yang tidak sah sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah atas dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe tahun anggaran 2016 sampai dengan tahun anggaran 2018.
Pengelolaan dana desa dan alokasi dana desa ini sempat mendapat sorotan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam ikhtisar hasil pemeriksaan semester II-2018, BPK menemukan pembagian dan penyaluran dana desa oleh pemerintah kota/kabupaten yang tidak Berdasarkan basis data terbaru.
Selain itu, pemerintah kota/kabupaten tidak melakukan perhitungan indeks kesulitan geografis sebagai salah satu variabel untuk menghitung pengalokasian dana desa. Akibatnya, alokasi anggaran per desa menjadi lebih besar atau lebih kecil dari yang seharusnya diterima oleh desa. Hal itu karena pemerintah tidak melakukan pemutakhiran data.
Pendataan dan penyaluran
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng, berpendapat, pendataan desa menjadi sumber masalah pengalokasian dana desa ke sejumlah desa fiktif. Pendataan desa ini menjadi tanggung jawab Kemendagri sebagai pemberi nomor registrasi.
"Selain pendataan, proses evaluasi penyaluran dana desa juga patut dipertanyakan," ujarnya.
Selain pendataan, proses evaluasi penyaluran dana desa juga patut dipertanyakan.
Menurut Robert, saat ini skema penyaluran dana desa cukup ketat, tetapi celah penyelewengan masih ada. Dana desa disalurkan melalui tiga termin, 20 persen pada Januari, 40 persen pada Maret, 40 persen pada Juli.
Pencairan dana desa hanya bisa dilakukan apabila perangkat desa sudah melaporkan realisasi penyerapan anggaran termin sebelumnya. Laporan penyerapan anggaran bukan hanya realisasi angka, tetapi output kegiatan.
“Kalau skema penyaluran bertahap kemungkinan masalah ini terjadi kecil. Yang patut dipertanyakan apakah laporan realisasi penyaluran hanya formalitas,” kata dia.
Robert menambahkan, skema penyaluran dana desa secara sistem cukup baik. Namun, implementasi masih jadi masalah. Pemeriksaan laporan penyerapan dana desa masih lemah, atau bahkan tidak melalui proses pemeriksaan. Hal itu yang menyebabkan masalah penyaluran dana desa baru terungkap saat ini.