Pemerintah Kebut Penyusunan Naskah Akademik ”Omnibus Law”
Undang-undang ”omnibus law” atau sapu jagat diharapkan menjadi solusi penyederhanaan aturan di Indonesia. Karena itu, pemerintah sedang menyelesaikan naskah akademik dan draf dua rancangan undang-undang itu.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memastikan bahwa penyusunan naskah akademik dan draf dua rancangan undang-undang omnibus law atau RUU sapu jagat tuntas pada akhir 2019. Menurut rencana, keduanya akan diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat pada Januari 2020.
Penyusunan naskah akademik dan draf Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Lapangan Kerja serta RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian saat ini masih berlangsung. Sementara ini, tidak ada kendala berarti selama penyusunan, termasuk soal pertentangan kepentingan pengusaha dan buruh.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly menyampaikan, penyusunan naskah akademik dan draf RUU itu membutuhkan kecermatan. Sebab, metode omnibus law pada dua RUU itu akan menyinkronkan 74 undang-undang dengan 11 kluster pembahasan, antara lain mengenai perizinan, tata ruang, investasi, dan ketenagakerjaan.
”Soal omnibus law itu sudah jelas, naskah akademik dan draf RUU-nya selesai akhir tahun ini. Pada Januari 2020, kami akan serahkan ke DPR pada kesempatan pertama masa sidang mendatang. Presiden juga akan mengirimkan surpres (surat presiden),” tutur Yasonna seusai refleksi akhir tahun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia di Jakarta, Jumat (27/12/2019).
Sebelum penyerahan, kata Yasonna, pemerintah akan berkomunikasi dengan DPR agar agenda pembahasan kedua RUU itu benar-benar diprioritaskan. Selain itu, perlu ada penyusunan jadwal yang jelas terkait pembahasan RUU omnibus law.
Sebab, sejumlah agenda prioritas itu harus dikerjakan dalam waktu cepat. Hal itu juga menjadi dasar pemilihan metode omnibus law untuk menyinkronkan puluhan undang-undang yang sudah ada dan substansinya saling tumpang tindih. ”Kami berharap, pembahasan di DPR nanti paling lambat selama satu semester,” ujarnya.
Baik RUU Cipta Lapangan Kerja ataupun RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020 atas usul pemerintah. Selain kedua RUU tersebut, ada dua omnibus law lain dalam Prolegnas Prioritas 2020, yaitu RUU tentang Ibu Kota Negara yang diusulkan pemerintah serta RUU tentang Kefarmasian yang diusulkan DPR.
Namun, DPR menunda pengesahan Prolegnas Prioritas 2020 yang semestinya disahkan bersamaan dengan Prolegnas Jangka Menengah 2020-2024 pada rapat paripurna terakhir di masa sidang pertama tahun 2019. Rapat paripurna tersebut digelar pada 17 Desember 2019.
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan, pengesahan ditunda karena belum ada surpres atas RUU omnibus law yang diusulkan pemerintah. Prolegnas Prioritas 2020 akan segera disahkan setelah penyerahan surpres.
Tanpa kelengkapan tersebut, kata Puan, DPR belum bisa memahami konsep yang akan diajukan pemerintah, apalagi membahasnya. Meski demikian, ia memaklumi, omnibus law merupakan terobosan baru dalam legislasi nasional. Oleh karena itu, perlu pembahasan yang komprehensif sebelum diajukan ke DPR.
Sementara itu, Ketua Panitia Kerja Omnibus Law dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Rieke Diah Pitaloka membenarkan, persiapan pembahasan omnibus law belum dilakukan. Bahkan, DPR juga belum menentukan siapa yang akan membahas RUU omnibus law kelak.
Adapun pembahas RUU omnibus law akan ditentukan melalui rapat Badan Musyawarah DPR setelah pemerintah menyerahkan surpres, naskah akademik, dan draf RUU.