Harga cabai saat ini mulai turun karena ada pasokan cabai dari Lombok, NTB. Beberapa daerah di Jawa Timur juga mulai panen. Pemerintah diharapkan bisa menjaga harga cabai saat panen raya agar tidak anjlok.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·4 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Sempat menyentuh harga tertinggi Rp 80.000 per kg pada Agustus, harga cabai rawit di tingkat pasar dan petani di Banyuwangi perlahan turun menjadi Rp 30.000 per kg. Sebelumnya harga tinggi karena pengaruh harga cabai yang anjlok pada awal tahun sehingga petani malas menanam cabai dan diperburuk cuaca panas yang membuat cabai rusak.
Harga cabai saat ini mulai turun karena ada pasokan cabai rawit dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Beberapa daerah di Jawa Timur juga mulai panen. Pemerintah diharapkan bisa menjaga harga cabai saat panen raya agar tidak anjlok.
Pantauan Kompas di Pasar Induk Banyuwangi, Kamis (14/11/2019), harga cabai rawit berada di kisaran Rp 30.000 per kg. Harga itu menurun drastis dibandingkan dengan harga sehari sebelumnya yang mencapai Rp 36.000 per kg. Sementara harga cabai merah besar cenderung stabil di angka Rp 16.000 per kg.
”Harga cabai rawit memang sempat tinggi sekitar tiga bulan yang lalu. Selama Agustus, harga cabai naik drastis antara Rp 70.000 per kg, bahkan sampai Rp 80.000 per kg. Padahal, bulan Juli hanya Rp 35.000 per kg sampai Rp 40.000,” ujar Waluyo, pedagang di Pasar Banyuwangi.
Ia mengakui, saat itu pasokan cabai memang berkurang. Ia, yang biasa mendapat pasokan cabai 15 kg per hari, saat itu mendapat tak lebih dari 5 kg per hari. Waluyo mencatat, baru pada akhir Agustus harga cabai turun di kisaran Rp 50.000 per kg dan turun menjadi Rp 40.000 per kg selama September. Pada bulan Oktober hingga pertengahan November, harga cabai fluktuatif antara Rp 35.000 dan Rp 40.000 per kg.
”Tingginya harga cabai pada Agustus karena kelangkaan cabai di pasaran. Kondisi itu terjadi karena enam bulan sebelumnya saat awal tahun harga cabai anjlok hingga Rp 3.000. Akibatnya, banyak petani enggan menanam dan merawat cabai,” tutur Wakil Ketua Asosiasi Agrobisnis Cabai Indonesia (AACI) Jawa Timur Nanang Tri Atmoko.
Bulan lalu, lanjut Nanang, harga cabai cenderung tinggi karena petani belum panen. Kondisi cuaca yang panas saat itu juga membuat banyak cabai yang rusak karena kekeringan. Kondisi ini yang menyebabkan pasokan cabai menipis sehingga harga cabai terdongkrak.
Hal itu dibenarkan Ahmad Jamali, petani cabai sekaligus Ketua Kelompok Tani Murni, Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi. Cuaca panas menyebabkan banyak petani cabai gagal panen karena 70 persen tanamannya rusak.
”Bulan September-Oktober seharusnya kami panen raya. Namun, karena cuaca yang sangat panas, ditambah angin kencang, panenan kami jadi rusak. Panas dan angin membuat debu naik ke atas sehingga menempel pada daun. Hal ini membuat daun menjadi keriting sehingga buah tidak maksimal karena rontok,” tuturnya.
Terkait dengan turunnya harga cabai di Banyuwangi, Ahmad mengatakan, hal tersebut karena suplai cabai dari Lombok, Nusa Tenggara Barat. Pasokan cabai dari Lombok merupakan hal yang wajar dan sudah sering terjadi.
Sementara Nanang yakin, minggu ini harga cabai rawit akan terus menurun. Saat ini, sejumlah sentra cabai di Jawa Timur, antara lain Blitar, Situbondo, Probolinggo, Malang, dan Kediri, akan memulai panen raya.
”Jumlah panenan juga diprediksi akan meningkat karena hasil tanam pertengahan tahun akan dipanen. Saat itu, harga cabai sedang tinggi-tingginya sehingga banyak petani tertarik menanam cabai,” ujarnya.
Saat itu, harga cabai sedang tinggi-tingginya sehingga banyak petani tertarik menanam cabai.
Dalam kondisi ini, Nanang khawatir harga jual akan anjlok. Ia berharap, pemerintah mampu mengendalikan agar harga terjaga di kisaran Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per kg. Ia berharap, kejadian pada awal tahun tidak terulang.
Harga jual cabai di tingkat petani yang di bawah Rp 10.000 per kg akan membuat petani malas menanam cabai. Hal itu berdampak pada kelangkaan cabai pada enam bulan kemudian. Siklus tahunan ini seharusnya dapat diputus apabila pemerintah mau dan mampu.
Dorong inflasi
Dalam berita resmi statistik yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur pada 2 September, cabai rawit menjadi salah satu komoditas yang mendorong terjadinya inflasi di Jawa Timur pada bulan Agustus. Saat itu, nilai inflasi pada Agustus 2019 di Jawa Timur mencapai 0,12 persen.
Kondisi berbeda terjadi pada Oktober 2019. Jawa Timur mengalami deflasi sebesar 0,02 persen. Berita resmi statistik yang diterbitkan BPS Jawa Timur pada 1 November menunjukkan, dari delapan kota Indeks Harga Konsumen di Jawa Timur, lima kota mengalami inflasi dan tiga kota mengalami deflasi.
Inflasi tertinggi di Kediri mencapai 0,32 persen, sedangkan deflasi tertinggi terjadi di Banyuwangi sebesar 0,09 persen. Banyuwangi sebagai salah satu sentra cabai di Jawa Timur ikut terbantu dengan adanya penurunan harga cabai.