Tahun 2020, Profit Investasi Instrumen Saham Bakal Lebih Baik daripada Surat Utang
Pasar saham diprediksi mendapat sentimen positif dari kinerja emiten yang diprediksi semakin baik pada 2020. Situasi ekonomi domestik serta proyeksi kebijakan moneter diyakini membuat profit investasi saham lebih baik
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasar saham diprediksi akan mendapat sentimen positif dari kinerja emiten yang diprediksi semakin baik pada 2020. Situasi ekonomi domestik serta proyeksi kebijakan moneter tahun ini diyakini membuat profit investasi instrumen saham akan lebih baik daripada surat utang.
Kepala Riset Bahana Sekuritas Lucky Ariesandi memprediksi tahun ini rata-rata pertumbuhan laba bersih emiten akan berada di kisaran 9 persen. Sebagai pembanding, pada 2019 rata-rata pertumbuhan laba bersih emiten sebesar 2 persen.
”Sektor-sektor yang masih positif sepanjang tahun ini diperkirakan berasal dari emiten perbankan, tembakau, perkebunan kelapa sawit, dan obat-obatan,” kata Lucky saat dihubungi, Minggu (12/1/2019).
Pertumbuhan laba emiten juga membuat Lucky optimistis pasar saham masih menawarkan keuntungan investasi yang lebih baik ketimbang pasar surat utang. Pasalnya, level suku bunga acuan dan inflasi yang terjaga rendah membuat imbal hasil surat utang justru akan cenderung turun.
Bank Indonesia (BI) telah memberikan sinyal untuk mempertahankan suku bunga rendah, sejalan dengan rendahnya level suku bunga global. Hingga Desember 2019, suku bunga acuan ada pada level 2019. Adapun rata-rata imbal hasil surat utang denominasi rupiah berada pada kisaran 7 persen.
Kebijakan suku bunga rendah bertujuan untuk menopang ekonomi domestik. Turunnya suku bunga yang diikuti dengan realisasi kebijakan hukum omnibus (omnibus law) akan mampu menggenjot masuknya investasi, yang pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi pada tahun ini.
Turunnya suku bunga yang diikuti dengan realisasi kebijakan omnibus law akan mampu menggenjot masuknya investasi, yang pada akhirnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini.
Penopang lain yang membuat pasar saham akan lebih bergairah pada tahun ini adalah rencana kenaikan pajak reksa dana menjadi 10 persen pada 2021 dari yang saat ini berlaku sebesar 5 persen.
”Rencana kenaikan pada 2021 ini kemungkinan tidak akan mundur lagi karena dana kelolaan reksa dana sudah naik cukup signifikan dalam lima tahun terakhir dan di sisi lain pemerintah berencana memotong pajak bagi korporasi,” ujarnya.
Calon emiten
Otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mencatat ada 27 calon emiten yang masuk dalam antrean untuk melakukan penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) saham. Mayoritas calon emiten ini merupakan perusahaan dengan aset besar.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna Setya mengatakan, 27 perusahaan itu sudah menyampaikan dokumen persyaratan IPO dan sedang diproses oleh bursa. Sekitar 40 persen dari total daftar perusahaan itu merupakan kelas besar dengan aset di atas Rp 250 miliar.
”Pipeline (antrean) itu yang sudah submit dokumen dan proses, artinya sudah di tangan kami. Bukan hanya dengar-dengar atau diskusi,” ujarnya, Jumat akhir pekan lalu.
Di luar perusahaan beraset besar, perusahaan kelas menengah dan kecil berkontribusi masing-masing 30 persen dari jumlah total calon emiten. Nyoman mengatakan, perusahaan kelas menengah dan kecil tersebut nantinya akan masuk ke papan pengembangan, bukan papan akselerasi.
”Sektor dari calon emiten itu cukup merata, yakni mencakup perkebunan, consumer goods, properti, finansial, perdagangan, dan investasi. Beberapa di antaranya sudah melakukan mini expose di BEI,” ujar Nyoman.
Sayangnya, Nyoman masih enggan untuk mengungkapkan apakah terdapat perusahaan BUMN yang sudah masuk dalam antrean IPO tahun ini. Kementerian BUMN sebelumnya telah mendorong semakin banyak perusahaan pelat merah untuk menjadi perusahaan terbuka. Alasannya agar pengawasan tidak hanya berasal dari sisi internal, tetapi juga dari para pemegang saham, publik, dan para mitra.
Kementerian BUMN sebelumnya telah mendorong semakin banyak perusahaan pelat merah untuk menjadi perusahaan terbuka. Alasannya, agar pengawasan tidak hanya berasal dari sisi internal, tetapi juga dari para pemegang saham, publik, dan para mitra.