Bangunan bekas Pabrik Gula Kalibagor di Kabupaten Banyumas yang sudah lama tidak digunakan kini dijadikan pabrik garmen oleh PT Sansan Saudaratex Jaya.
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·5 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS – Bangunan bekas Pabrik Gula Kalibagor di Kabupaten Banyumas yang sudah lama tidak digunakan kini dijadikan pabrik garmen oleh PT Sansan Saudaratex Jaya. Pabrik garmen ini menyerap tenaga kerja sebanyak 160 orang. Pemerintah Kabupaten Banyumas sedang menyiapkan kawasan industri seluas 40 hektar untuk menarik investor.
“Saat ini kapasitas produksinya baru sekitar 1.000 pieces celana panjang per hari. Di sini proses penjahitan lalu akan di-finishing di Bandung,” kata Representative Manager PT Sansan Saudaratex Jaya Hasanudin, Selasa (7/1/2020), di Kalibagor, Banyumas, Jawa Tengah.
Hasanudin menyampaikan, bangunan pabrik gula ini memiliki luas 13.000 meter persegi dan bisa digunakan untuk 26 line (baris) produksi yang menampung 1.500 tenaga kerja. Pabrik garmen yang baru beroperasi mulai Oktober 2019 lalu, saat ini baru memanfaatkan 2,5 line. “Di sini untuk 1 line per jam menghasilkan 75 pieces. Kalau dibandingkan dengan unit lain, harusnya 1 jam bisa 150 pieces. Ini karena semuanya berangkat dari nol. Kami tidak membawa pasukan dari luar. Kami mencoba mandiri,” katanya.
Menurut Hasanudin, selain di Banyumas, PT Sansan Saudaratex Jaya, juga memiliki pabrik di Semarang serta Bandung. Di Banyumas, pekerja yang melamar masih harus dilatih terlebih dahulu baik untuk menjahit maupun menggunting kain. “Setiap bulan kami terus merekrut dan melatih tenaga kerja 100-200 orang, kebanyakan dari SMK,” tuturnya. Pada April mendatang ditargetkan ada 500-600 tenaga kerja untuk mengisi 12 line produksi.
Yuliana (29) salah satu pekerja di pabrik itu yang berasal dari Desa Petir, Kecamatan Kalibagor mengaku senang bisa bekerja di sana. “Saya baru bekerja sekitar 3 bulan. Dulu tidak kerja, di rumah saja jadi ibu rumah tangga,” kata Yuliana yang bekerja di bagian helper.
Sinta (18) pekerja lainnya juga menyampaikan hal serupa. Dengan upah kerja Rp 50.000 per hari dan bekerja mulai pukul 07.00 – 16.00, Sinta yang baru saja lulus SMK tidak perlu keluar kota untuk mencari uang. “Saya dari Kalibagor saja, jadi dekat dari rumah,” kata Sinta.
Bupati Banyumas Achmad Husein menyampaikan, proses menarik investor untuk datang ke Banyumas tidak mudah. Untuk pabrik garmen ini diperlukan waktu hingga 4 tahun. “Lama, (investor) pada tidak mau. Pertama tanah mahal, mereka beranggapan orang Banyumas itu pekerja priyayi tidak mau bekerja di pabrik, lambat, kemudian biasanya senang jadi pelayan toko,” kata Husein.
Husein mengatakan, pemerintah daerah memiliki tanah seluas 40 hektar di Desa Randegan, Wangon, Banyumas yang disiapkan untuk kawasan industri garmen. Tahun ini sedang dilakukan proses detail engineering design serta pembebasan lahan untuk jalan masuk. Ditargetkan pada 2022 bisa mulai ditawarkan kepada para investor. “Sepanjang (investor) menyerap tenaga kerja sebanyak 500 orang, maka proses perizinan gratis, ini sedang dibuatkan perbupnya. Kami juga akan jemput bola, perizinan akan kami urus,” tutur Husein.
Pabrik Gula Kalibagor ini telah lama mangkrak dan halamannya ditumbuhi rumput ilalang yang tinggi. Sejak direvitalisasi pertengahan 2019, rumput mulai dipangkas dan lampu penerangan dipasang di sejumlah sudut. Cerobong asap yang menjulang tinggi dan tulisan “PG Kalibagor 1839” masih tetap dipertahankan sebagai kekhasan. "Di kantor pabrik gula itu rumputnya rimbun sekali, banyak ularnya,” kata Sakirin (64) salah satu pencari rumput di sekitar pabrik gula.
Dari catatan KOMPAS (18/5/2007), Pabrik Gula Kalibagor ini ditutup sekitar tahun 1995. Adapun KOMPAS (4/12/2000) memberitakan, sebanyak 108 karyawan Pabrik Gula (PG) Kalibagor, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX yang tengah menunggu pemutusan hubungan kerja (PHK) menyusul ditutupnya PG berusia 161 tahun itu, mempertanyakan proses pembelian (lelang) aset PG oleh Primer Koperasi Polisi Polwil Banyumas. Aset PG Kalibagor berupa tanah 11 hektar lebih beserta seluruh bangunan pabrik, perkantoran serta 32 unit rumah, dilelang dengan nilai Rp 4,550 milyar.
Bahkan pada KOMPAS (26/10/1996) dalam artikel berjudul “Fungsi Sosial Pabrik Gula Kalibagor Banyumas”, disebutkan, sejak dibangun dan beroperasi tahun 1837 sampai sekarang, Pabrik Gula (PG) Kalibagor ini belum pernah dilaporkan mengenyam keuntungan. Karena selalu merugi, tahun 1929 selama hampir enam tahun pabrik gula ini ditutup sementara.
Sejak saat itu, satu dari enam PG yang ada di daerah Banyumas mengalami pasang surut. Keenam PG tersebut masing-masing PG Purwokerto, Sumpiuh, Purworejo-Klampok, Bojong dan Kalimanah (Purbalingga) dan PG Kalibagor. Pada saat bala tentara Dai Nippon menginjakkan kakinya di Indonesia (1942-1945), PG ini dikuasai pasukan dari Negara Matahari Terbit, dan akibatnya pabrik kembali tak beroperasi. PG di Kalibagor baru beroperasi kembali tahun 1957, setelah diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.
Laporan resmi menyebutkan, tingkat kerugian paling parah terjadi dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini. Tahun 1987 misalnya, kerugian mencapai Rp 547,674 juta, tahun 1988 Rp 953,384 juta, tahun 1989 Rp 1.481, 704 juta, tahun 1990 Rp 1.296,131 juta, tahun 1991 sebesar Rp 1.329,131 juta. Tahun-tahun berikutnya kerugian rata-rata mencapai Rp 2 milyar.
Keinginan untuk meningkatkan produksi dan meraih laba, menurut Administratur PT Perkebunan Nusantara IX Kalibagor, Margono, terus diupayakan. Namun kondisi lahan PG Kalibagor sempit, jenis tanah dengan keasaman yang relatif tinggi berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas terutama pencapaian rendeman.
Pengaruh iklim yang kurang menguntungkan karena curah hujan yang cukup tinggi, rata-rata 3.013 mm/tahun yang mempunyai tipe iklim B2 (oldeman), dengan tingkat kelembaban rata-rata 75 persen, suhu 25 derajat dan lama penyinaran matahari 60 persen. Kapasitas giling mesin-mesin tua yang belum optimal menyebabkan pabrik ini juga belum bisa mendongkrak produksi gula (KOMPAS, 26/10/1996).