Didesak Warga, Kepala Desa Tanda Tangani Surat Penolakan Tambang Emas di Banyuwangi
Tambang emas di Tumpangpitu, Banyuwangi, kembali bergejolak setelah Kepala Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, menandatangani surat permohonan pencabutan izin usaha di Tumpangpitu.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS — Tambang emas di Tumpangpitu, Banyuwangi, kembali bergejolak setelah Kepala Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi, menandatangani surat permohonan pencabutan izin usaha di Tumpangpitu. Surat tersebut dibuat atas desakan warga setempat yang menolak keberadaan tambang di lingkungannya
Surat berkop surat Desa Sumberagung tersebut ditujukan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Surat tersebut ditandatangani Kepala Desa Sumberagung, Senin (25/11/2019).
Dalam surat tersebut, Vivin selaku kepala desa mendesak Gubernur Jawa Timur untuk mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT BSI nomor 188/928/KEP/429.011/2012 tanggal 7 Desember 2012 dan IUP PT DSI nomor P2T/83/15.01/V/2018 tanggal 17 Mei. Secara tegas, pencabutan tersebut ditarget selambat-lambatnya 30 hari sejak surat tersebut diterima.
PT BSI merupakan pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP-OP) seluas 4.998 hektar berdasarkan surat keputusan Bupati Banyuwangi Nomor 188/547/KEP/429.011/2012 tanggal 9 Juli 2012. Perusahaan itu telah beroperasi setidaknya tiga tahun terakhir.
Dihubungi dari Jakarta, Vivin mengaku menandatangani surat tersebut. Namun, hal itu ia lakukan atas desakan warga. ”Ini tekanan warga yang drafnya juga disiapkan (warga),” ujar Vivin ketika dihubungi Selasa (26/11/2019).
Vivin menjelaskan, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 08.00. Balai Desa Sumberagung dipenuhi 500-an warga. Warga bahkan masuk ke dalam ruang-ruang balai desa. Vivin sempat meminta perwakilan warga bertemu dengannya. Namun, tawaran itu ditolak.
Warga menuntut Vivin selaku kepada desa untuk menandatangani surat permohonan pencabutan IUP. Vivin mengaku dirinya sempat menolak.
”Setelah itu ada sedikit gesekan. Lalu ada warga yang mengatakan, ’kalau Bu Kades tidak mau. Bu Kades harus ikut kami ke BSI (PT Bumi Suksesindo). Kita demo sampai BSI tutup’,” ujar Vivin menirukan perkataan warga.
Gesekan antara perusahaan tambang di Tumpangpitu tidak hanya sekali ini terjadi. Pada tahun 2011, warga membakar kantor dan fasilitas tambang yang saat itu masih dikelola oleh PT Indo Multi Niaga (IMN). Vivin khawatir gesekan akan terulang lagi. ”Saya harus segera ambil langkah. Saya tanda tangan draf yang sudah dibuatkan warga,” ungkapnya.
Hidayat, salah satu warga Pesanggaran yang ikut dalam aksi di Balai Desa Sumberagung, mengatakan, aksi tersebut didasari semangat warga yang tidak ingin lingkungan hidupnya rusak akibat tambang. Sebagian besar warga sejak awal memang tidak menghendaki ada aktivitas tambang.
”Penolakan terhadap aktivitas tambang karena warga tidak mau lingkungan hidupnya ditambang. Aksi ini kami lakukan karena kami tahu PT BSI ingin memperluas kawasan tambang,” ujarnya.
Terkait dengan munculnya surat permohonan penghentian operasional perusahaan yang ditandatangani oleh Kepala Desa (Kades) Sumberagung, PT BSI menghormati setiap perbedaan pendapat yang ada di masyarakat. Hal itu disampaikan dalam rilis PT BSI yang diterima Kompas, Rabu (27/11/2019).
Penolakan terhadap aktivitas tambang karena warga tidak mau lingkungan hidupnya ditambang. Aksi ini kami lakukan karena kami tahu, PT BSI ingin memperluas kawasan tambang.
”PT BSI telah memenuhi seluruh kewajiban perizinan dan lisensi dari pemerintah. Surat yang dikeluarkan Kades Sumberagung membuat kami prihatin karena tidak mencerminkan kondisi mayoritas masyarakat, di mana hanya didasarkan pada tuntutan dari sebagian kecil masyarakat. Sementara selama ini, kami dengan Kades Sumberagung melakukan koordinasi secara rutin berdasarkan komunikasi yang terbuka dan saling menghormati,” tulis Communication Affairs Manager PT Bumi Suksesindo Teuku Mufizar Mahmud.
Mufizar menjelaskan, secara ekonomis kegiatan PT BSI telah memberikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat, baik secara langsung maupun melalui pemerintah. Karena itu, penghentian kegiatan operasi akan berpotensi merugikan pihak-pihak yang selama ini mendapatkan manfaat dari keberadaan perusahaan.
PT BSI telah memenuhi seluruh kewajiban perizinan dan lisensi dari pemerintah.
PT BSI, lanjut Mufizar, mempekerjakan lebih dari 2.400 tenaga kerja. Sebanyak 64 persen karyawan atau sekitar 1.500 karyawan merupakan warga Banyuwangi yang 42 persennya berasal dari wilayah Kecamatan Pesanggaran.
PT BSI mengklaim perusahaannya menerapkan sistem ramah lingkungan dengan mengolah lindi dari biji ore untuk proses pemisahan ore kembali. Pelataran pelindian juga akan ditutup dan direvegetasi di akhir proyek pelindian.