Para pihak dalam sengketa pers harus menghormati putusan Dewan Pers. Meneruskan sengketa pers ke pengadilan akan menjadi preseden buruk kebebasan pers Indonesia.
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
Para pihak dalam sengketa pers harus menghormati putusan Dewan Pers. Meneruskan sengketa pers ke pengadilan akan menjadi preseden buruk kebebasan pers Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Pada 22 Oktober 2019 Dewan Pers telah menjatuhkan putusan dan rekomendasi terkait pengaduan Kementerian Pertanian terhadap Majalah Tempo dalam pemberitaan “Investigasi Swasembada Gula Cara Amran dan Isam” edisi 9-15 September 2019 . Namun, meski mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan telah ditempuh sesuai Undang-Undang Pers, Kementerian Pertanian justru mengajukan gugatan kepada Tempo ke pengadilan.
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, gugatan tersebut didaftarkan Sabarman Saragih ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 18 Oktober 2019 dengan nomor perkara 901/Pdt.G/2019/PN JKT.SEL. Dalam kasus ini ada tiga pihak tergugat, yaitu PT Tempo Inti Media, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arif Zulkifli, dan Penanggung Jawab Berita Investigasi Majalah Tempo Bagja Hidayat.
Dalam gugatannya, Menteri Pertanian (waktu itu dijabat Amran Sulaiman) menuntut ganti rugi materiil senilai Rp 22.042.000 dan kerugian imateriil Rp 100 miliar dibayarkan langsung ke kas negara. Menteri Pertanian juga meminta majalah Tempo memohon maaf di Majalah Tempo dan surat kabar nasional selama 7 hari dengan ukuran setengah halaman. Di samping itu, Tempo juga diminta meletakkan sita jaminan terhadap Gedung Tempo yang terletak di Jalan Palmerah Barat Nomor 8 Jakarta Selatan.
Menteri Pertanian (waktu itu dijabat Amran Sulaiman) menuntut ganti rugi materiil senilai Rp 22.042.000 dan kerugian imateriil Rp 100 miliar dibayarkan langsung ke kas negara.
Sesuai Kode Etik Jurnalistik
Sebelumnya, Kementerian Pertanian sebenarnya telah mengadukan kasus ini ke Dewan Pers. Dalam Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Dewan Pers Nomor 45/PPR-DP/X/2019 tentang pengaduan Kementerian Pertanian terhadap Tempo, Dewan Pers telah memutuskan bahwa tidak ada itikad buruk dari teradu (Tempo) dalam pemberitaannya. Selain itu, berita teradu juga memenuhi prinsip keberimbangan sesuai Kode Etik Jurnalistik, antara lain dengan melakukan wawancara khusus dengan Menteri Pertanian dan pengusaha Andi Syamsuddin Arysad (Haji Isam).
Dari seluruh tulisan investigasi tersebut, Dewan Pers menemukan satu pelanggaran pada Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat, yaitu terkait informasi Rencana Tata Ruang Wilayah Bombana 2013-2033. “Kalimat Teradu yang menyebut ‘menabrak tata ruang’ tidak akurat, menggambarkan regulasi yang berlaku di lokasi perkebunan tebu Kecamatan Lantari Jaya, Bombana, yang menunjukkan dimungkinkannya dibuka perkebunan tebu di sana,” kata Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh dalam PPR Dewan Pers.
Karena pelanggaran tersebut, Dewan Pers merekomendasikan Tempo wajib memuat hak jawab dari pengadu secara proporsional, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah hak jawab diterima Tempo. Dewan Pers juga merekomendasikan pengadu (Menteri Pertanian) diminta memberikan hak jawab selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah PPR Dewan Pers diturunkan. Hak jawab dengan persetujuan para pihak dapat dilayani dalam format ralat, wawancara, profil, ficer, liputan, talkshow (unjuk bincang), pesan berjalan, komentar media, siber, atau format lain tetapi bukan dalam format iklan.
Preseden buruk kebebasan pers
Meski sudah turun rekomendasi Dewan Pers, Kementerian Pertanian tetap melanjutkan kasus ini ke meja hijau. “Jika gugatan ini diteruskan, maka kasus ini akan menjadi preseden buruk dalam sejarah kebebasan pers Indonesia karena Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai tidak menghormati mekanisme sengketa pers yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” kata Sekretaris Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Revolusi Riza, Kamis (7/11/2019) di Jakarta.
Penyelesaian sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers adalah langkah yang tepat sebagaimana diatur dalam UU Pers. Undang-Undang Pers merupakan lex specialis atau hukum yang lebih khusus terhadap Kitab Undang-Undang hukum Perdata dan juga terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sehingga, jika terjadi sengketa pemberitaan, maka peraturan yang digunakan adalah UU Pers.
Penyelesaian sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers adalah langkah yang tepat sebagaimana diatur dalam UU Pers.
Dalam UU Pers, mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan diatur dalam Pasal 5 ayat (2) melalui hak jawab. Sedangkan hak koreksi diatur dalam ayat (3). Selain itu, pelaksanaan Hak Jawab dan Hak Koreksi juga dapat dilakukan melalui ke Dewan Pers seperti yang diatur dalam Pasal 15 ayat [2] huruf d UU Pers.
“Salah satu fungsi Dewan Pers adalah memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers dan kemarin Dewan Pers telah melakukan hal itu dalam kasus sengketa pemberitaan antara Menteri Pertanian dengan Tempo,” kata dia.
Menyikapi hal ini, AJI mendesak Kementerian Pertanian mencabut gugatan yang diajukan atas nama Menteri Pertanian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sebab, jurnalis dan perusahaan media dalam melakukan kerja-kerja jurnalistik dilindungi UU Pers.
“Kami meminta Kementerian Pertanian menghormati putusan Dewan Pers dan menjalankan fungsi Hak Jawab seperti rekomendasi yang disampaikan Dewan Pers. Sekali lagi kami mengingatkan kepada pemerintah untuk menaati konstitusi yang menjamin kebebasan pers di Indonesia,” tambahnya.