Bunuh Begal, Siswa SMA Dijerat Pasal Pembunuhan Berencana
Pelajar di salah satu SMA di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (20/1/2020), harus berhadapan dengan hukum karena diduga membunuh begal yang hendak merampoknya. Ia disidang dengan kasus pembunuhan berencana.
Oleh
DEFRI WERDIONO
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pelajar di salah satu SMA di Kabupaten Malang, Jawa Timur, Senin (20/1/2020), harus beperkara di pengadilan karena diduga membunuh begal yang hendak merampoknya. Ia disidang dengan kasus pembunuhan berencana.
Sidang kasus pembunuhan terhadap begal yang dilakukan oleh ZA (17) memasuki babak pemeriksaan saksi. Majelis hakim Pengadilan Negeri Kepanjen memeriksa tujuh saksi, tiga di antaranya saksi meringankan yang diajukan kuasa hukum ZA dan tiga saksi oleh kejaksaan.
Sidang dilakukan tertutup di Ruang Tirta/Anak Pengadilan Negeri Kepanjen. Seusai sidang, kuasa hukum ZA, Bhakti Riza Hidayat, mengatakan, pihaknya kecewa dengan jaksa yang menerapkan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pembunuhan berencana sebagai dakwaan primer. Alasannya tidak ada motif dan rencana apa pun dari ZA untuk membunuh begal, September 2019 lalu.
”Penerapan pasalnya inilah yang menurut kami sangat janggal. Tidak ada motif dan perencanaan apa pun dari ZA untuk ribut di malam itu, yang didasari oleh kondisi yang sangat tenang dan memikirkan untuk membunuh begal itu,” katanya.
Penerapan pasalnya inilah yang menurut kami sangat janggal. Tidak ada motif dan perencanaan apa pun dari ZA untuk ribut di malam itu....
Bhakti mengutip apa yang disampaikan saksi ahli hukum pidana dari Univeristas Brawijaya, Lucky Endrawati. Dalam sidang, Lucky mengatakan, dalam pasal pembunuhan berencana ada unsur kumulatif, yakni suatu kondisi tenang ketika seorang pelaku merencanakan pembunuhan dan ada motif di balik tindakannya itu.
”Ini menjadi suatu kesatuan dan tidak bisa dipisahkan. Dari peristiwa ZA, menurut kami, tidak punya motif membunuh Misnan (pelaku membegal),” kata Bhakti.
Seumur hidup
Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Malang Sobrani Binzar, di kantor Kejaksaan Negeri Malang, memastikan tidak ada dakwaan seumur hidup terhadap ZA karena ZA berproses melalui sistem peradilan anak. Dalam peradilan anak, masa hukuman yang dijalani hanya separuh dari peradilan dewasa.
Pada sidang pertama 15 Januari lalu, menurut Binzar, ZA didakwa Pasal 340 KUHP, subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan Biasa, Pasal 351 Ayat (3) tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian, dan Undang-Undang Darurat karena yang bersangkutan membawa senjata tajam berupa pisau dapur.
”Namun, yang namanya pasal berlapis, tidak semua pasal dibuktikan secara kumulatif. Hanya salah satu pasal yang dibuktikan karena ini bersifat subsider dan alternatif. Kalau Pasal 340 tidak terbukti, maka akan digantikan Pasal 338, diganti lagi 351 Ayat (3) dan seterusnya,” kata Binzar.
Karena masa hukuman anak setengah dari orang dewasa, menurut Binzar, untuk Pasal 340 hukuman maksimalnya hanya 10 tahun penjara, Pasal 338 selama 7,5 tahun, dan Pasal 351 Ayat (3) hanya 3,5 tahun.
Penjara merupakan hukuman terakhir untuk peradilan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak ada jenis hukuman yang lain, seperti pidana dengan syarat, pidana pelatihan kerja, dan pidana pembinaan dalam lembaga.
Adapun penggunaan Pasal 340 dalam kasus ini didasarkan pertimbangan terdapat jeda waktu saat ZA beradu mulut dengan begal dengan saat dia mengambil pisau di jok sepeda motor miliknya sebelum penusukan terjadi. ”Timbul niat di situ cuman nanti kembali lagi ke fakta-fakta di persidangan,” ucapnya.
Ditemui seusai sidang, Lucky Endrawati, mengatakan, terkait unsur rencana di Pasal 340 KUHP menyatakan rencana pembunuhan harus dilakukan pada situasi tenang. Tenang yang dimaksud adalah tidak terancam. Namun, kata Lucky, jaksa telah mengasumsikan kondisi tenang dengan waktu mempersiapkan pembunuhan.
”Kemudian dalam hukum pidana ada alasan pemaaf, salah satunya di Pasal 49 Ayat (2) yang memungkinkan seseorang melakukan perbuatan darurat yang melampaui batas tidak dipidana. Syaratnya, pelaku terancam sehingga menimbulkan guncangan jiwa,” ucapnya.
Dalam kasus ini, menurut Lucky, teman perempuan ZA diancam akan diperkosa apabila ZA tidak menyerahkan harta miliknya. ”Ini ada guncangan jiwa yang hebat ketika pelaku (ZA) melakukan perbuatan menusuk pisau tadi,” katanya lagi.
Ini ada guncangan jiwa yang hebat ketika pelaku (ZA) melakukan perbuatan menusuk pisau tadi.
Lucky juga menambahkan bahwa ada hal sesuai dalam persidangan ini, yakni tidak dicantumkannya (juncto) UU Nomor 11 Tahun 2012 pada surat dakwaan. Ketika itu tidak dicantumkan pada surat dakwaan, semestinya proses persidangan ini dilakukan secara terbuka dengan asumsi orang dewasa sebagai terdakwa.
Temuan mayat
Kasus pembunuhan terhadap begal berawal dari temuan mayat dengan luka tusuk di kebun tebu Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Senin (9/9/2019). Mayat itu kemudian diketahu merupakan Misnan (35), warga Gondanglegi Kulon, yang diduga seorang begal.
Minggu malam, Misnan dan rekannya diduga menghadang ZA yang saat itu tengah bersama teman perempuannya. Pelaku berusaha merampas telepon selular dan sepeda motor ZA. Tidak hanya itu, pelaku diduga juga berusaha memerkosa teman ZA, tetapi ZA melawan. ZA mengambil pisau dari jok sepeda motor dan menusukkan ke Misnan.
Terkait pisau yang dibawa ZA di sepeda motornya, Bhakti mengatakan bahwa pisau itu sebelumnya dibawa ke sekolah untuk mengerjakan tugas hasta karya membuat stik es krim dari kayu.