Memilah Sampah, Merangkai Pohon Natal
Dengan sentuhan kreativitas dan semangat kebersamaan, sampah plastik yang sering jadi momok dan mencemari lingkungan bisa dimanfaatkan menjadi pohon natal yang megah dan indah.
Sejumlah murid kelas V dan VI SD Karitas Purwokerto duduk bersila di kelas. Yang laki-laki sibuk menggunting plastik bekas dari kemasan minuman dan mi instan. Sedangkan yang perempuan merangkai plastik menggunakan jarum dan benang kasur.
Limbah plastik dipilah, dikumpulkan, lalu dirangkai menjadi ”dedaunan” untuk pohon natal.
”Saya mengumpulkan sampah plastik bungkus kopi dan biskuit. Di rumah papa suka minum kopi,” kata Velvita Candra Dewi (10) siswi kelas VI, Selasa (17/12/2019), di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah.
Baca juga: Merawat Bumi, Merajut Kebersamaan
Velvita sudah sebulan lebih mengumpulkan sampah plastik di rumah. Sampah yang biasanya dibuang lalu diangkut tukang sampah di rumahnya, kini dipilahnya.
Ternyata sampah ini bisa dipakai untuk barang kerajinan dan untuk menghias pohon natal.
Sampah plastik dipisahkan, lalu dikumpulkan dalam satu kantong plastik keresek dan kemudian dibawa ke sekolah. ”Ternyata sampah ini bisa dipakai untuk barang kerajinan dan untuk menghias pohon natal,” tuturnya.
Dalam satu rangkaian benang kasur sepanjang 1 meter, terdapat sedikitnya 15 plastik bekas kemasan kopi ukuran bobot 15 gram. Benang itu dikaitkan dengan jarum ukuran besar untuk memudahkan proses merangkai plastik yang satu dengan lainnya. ”Pelan-pelan merangkainya supaya jari tidak tertusuk jarum,” kata Maria Hubertha Putri (11), siswi kelas VI lainnya.
Baca juga: Gemerlap Pohon Natal dari Barang Daur Ulang
Filia Fiorenzia Wicaksono (11), siswi kelas VI rekan Hubertha, menyampaikan, merangkai sampah plastik bekas kemasan minuman dan mi instan perlu kesabaran dan ketelitian supaya rapi. ”Sampah plastik, kan, sulit terurai, maka ini dimanfaatkan jadi kerajinan,” katanya.
Baik Velvita, Maria, maupun Filia mengaku tidak jijik saat memilih dan memilah sampah di rumah. Mereka justru senang bisa ambil bagian dalam mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah plastik. ”Enggak jijik karena sampah ini, kan, kering dan bisa dibersihkan,” ujar Filia.
Di sisi lain, sejumlah siswa laki-laki asyik mengguntingi plastik untuk kemudian dimasukkan ke dalam botol. Mereka memproduksi ecobrick untuk dijadikan kursi. ”Waduh, susah ini, guntingnya tidak tajam,” celetuk Micael Rafel Titan (10), siswa kelas V, sambil menarik-narik plastik yang terjepit di mulut gunting.
Kepala SD Karitas Purwokerto Maryatun mengatakan, kegiatan ini digelar untuk menanamkan kepedulian pada lingkungan pada diri anak-anak sejak dini. ”Kami mencoba mengajari anak-anak bagaimana menyelamatkan bumi kita ini dari limbah plastik,” kata Maryatun.
Anak-anak diimbau untuk mengumpulkan dan membawa sampah plastik yang ada di rumahnya untuk membuat pohon natal setinggi 8,6 meter dan diameter 4 meter. ”Kita tidak hanya berhenti di sini saja, jadi pohon natal. Setelah pohon natal ini dibongkar, nanti limbah plastik ini akan diolah jadi ecobrick untuk bahan membuat bangku sekolah,” tutur Maryatun.
Tidak hanya anak-anak dan guru yang antusias membuat pohon natal berbahan limbah plastik ini, orangtua siswa pun aktif berpartisipasi membantu mengumpulkan serta memasang limbah plastik di tubuh pohon natal. Bahkan, cerminan kerukunan umat beragama terpancar dari kerja sama dari salah satu orangtua siswa yang beragama Islam. ”Sebagai Muslim, saya harus mewujudkan Islam itu bisa bergaul di kalangan mana saja. Kebetulan anak saya sekolah di sini. Suami saya Katolik, saya Muslim, begitu,” kata Endah Karyati (42).
Baca juga: Berlayar 120 Jam demi Kerinduan
Bersama orangtua siswa lainnya, Endah tidak canggung ikut merangkai untaian sampah plastik pada kerangka pohon natal yang terbuat dari bambu. Endah tertawa gembira bercanda bersama guru dan rekan-rekan orangtua siswa lainnya.
”Kita sebagai Muslim, toleransinya harus kuat. Apalagi, kita, kan, Pancasila. Sila ketiga itu Persatuan. Islam itu indah dan bisa bergaul di mana saja dan kalangan mana saja,” papar Endah yang mengapresiasi upaya pengolahan limbah sampah secara kreatif ini.
Pohon natal ”ecobrick”
Tidak hanya di SD Karitas Purwokerto, semangat mengolah sampah plastik menjadi pohon natal juga digiatkan umat Katolik Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto.
Kalau harus menggunakan plastik, harus berani mengelola. Jangan mencemari bumi.
Dari 3.000 ecobrick yang dikumpulkan, terdapat 6 kuintal sampah plastik yang dimanfaatkan. Gerakan ini merupakan wujud dari pertobatan ekologis untuk menyelamatkan lingkungan.
”Ini bentuk pertobatan umat Katolik. Kalau mau bertobat, perlu mengubah cara hidup dari yang biasanya senang pakai plastik, sekarang tidak lagi. Kalau harus menggunakan plastik, harus berani mengelola. Jangan mencemari bumi,” kata Pastor Kepala Paroki Katedral Kristus Raja Purwokerto Sulpicius Parjono, Pr.
Parjono menyampaikan, di Gereja Katedral terdapat 1.300 keluarga umat Katolik. Setiap keluarga diajak untuk menyerahkan 3 botol berisi plastik sampah dalam botol minuman berukuran 600 mililiter.
Dari jumlah total, panitia menargetkan terkumpul 3.000 ecobrick dengan berat minimal masing-masing 200 miligram sampah plastik. Sebanyak 2.000 botol ecobrick dialokasikan untuk pembuatan pohon natal dan 500 ecobrick dipakai untuk pembuatan goa natal. Adapun sisanya untuk hiasan dan ornamen.
Dari catatan Kompas (Kompas.id, 7 Desember 2019), di Banyumas, jumlah keluarga pada 2018 mencapai 456.510 dan sampah yang dihasilkan sebesar 535.965 kilogram per hari. Adapun sampah di luar rumah tangga setiap hari mencapai 10-15 ton. Rata-rata per hari jumlah sampah di Banyumas berkisar 550-600 ton per hari. Pemerintah daerah mendorong pengelolaan sampah dilakukan di tingkat desa dan kecamatan.
Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Novrizal Tahar, Sabtu (7/12/2019), di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, menyebutkan, persoalan sampah di Indonesia itu multidimensi. ”Bukan hanya persoalan teknis dan struktural saja, melainkan ada dimensi sosial, kultural, dan politik. Secara umum kapasitas pemerintah daerah di Indonesia dalam pengelolaan sampah baru 32 persen. Kemudian, indeks perilaku tidak peduli orang Indonesia terhadap sampah itu 72 persen,” kata Novrizal.
Dengan sentuhan kreativitas dan semangat kebersamaan, sampah plastik yang sering jadi momok dan mencemari lingkungan bisa dimanfaatkan menjadi pohon natal yang megah juga indah. Rangkaian sampah plastik yang melingkupi pohon natal itu pun mencerminkan kesatuan serta gotong royong umat manusia yang peduli pada masa depan bumi yang lebih baik.