Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono mengajak umat Kristiani menghayati kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat dengan berbagi kebaikan kepada sesama
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS – Uskup Purwokerto Mgr Christophorus Tri Harsono mengajak umat Kristiani menghayati kelahiran Yesus Kristus Sang Juruselamat dengan berbagi kebaikan kepada sesama. Berbagi kebaikan tidak hanya kepada sesama umat Kristiani, tapi juga kepada mereka yang berkeyakinan lain untuk mewujudkan kedamaian di bumi.
“Berbagilah kasih, berbagilah damai, berbagilah ampun, dan tentu berbagi kebahagiaan. Syukur saat ini Natal, mari kita bagikan kebahagiaan kepada orang-orang yang membutuhkan, bukan hanya pesta kita, apa pun, berbagi yang baik,” kata Christophorus saat menyampaikan khotbah dalam Perayaan Malam Natal di Gereja Katolik Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (24/12/2019) malam.
Christophorus menyampaikan, dalam setiap kesempatan hendaknya semua umat Kristiani mau berbagi kebaikan, bukan perpecahan. “Mari Saudara-saudari terkasih kita bersama dengan Natal ini membuktikan setiap Natal, setiap apa saja dalam Tuhan, kita harus berani berbagi apapun terutama kebaikan, bukan berbagi suatu perpecahan atau sesuatu yang tidak baik karena memang Allah hadir,” tuturnya.
Menurut Christophorus, kebaikan dan kebahagiaan juga perlu dibagikan kepada siapapun termasuk mereka yang membenci atau sering menyakiti umat beriman. “Kita tidak usah menuntut apapun kepada siapapun juga, tapi sebaliknya kita melayani, berbagi, berbuat baik kepada yang lain. Bahkan yang menyusahkan, yang menyakitkan, bahkan yang sungguh-sungguh kadang kala menghambat kehidupan keimanan kita. Kita harus berbuat baik, mengampuni, dan memberikan inilah terang Natal bagi kehidupan,” paparnya.
Christophorus juga mengajak umat Kristiani untuk menjadi sahabat bagi semua orang. Artinya mau bersahabat dengan siapapun, tidak ada batas-batasnya. “Semua orang berarti tidak ada batas-batasnya, mau agama apapun, ras apapun, orang berdosa-tidak berdosa, orang kaya-orang miskin, di hadapan Allah sama semua,” katanya.
Bersahabat, lanjut Christophorus, artinya menerima kekurangan kelemahan siapapun juga yang ada di luar diri kita. “Kalau kita punya sahabat harus menerima kelebihan dan kekurangannya. Kalau hanya mau kelebihannya atau enaknya saja, itu bukan sahabat,” ujarnya.
Selain itu, bersahabat juga menghargai perbedaan. “Toleransi itu jangan mencari kesamaan. Anda akan kecewa. Semua nanti ga sama, nanti Anda kecewa. Paling bagus adalah menerima realita perbedaan orang lain. Inilah toleransi sejati,” papar Christophorus.
Toleransi itu jangan mencari kesamaan. Anda akan kecewa. Semua nanti ga sama, nanti Anda kecewa. Paling bagus adalah menerima realita perbedaan orang lain. Inilah toleransi sejati
Pastor Michael Sheko Swandi Marlindo, Pr yang mendampingi Uskup Christophorus dalam perayaan Ekaristi Malam Natal, mengatakan, umat Kristiani hendaknya memberikan damai kepada sesama. “Bapak Uskup tadi mengatakan, tidak usah berharap mendapat selamat, tugas kita membagikan selamat, membagikan damai,” kata Sheko.
Sheko juga menyebutkan, pada rangkaian perayaan Natal 2019 ini, umat juga diajak untuk mengumpulkan sampah plastik untuk kemudian dijadikan pohon Natal berbahan ecobrick. Meski ada ditemukan botol plastik yang diisi plastik baru, ini menjadi kritik dan juga masukan bahwa hendaknya sikap yang dibangun adalah peduli lingkungan, dan tidak membuat sampah. “Kita sudah mulai peduli dengan lingkungan,” tutur Sheko.
Sebelumnya, Ketua Panitia Natal Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto Ignatius Heru Santosa menyampaikan, pohon Natal ecobrick dibangun dengan ketinggian 6 meter dan diameter bagian bawah 4 meter. Diperlukan ecobrick sebanyak 3.000 buah atau menyerap sampah plastik seberat 6 kuintal. Sebanyak 2.000 ecobrick untuk pohon Natal dan sisanya untuk goa Natal serta ornamen hiasan.
Pastor Kepala Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto Sulpicius Parjono, Pr menegaskan, gerakan pembuatan ecobrick bagi pohon Natal ini merupakan wujud dari pertobatan ekologis untuk menyelamatkan lingkungan. “Ini bentuk pertobatan umat Katolik. Kalau mau bertobat, perlu mengubah kehidupan, mengubah cara hidup dari yang biasanya senang pakai plastik, misalnya belanja pakai plastik, sekarang tidak lagi. Kalau harus menggunakan plastik, harus berani mengelola, jangan mencemari bumi,” kata Parjono,(KOMPAS, Senin, 16 Desember 2019).