Dua Tahun, 11.651,8 Kg Limbah Elektronik Terkumpul
Di perkotaan, seperti di Jakarta, penggunaan barang elektronik sangat umum dan banyak. Saat masa pakai usai, limbah elektronik yang termasuk limbah berbahaya ini pun menumpuk. Pengolahan yang tepat dibutuhkan.
Oleh
Helena F Nababan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Untuk mengurangi pencemaran udara, air, dan tanah karena pembuangan limbah elektronik, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta menyiapkan tempat pengumpulan sampah elektronik. Dalam dua tahun pengumpulan, sebanyak 11.561,8 kg sampah atau limbah elektrik (e-waste) berhasil dikumpulkan dan akan disalurkan ke industri daur ulang.
Andono Warih, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Rabu (11/11/2019), menjelaskan, limbah elektronik (e-waste) merupakan barang atau peralatan elektrik dan elektronik yang sudah usang, sudah berakhir daur hidupnya, dan tidak lagi memberikan nilai atau manfaat bagi pemilikinya. E-waste dapat bersumber, baik dari rumah tangga maupun dari hasil kegiatan usaha, seperti dari perkantoran, sekolah, hotel, dan apartemen.
Di perkotaan, mayoritas warga tidak bisa terlepas dari peralatan elektronik. Sementara untuk peralatan elektronik itu ada saatnya barang-barang elektronik tersebut tidak lagi berfungsi atau rusak atau sudah tidak diinginkan lagi oleh pemiliknya sehingga potensi e-waste yang dihasilkan akan sangat tinggi.
Yang belum banyak disadari oleh masyarakat pada umumnya, lanjut Andono, limbah elektronik tersebut menyimpan potensi bahaya yang berasal dari kandungan logam-logam berat di dalamnya. Itu dapat mengancam terjadinya pencemaran lingkungan ataupun ganggguan kesehatan manusia.
Apalagi, imbuh Andono, ada dugaan banyak praktik yang salah dalam pengelolaan e-waste yang dilakukan pihak tertentu untuk mendapatkan logam-logam mulia yang berada dalam e-waste. Hal ini menyebabkan potensi pencemaran lingkungan yang terjadi di wilayah DKI Jakarta, baik itu pencemaran air, udara maupun media tanah.
”Karena adanya potensi tersebut, limbah elektronik tergolong dalam limbah berbahaya dan beracun (limbah B3). Oleh sebab itu, limbah elektronik penanganannya tidak bisa diperlakukan sama dengan sampah anorganik lainnya,” kata Andono.
Sebagai antisipasi, Dinas Lingkungan Hidup berupaya mengatasi pencemaran karena limbah elektronik itu. Caranya, Dinas LH membuat Gerakan Pengumpulan E-waste. Gerakan yang mulai pada 2017 itu dimulai dengan melakukan edukasi dan pengumpulan limbah elektronik dari rumah tangga.
Pengumpulan sampah elektronik dilakukan Dinas Lingkungan Hidup melalui sejumlah cara. Limbah elektronik dikumpulkan di tiap wilayah kecamatan oleh Kasatpel LH Kecamatan, mendistribusikan dropbox limbah elektronik di ruang publik dan kantor-kantor, dan mengadakan layanan jemput.
Pengumpulan e-waste dilakukan Dinas Lingkungan Hidup melalui sejumlah cara. E-waste dikumpulkan di tiap wilayah kecamatan oleh Kasatpel LH Kecamatan, mendistribusikan dropboxe-waste di ruang publik dan kantor-kantor, dan mengadakan layanan jemput.
Untuk pendistribusian dropbox e-waste, lanjut Andono, Dinas LH menyiapkan dropbox 3 unit di balai kota, 2 unit di kantor Wali Kota Jakarta Utara, 2 unit di kantor Wali Kota Jakarta Barat, 2 unit di kantor Wali Kota Jakarta Selatan, dan 2 unit di kantor Wali Kota Jakarta Timur.
Selain itu Dinas LH juga menyiapkan 8 unit dropbox di kantor Kecamatan dan Kelurahan Tebet, 7 unit di Kantor Kecamatan dan Kelurahan Kebon Jeruk, 1 unit di Lab LLHD Provinsi DKI Jakarta, 2 unit di Perusahaan Swasta, 1 unit di Sekolah, 10 unit di halte Transjakarta, 1 unit di Stasiun Kereta Api, juga ada di komunitas.
”Namun masyarakat juga bisa mengajukan permohonan layanan jemput e-waste melalui laman dinas: https://lingkunganhidup.jakarta.go.id/,” kata Andono.
Dari pengumpulan selama dua tahun, jumlah e-waste yang terkumpul sebanyak 11.561,8 kg. Pada 2018 sebanyak 209,85 kg dan pada 2019 11.352 kg.