Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, membangun pabrik aspal dengan campuran karet jenis lateks yang ditargetkan beroperasi awal 2020. Pabrik ini diharapkan memperbaiki harga karet di tingkat petani.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
SEKAYU, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, membangun pabrik aspal dengan campuran karet berjenis lateks yang ditargetkan beroperasi awal 2020. Kehadiran pabrik diharapkan memperbaiki harga karet di tingkat petani selama tujuh tahun terakhir.
Sekretaris Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Apriyadi, Rabu (11/12/2019), mengatakan, pabrik tersebut dibangun atas kerja sama Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin bersama Pusat Penelitian Karet di Bogor dan PT Jaya Trade Indonesia. ”Ini dilakukan guna menjawab kegelisahan petani akibat harga karet yang belum membaik,” katanya.
Pembangunan pabrik sudah dicanangkan sejak akhir tahun lalu saat Pemkab Musi Banyuasin membangun jalan dengan campuran karet di Desa Mulyo Rejo, Kecamatan Sungai Lilin, sepanjang 465 meter. Saat itu digunakan sekitar 600 ton campuran aspal karet dengan 8,49 ton di antaranya karet alam berteknologi campuran serbuk karet alam teraktivasi (SKAT). Total anggaran yang dikeluarkan mencapai Rp 1,8 miliar (Kompas, 13/10/2018).
Hasil yang diperoleh cukup baik karena aspal dengan campuran karet juga lebih fleksibel dan tahan lama dibandingkan aspal biasa. ”Atas dasar ini, kami memutuskan untuk membuat pabrik,” katanya.
Apriyadi menerangkan, dalam proses pembuatan pabrik, Pemkab hanya menyediakan lahan dan bangunan dengan dana sekitar Rp 3 miliar. Adapun pengadaan peralatan dan teknologi disediakan PT Jaya Trade Indonesia dan Puslit Karet di Bogor. ”Peralatan saat ini sedang dalam perjalanan, ditargetkan akhir minggu ini tiba,” katanya.
Saat tiba nanti, ujarnya, pabrik tersebut akan menjalani proses uji coba operasional. Ditargetkan akhir tahun ini proses pembangunan pabrik selesai dan pada pekan kedua Januari 2020 sudah beroperasi.
Apriyadi menjelaskan, untuk tahap awal, pabrik berkapasitas 5 ton aspal per hari ini akan memproduksi aspal bercampur karet jenis lateks untuk kebutuhan di Musi Banyuasin sendiri. Sebagai langkah awal, akan diproduksi 25 ton aspal dengan campuran karet berkisar 7-12 persen.
Produksi aspal akan disesuaikan dengan kebutuhan dari program Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Musi Banyuasin. ”Kalau sudah berjalan baik, baru akan kami coba untuk dipasarkan di luar kabupaten,” ucapnya.
Dia menuturkan, selama ini pasokan aspal untuk memenuhi program aspal karet di Musi Banyuasin masih didatangkan dari Lampung. Padahal, ke depan, program aspal karet akan dilakukan kian masif.
Saat ini saja, pemerintah sedang membangun jalan dengan aspal karet di ruas jalan ibu kota Kabupaten Musi Banyuasin, Sekayu, senilai Rp 20 miliar. Namun, aspal masih didatangkan dari Lampung. ”Karena itu, kami mencoba untuk mendekatkan pabrik dengan lokasi bahan baku,” katanya.
Dengan adanya pabrik ini, lanjut Apriyadi, pemerintah juga akan mewajibkan semua proses perawatan dan peningkatan kualitas jalan di Musi Banyuasin menggunakan aspal karet. Hal ini juga untuk menunaikan instruksi Kementerian Dalam Negeri, yakni pemerintah daerah harus menggunakan aspal karet dalam peningkatan kualitas jalan.
Kepala Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Banyuasin Iskandar Syahrianto menuturkan, untuk pasokan bahan baku berupa lateks, sejak dua bulan lalu, pihaknya juga telah melatih petani karet untuk menyadap dalam bentuk lateks. Sejauh ini sudah ada 15 unit pengolahan dan pemasaran bokar (UPPB) di tujuh kecamatan yang dilatih untuk mengelola karet jenis lateks.
Iskandar menuturkan, sebenarnya kebiasaan membuat lateks tidak asing bagi petani karet Musi Banyuasin. Pada generasi pertama penanaman karet di Sembawa dan Musi Uluan, petani sudah biasa menggunakan lateks. ”Jadi, tidak sulit untuk melatih kembali mereka mengolah karet dalam bentuk lateks,” katanya.
Salah satu UPPB di Kecamatan Keluang juga telah menerima mesin sentrivius yang digunakan untuk mengolah lateks agar dapat digunakan di tingkat pabrikan. ”Dengan mesin ini, lateks bisa langsung digunakan dalam jangka waktu dua hari. Kalau menggunakan cara konvensional butuh waktu hingga 20 hari,” katanya.
Sudah ada 15 unit pengolahan dan pemasaran bokar (UPPB) di tujuh kecamatan yang dilatih untuk mengelola karet jenis lateks.
Iskandar mengatakan, selain untuk aspal, lateks juga bisa digunakan untuk pembuatan sarung tangan medis atau perekat. ”Harga lateks juga jauh lebih baik karena bisa mencapai Rp 22.000 per kilogram. Berbeda dengan karet padat yang sekarang kurang dari Rp 9.000 per kilogram,” katanya.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian mengatakan, pembangunan pabrik aspal karet di Musi Banyuasin merupakan langkah awal yang baik untuk mewujudkan proses hilirisasi produk. Hanya saja, perlu banyak pengembangan agar pabrik berjalan baik.
Salah satunya, mengubah budaya petani karet di Sumsel yang biasanya menggunakan karet padat menjadi lateks. Rudi menyarankan, pengelolaan lateks dilakukan dengan sistem kluster karena pasarnya masih terbatas. ”Petani baru akan mengubah budaya itu jika memang harga jualnya tinggi,” ujarnya.