Ada Suap dan Pencucian Uang dalam Pembelian Pesawat Garuda
Oleh
Riana A Ibrahim
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Setelah menjalani penyidikan hampir dua tahun, bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar akhirnya menghadapi sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan. Emirsyah dijerat dengan pasal penerimaan suap melalui bekas Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo yang mencapai Rp 46 miliar dengan beragam mata uang dan tindak pidana pencucian uang.
Hal ini diungkap tim jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (30/12/2019). Dari dakwaan itu, penerimaan suap lewat Soetikno itu berasal dari Airbus S.A.S, Rolls-Royce Plc, Avions de Transport Regional, dan Bombadier Canada yang bergerak di bidang pengadaan dan perawatan mesin pesawat.
Adapun rinciannya, sebesar 680 ribu dollar Amerika Serikat dari Rolls-Royce Plc untuk pengadaan mesin RR Trent 700 untuk 6 unit pesawat Airbus A330-300 milik PT Garuda Indonesia dan 4 (unit pesawat yang disewa dari AerCAP dan International Lease Finance Corporation (ILFC).
“Uang dikirim ke rekening Summerville Pasific di Union Bank of Switzerland yang diketahui milik Soetikno, lalu diteruskan ke rekening Woodlake International di UBS juga. Woodlake International ini merupakan perusahaan terdakwa,” ujar jaksa Wawan Yunarwanto.
Selanjutnya, sebesar 1,02 juta euro dari Airbus untuk pengadaan 11 unit pesawat Airbus A330-300 yang juga dikirimkan ke rekening Woodlake International. Masih dari Airbus untuk pembelian 10 unit pesawat jenis Airbus A330 dan 25 unit Airbus A320 untuk PT Citilink Indonesia, fee diterima Emirsyah dalam bentuk pelunasan pembayaran 1 unit rumah di Jalan Pinang Merah II Blok SK No.7-8 kepada Istiningdiah Sugianto yang jumlahnya mencapai Rp 5,79 miliar.
Kemudian, ada penerimaan sebesar 1,18 juta dollar Singapura dari Avions de Transport Régional (ATR) melalui Connaught International terkait pengadaan 21 pesawat ATR 72 seri 600, serta 200 ribu dollar AS dari Bombardier Canada.
Emirsyah juga disebut menerima fasilitas dari Soetikno berupa penginapan di villa yang berada di Bulgary Hotel Bali yaitu total sebesar Rp 69,7 juta, serta jamuan makan malam di Four Seasons Hotel dan penyewaan jet pribadi untuk perjalanan Bali ke Jakarta seharga 4.200 dollar AS.
Pencucian uang
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Yanto ini, jaksa juga mengungkap suap yang diterima Emirsyah selanjutnya dialihkan sehingga terindikasi tindak pidana pencucian uang. Antara lain, transfer selama ini menggunakan rekening Woodlake International, rekening istri, dan kerabat. Kemudian menitipkan uang 1,45 juta dollar AS ke rekening milik Soetikno di Standard Chartered Bank.
Kemudian, Emirsyah juga mengalihkan kepemilikan 1 unit apartemen yang terletak di 48 Marine Parade Road #09-09 Silversea, Singapore 449306 kepada Innospace Investment Holding. Apartemen ini dibeli seharga 1,18 juta dollar Singapura yang uangnya diperoleh dari ATR. Begitu pula dengan 200 ribu dollar AS dari Bombardier yang digunakan untuk membeli investasi di Mcquaire Group Inc.
“Sedangkan dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang dilaporkan terdakwa, tidak pernah diungkapkan atau mendeklarasikan sebagai pemilik sekaligus penerima manfaat (Beneficiary Owner) dari Woodlake International Limited suatu perusahaan yang di dirikan berdasarkan hukum negara British Virgin Islands. Terdakwa juga tidak pernah pula menyampaikan memiliki rekening atas nama Woodlake International di Union Bank Of Switzerland,” tutur Wawan.
Atas dakwaan ini, Yanto memberi kesempatan kepada Emirsyah untuk memberikan tanggapan. Namun Emirsyah memilih tak mengajukan eksepsi. Berbeda dengan Soetikno yang menjalani sidang dakwaan pada pekan lalu. Sebagai pemberi suap, Soetikno merasa dakwaan jaksa tidak tepat sehingga dirinya memilih mengajukan nota keberatan.