Revitalisasi Taman Ismail Marzuki Dinilai Hanya Utamakan Aspek Komersial
Sebagian budayawan merasa tidak dilibatkan sejak awal dalam rencana revitalisasi Taman Ismail Marzuki di Jakarta. Beberapa dari mereka menilai proyek ini hanya mengedepankan aspek komersial.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian budayawan menilai revitalisasi Taman Ismail Marzuki melukai dan mengganggu kerja kreatif mereka. Beberapa dari mereka merasa tidak dilibatkan dalam rencana ini sejak awal. Konsep revitalisasi Taman Ismail Marzuki dianggap lebih mengutamakan aspek komersial daripada membangun kesenian Jakarta.
Sebagian budayawan merasa kecewa dengan rencana ini. Mereka ini terutama adalah kalangan yang selama ini berproses dan berkarya di Taman Ismail Marzuki (TIM). Mereka khawatir kehilangan tempat berkarya sejak TIM direvitalisasi. Sebab, konsep revitalisasi itu juga dinilai tidak menjawab kebutuhan dasar seniman.
”Salah satu idenya membangun pusat atau gedung komersial yang nanti hasilnya untuk membiayai TIM. Dari pemikiran kami, kegiatan komersial, kalau tidak melukai kesenian, akan mengganggu kerja kesenian,” kata budayawan Radhar Panca Dahana, Minggu (24/11/2019), kepada Kompas.
Akibat kekecewaan itu, para seniman kemudian mengundang Gubernur DKI Jakarta untuk menggelar diskusi dengan tema ”PKJ TIM Mau Dibawa ke Mana” pada Rabu (20/11/2019) di TIM. Diskusi itu dihadiri Deputi Gubernur DKI Jakarta Bidang Pariwisata dan Kebudayaan Dadang Solihin. Saat diskusi berlangsung, terjadi perselisihan antara kalangan seniman dan Dadang Solihin lantaran cara komunikasinya dianggap disampaikan dengan bahasa yang cenderung kasar dan terkesan mengintimidasi.
Dadang Solihin saat dihubungi terpisah mengatakan, dia menghadiri diskusi itu atas disposisi Gubernur Anies Baswedan. Dia juga membantah kalau saat diskusi berlangsung penjelasannya tentang konsep revitalisasi TIM disampaikan dengan nada kasar. ”Saya juga lagi batuk dan serak. Itu saya bilang diskusi ini mau dilanjutin enggak. Habis, itu kami ketawa bercanda,” katanya.
Investasi
Radhar menambahkan, pihaknya menolak revitalisasi TIM karena pendekatan revitalisasi itu mengutamakan aspek komersial. Padahal, pembangunan kesenian merupakan investasi nonmaterial dengan tujuan menciptakan manusia beradab dan berbudaya yang tolok ukurnya tidak bisa dinilai secara material.
Karena itu, kata Radhar, kerja kebudayaan jangan dianggap sebagai cost, tetapi harus dilihat sebagai investasi imaterial untuk membangun manusia yang tangguh, berintegritas, antikorup, dan toleran. Revitalisasi TIM harusnya mengutamakan penyediaan sarana dan prasarana pendukung yang memudahkan seniman untuk berkarya.
Selama ini, seniman kesulitan mengembangkan karyanya karena keterbatasan dana dan infrastruktur pendukung. ”Misalnya, buku asing di perpustakaan itu juga sangat minim. Padahal, seniman baru butuh referensi asing untuk meningkatkan kemampuannya,” katanya.
Tidak dilibatkan
Radhar menambahkan, konsep revitalisasi itu tidak menjawab kebutuhan seniman karena Pemerintah DKI sejak awal tidak mengajak seniman untuk berdiskusi. Ia mengakui, ada beberapa seniman yang diajak, tetapi para seniman itu tidak merepresentasikan suara mayoritas. Hal itu pula yang menyebabkan pendekatan revitalisasi TIM lebih condong bertujuan meningkatkan pendapatan.
”Meningkatkan pendapatan itu boleh-boleh saja, tetapi yang harus dipikirkan adalah kebudayaan yang menghasilkan karya-karya yang bisa berdampak materiil atau finansial. Agar kebudayaan menghasilkan itu, para seniman harus terlebih dahulu diurus,” ujarnya.
Sementara itu, direksi PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menampik tudingan bahwa revitalisasi TIM dilakukan untuk mendapatkan keuntungan materi. Jakpro adalah badan usaha milik daerah (BUMD) DKI Jakarta yang juga sebagai pelaksana proyek revitalisasi. Konsep yang diusung dari revitalisasi itu agar pembiayaan TIM nanti dilakukan secara mandiri. ”Memang yang disayangkan itu komunikasi dari Pak Deputi (Dadang Solihin) yang kurang tepat. Ini tujuannya untuk kebaikan bersama,” ujar Direktur Utama PT Jakpro Dwi Wahyu Daryoto.
Gubernur Anies Baswedan dalam unggahannya pada 4 Juli 2019 di akun Instagram @aniesbaswedan menyebutkan, untuk mewujudkan revitalisasi itu, dibutuhkan perencanaan yang matang. Karena itu, Anies menitipkan rencana revitalisasi itu kepada salah satu BUMD, PT Jakpro, dengan tujuan agar Jakarta memiliki pusat kebudayaan yang tak hanya dimanfaatkan untuk masyarakat Indonesia, tetapi masyarakat Asia hingga dunia.
Anies menjelaskan, revitalisasi TIM tidak hanya bertujuan membangun fisik, tetapi juga membangun ekosistem kebudayaan. ”Fisiknya untuk memfasilitasi, tetapi ekosistemnya juga mendukung pertumbuhan,” tulis Anies.