Kondisi pasar keuangan global sedang bergejolak. Pemerintah Indonesia menunda penerbitan surat utang berdenominasi valuta asing.
Oleh
KARINA ISNA IRAWAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia tidak akan menerbitkan surat utang berdenominasi valuta asing atau global bond dalam waktu dekat. Kebutuhan pembiayaan anggaran akan dipenuhi dari dukungan investor domestik dan sisa lebih pembiayaan anggaran tahun berkenaan atau Silpa.
Direktur Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menyampaikan, kondisi pasar keuangan saat ini sangat bergejolak, diikuti ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Akibatnya, penawaran atas obligasi Pemerintah Indonesia menurun.
”Memang, yang paling berat adalah kondisi mendatang seperti apa. Kami tidak bisa memastikan. Akan tetapi, tetap mengambil kesempatan di tengah kondisi pasar yang kurang baik,” kata Luky di Jakarta, Kamis (19/3/2020).
Merespons kondisi itu, Pemerintah Indonesia menahan penerbitan surat utang berdenominasi valas. Rrealisasi penerbitan surat berharga negara (SBN) neto per Februari 2019 sebesar Rp 115,6 triliun atau tumbuh negatif 42,2 persen dibandingkan dengan Februari 2020.
Luky menambahkan, pembiayaan anggaran dalam jangka pendek akan mengandalkan Silpa, yang per awal 2020 mencapai Rp 136 triliun. Pembiayaan Silpa akan didukung permintaan dari investor domestik dan penjualan surat utang melalui skema private placement.
”Pembiayaan anggaran juga bersumber pinjaman dari Bank Pembangunan Asia atau ADB dan Bank Dunia yang saat ini dikerjakan skema dan prosesnya,” ujar Luky.
Menurut rencana, ada tiga penerbitan surat utang dalam valuta asing tahun ini, yakni global sukuk berdenominasi dollar AS, global bond berdenominasi yen (samurai bond), dan euro (euro bond).
Luky mengatakan, komite stabilitas sistem keuangan (KSSK) telah menyiapkan protokol manajamen krisis untuk mengantisipasi kondisi terburuk. Protokol itu memuat langkah-langkah penanganan, salah satunya bond stabilization framework (BSF) untuk pasar surat berharga negara.
BSF merupakan langkah mitigasi krisis dengan cara menstabilkan imbal hasil surat berharga negara yang terus naik. Langkah gabungan ini ditempuh Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan.
”Payung manajemen krisis sudah disiapkan. Namun, kami tidak ingin memakai payung itu,” ujar Luky.
Kepala Kajian Makro Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Febrio Kacaribu menuturkan, ketakutan investor global terhadap ketidakpastian ekonomi memicu arus modal keluar dari negara-negara berkembang. Arus modal portofolio yang keluar dari Indonesia pada 24 Januari-13 Maret 2020 sebesar 8,1 miliar dollar AS.
Investor beralih ke portofolio investasi yang lebih aman, di antaranya obligasi Pemerintah AS atau US-Treasury.