Sejalan dengan mobilitas yang makin baik di Jabodetabek, antara lain ditopang transportasi publik dan infrastruktur yang makin baik, pembangunan pusat belanja tumbuh lagi tahun ini.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasokan ruang perbelanjaan atau ritel diproyeksikan semakin tumbuh tahun 2020. Di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek, sepuluh pusat perbelanjaan baru direncanakan beroperasi tahun ini.
Konsultan properti Colliers International Indonesia memperkirakan bakal ada penambahan pasokan 110.000 meter persegi ruang ritel dari empat pusat perbelanjaan baru di Jakarta, antara lain di kawasan pusat bisnis (CBD), yakni dengan beroperasinya District 8 Mal. Sementara di Bodetabek, enam pusat perbelanjaan baru akan beroperasi dengan pasokan seluas 220.000 meter persegi.
Senior Associate Director Colliers International Indonesia Ferry Salanto, di Jakarta, Senin (13/1/2020), menyatakan, mobilitas yang sudah semakin baik membuat pusat belanja kembali tumbuh, baik di Jakarta, Bodetabek, maupun Surabaya. Aturan moratorium pembangunan pusat belanja di Jakarta sejak 2012 secara resmi dinilai tidak pernah ada.
Moratorium itu disampaikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai upaya mengurangi kemacetan dan mengontrol pertumbuhan ruang ritel. Namun, sejalan dengan mobilitas di Jakarta yang semakin baik dengan ditopang transportasi publik, pembangunan pusat belanja mulai tumbuh.
Tahun 2019, tingkat keterisian pusat belanja di DKI Jakarta merosot hingga di bawah 80 persen, atau turun 4 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, penambahan ruang ritel baru tahun ini diprediksi membuat tingkat keterisian tetap stabil karena penyedia ruang ritel telah mendapatkan komitmen penyewa yang relatif tinggi. ”Kinerja mal kelas atas dan tambahan mal baru justru berpotensi menaikkan rata-rata harga sewa,” kata Ferry.
Konsep pusat perbelanjaan dinilai sudah bergeser mengikuti perkembangan zaman, yakni tidak sekadar tempat belanja, tetapi juga tempat berkumpul komunitas, hiburan, ataupun tempat kerja dengan hadirnya ruang kerja bersama (co-working space). Keberadaan toko tetap diperlukan sebagai ruang pajang produk dan dapat menerima pesanan dalam jaringan.
Konsep pusat belanja dinilai bergeser, tak sekadar tempat belanja, tetapi juga tempat berkumpul komunitas, hiburan, dan tempat kerja.
”Tantangannya, bagaimana pengelola pusat belanja mengikuti dinamika gaya hidup orang sekarang, terutama gaya hidup kaum milenial. Pusat perbelanjaan tidak hanya jualan produk makanan dan pakaian, tetapi bisa juga menyediakan ruang kantor,” kata Ferry.
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Stefanus Ridwan menyatakan, pembangunan pusat belanja saat ini tidak ada yang berdiri sendiri. Pusat belanja dibangun sebagai kesatuan dengan proyek apartemen, perkantoran, ataupun hotel. Dengan konsep pembangunan properti terpadu, terjadi keseimbangan, yakni ada kepastian konsumen bagi penyedia ritel, dan sebaliknya, kemudahan bagi konsumen untuk belanja.
Persoalan yang muncul, regulasi yang terkait pusat belanja di Jakarta semakin membebani pelaku usaha. Di antaranya, rencana kenaikan tarif parkir, penggunaan kantong plastik ramah lingkungan di pusat belanja, hingga pengenaan pajak untuk iklan di dalam pusat belanja. Hal ini dikhawatirkan membebani pelaku ritel di tengah tantangan menjaring pembeli.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia Roy N Mande, penambahan pusat belanja akan mendorong pertumbuhan ritel. ”Pertumbuhan ritel hanya terjadi jika ada ekspansi ruang ritel. Di ruang yang baru, wilayah baru, dan segmentasi baru akan terjadi transaksi baru dan berkontribusi terhadap pertumbuhan peritel,” katanya.
Sepanjang tahun 2019, pertumbuhan peritel—di pusat belanja hingga mini market—berada di kisaran 8,5-9 persen. Sekitar 60 persen komposisi ritel mencakup peritel lokal dan merek besar, sedangkan 40 persen merupakan peritel merek asing.
Tahun ini, pihaknya optimistis peritel bisa tumbuh hingga 10 persen dengan adanya penambahan toko dan terobosan regulasi. Usaha ritel diyakini akan tumbuh seiring dengan upaya pemerintah mendorong kemudahan berusaha, melalui omnibus law cipta lapangan kerja.
Ia menambahkan, ekspansi minimarket dan supermarket saat ini kian menyasar kota-kota di wilayah timur Indonesia yang memiliki wilayah luas dan potensi pasar signifikan. Saat ini, konsumsi rumah tangga berkontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto. Tantangan yang perlu diwaspadai yakni terkait daya beli.
”Diperlukan upaya menjaga konsumsi. Penyesuaian administered price (harga barang dan jasa yang diatur pemerintah) harus dijaga keseimbangannya. Kalau tidak terjaga, dikhawatirkan mengganggu konsumsi dan membuat masyarakat marjinal semakin tidak berdaya,” kata Roy.