Petani Harapkan Data Beras Memuat Jumlah Stok di Pasaran
Petani mengharapkan data tunggal pangan turut memperhitungkan jumlah stok yang ada di masyarakat. Dengan cara ini, petani meyakini penentuan kebijakan dapat lebih komprehensif dan tepat sasaran.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Saat ini pemerintah tengah mematangkan data tunggal pangan sebagai acuan kebijakan bersama. Dari sisi produsen, petani mengharapkan data tunggal itu turut memperhitungkan jumlah stok yang ada di masyarakat, utamanya masyarakat tani.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Winarno Tohir mengapresiasi kepaduan pemerintah untuk menggunakan data tunggal dalam menentukan kebijakan pangan. "Harapannya, data tunggal yang digunakan pemerintah itu juga memperhitungkan jumlah stok beras yang ada di masyarakat, khususnya petani," katanya saat dihubungi, Minggu (12/1/2020).
Menurut Winarno, kehadiran data stok beras yang ada di masyarakat melengkapi data produksi. Dampaknya, analisis penentuan kebijakan dapat lebih komprehensif dan semakin tepat sasaran.
Winarno berpendapat, penggunaan data tunggal ini juga menimbulkan efisiensi waktu dalam mengambil keputusan kebijakan pangan. Efisiensi waktu itu terjadi karena tidak adanya perdebatan mengenai data pangan yang sebelumnya tidak bersifat tunggal.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja menyatakan, data tunggal pangan yang menjadi acuan kebijakan pemerintah tersebut perlu terintegrasi dengan data stok di tiap pelaku tata niaga beras, termasuk pedagang, serta terkoneksi dengan jumlah stok yang ada di tiap kelompok tani secara nasional. "Data yang terintegrasi dari hulu ke hilir berpotensi memberikan kepastian berusaha bagi petani sehingga kesejahteraannya meningkat," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menemui Menteri Perdagangan Agus Suparmanto. Pertemuan ini menunjukkan komitmen penggunaan data tunggal untuk mengambil kebijakan pangan, baik dalam mengendalikan inflasi maupun ekspor-impor.
Sejak dilantik hingga akhir 2019, Syahrul telah menemui Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto. Kedua pertemuan itu pun bertujuan untuk membentuk data tunggal pangan.
Adapun pada Oktober 2018, BPS merilis data potensi produksi beras nasional sepanjang 2018 yang menggunakan metode kerangka sampel area. Sepanjang 2018, produksi beras nasional mencapai 32,42 juta ton.
Jumlah produksi beras itu berasal dari 56,54 juta ton gabah kering giling (GKG). Publikasi data produksi beras dari BPS ini juga mengoreksi data Kementerian Pertanian yang menyebutkan produksi GKG sepanjang 2018 mencapai 83,03 juta ton.
Data publikasi BPS tersebut berdasarkan luas baku sawah yang mencapai 7,1 juta hektar pada 2018. Luas baku sawah ini menurun dibandingkan 5 tahun sebelumnya yang sebesar 7,75 juta hektar.
Tiga juta ton
Terkait data proyeksi pangan, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi menyatakan, target produksi beras sepanjang Januari-Maret 2020 mencapai 3 juta ton per bulan. Stok ini dinilai aman untuk memenuhi konsumsi yang mencapai 2,5 juta ton per bulan.
Agung menuturkan, perhitungan itu berdasarkan, luas penanaman padi pada Desember 2019 mencapai 1,5 juta hektar. Jika rata-rata produksi gabah kering panen (GKP) mencapai 5 ton per hektar, total GKP mencapai 7,5 juta ton yang setara dengan 3,75 juta ton beras.
Menurut Winarno, target tersebut berpotensi tercapai dari produksi di sejumlah sentra di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sulawesi Selatan. Menurutnya, pola iklim yang menyebabkan banjir di sejumlah wilayah tidak berdampak signifikan pada produksi padi.
Sementara itu, Guntur berpendapat, pemerintah perlu mempertimbangkan pengaruh pola iklim sepanjang 2020 terhadap target tersebut. "Perlu ada analisis seberapa jauh dampak banjir pada produksi padi awal tahun 2020 ini. Bukan hanya padi yang tergenang, tetapi juga proses pengeringan yang menjadi tantangan bagi petani saat panen awal tahun," tuturnya.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa menyatakan, target produksi beras hingga 3 juta ton per bulan sulit tercapai. Kesulitan itu salah satunya tampak dari mundurnya musim tanam akibat kemunduran musim hujan di akhir 2019. (JUD)