Imbauan kepada perusahaan-perusahaan harus terus disuarakan untuk membuat kebijakan agar karyawan dapat bekerja dari rumah. Upaya ini penting untuk lebih cepat memutus rantai penyebaran Covid-19.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
Para karyawan kantor pada Senin (23/3/2020) sekitar pukul 10.30 WIB berlalu lalang di sekitar Stasiun Sudirman, menanti kereta commuter line. Bukan untuk masuk kantor, mereka akan kembali pulang ke rumah.
Ika (29), karyawan di salah satu bank swasta di Jakarta, menyampaikan, baru mulai hari ini atasan memberikan izin untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH). Sebelumnya, ia bersama para karyawan lain harus tetap masuk dengan sistem sif per minggu.
Untuk kembali ke rumah di Bogor, Ika tetap memilih menggunakan kereta commuter line dengan alasan biaya agar lebih murah. Ia pun sudah mempersiapkan diri selama akan menjalani WFH hingga tanggal yang tidak ditentukan.
”Ini saya sekalian bawa dokumen-dokumen untuk kerja supaya WFH-nya tetap produktif. Senang banget akhirnya bisa WFH, jadi lebih tenang karena enggak perlu naik kereta commuter line setiap hari untuk pulang pergi kantor,” ucapnya.
Meski begitu, Ika mengaku, keputusan WFH bukan berasal dari perusahaan, melainkan dari atasannya langsung. Artinya, masih ada karyawan lain yang tetap harus masuk ke kantor di tengah pandemi coronavirus disease atau Covid-19.
Adapun Alifsyahputra (24), karyawan di salah satu bank milik pemerintah di Jakarta, sudah memulai WFH sejak Rabu, 18 Maret. Namun, hari ini ia harus masuk ke kantor untuk mengikuti tes kesehatan.
Untuk sampai ke kantor, ia juga memilih moda transportasi kereta commuter line dari Stasiun Jakarta Kota ke Stasiun Karet. ”Kalau dari Stasiun Jakarta Kota ke Stasiun Manggarai itu sepi, tapi pas ke sini (Stasiun Karet) agak padat, ya,” kata Alifsyahputra.
Menurut dia, kebijakan dan keputusan bagi karyawan untuk WFH memang tergantung dari perusahaan.
”Seharusnya perusahaan jangan sampai mengabaikan kesehatan karyawan, pemerintah juga, kan, sudah mengimbau. Kalau karyawan sakit, kan, perusahaan juga yang rugi,” ujar Alifsyahputra.
Pada sisi lain, ada juga perusahaan yang sudah membuat kebijakan bagi seluruh karyawannya untuk WFH. Salah satunya dirasakan oleh Anastasia Cristal (24), karyawan swasta di Jakarta, yang sudah menjalani WFH sejak 19 Maret 2020 dan masih berlanjut hingga waktu yang belum ditentukan.
”Isolasi diri itu penting banget dalam keadaan seperti sekarang ini. WFH itu menyenangkan karena selain bisa tetap bekerja, waktu kumpul bersama keluarga juga lebih banyak,” kata Anastasia.
Sama dengan Melania Hanny Aryantie (38), pegawai negeri sipil, yang menjalani WHF sejak 18 Maret 2020. Menurut dia, karyawan memang seharusnya menjalani WFH karena bukan lagi menyangkut kesehatan pribadi dan keluarga, melainkan kesehatan publik.
”Saya sudah membuat target kinerja untuk menjaga produktivitas. Dengan adanya WFH, saya jadi lebih banyak waktu bersama anak-anak. Selain mengajari pelajaran sekolah, saya juga jadi punya waktu bermain bersama mereka,” tutur Melania.
Seruan agar perusahaan membuat kebijakan karyawan untuk WFH sudah disampaikan melalui Seruan Gubernur DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 2020. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menegaskan, dunia usaha agar mematuhi kebijakan bekerja di rumah. Jika memang tidak bisa total menutup kantor, perusahaan wajib mengurangi jumlah pegawai piket dan jam kerja hingga seminimal mungkin.
Aturan ini mulai berlaku sejak Senin, 23 Maret, hingga 5 April 2020, dengan kemungkinan tambahan hari jika diperlukan. Keputusan ini berdasarkan status wilayah DKI Jakarta yang ditetapkan sebagai wilayah tanggap darurat bencana penyebaran Covid-19.
Selain itu, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) juga sudah menyesuaikan jam operasional. Per hari ini, jam operasional seluruh lintas atau rute kereta commuter line mulai pukul 06.00 hingga 20.00 WIB dengan mengoperasikan 713 perjalanan.
Data PT KCI juga menunjukkan semakin banyak masyarakat yang mengikuti imbauan dari pemerintah. Data sepekan terakhir, jumlah pengguna kereta commuter line turun sekitar 50 persen dari waktu normal yang dapat melayani 900.000 pengguna hingga 1,1 juta pengguna setiap hari. Pada Jumat 20 Maret 2020, misalnya, jumlah volume penumpang tercatat 459.922 pengguna.
Jangka panjang
Peneliti Intitute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra PG Talattov, menyampaikan, memang keadaan pandemi Covid-19 akan membuat adanya kerugian bagi perusahaan-perusahaan. Namun, kerugian akan jauh lebih besar apabila karyawannya sakit.
”Para investor saat ini akan wait and see, bagaimana Indonesia menangani pandemi Covid-19. Apabila penanganan cepat, tentu akan menjadi preseden baik di mata investor. Setelah kesehatan pulih, ekonomi pun akan pulih,” tutur Abra.
Menurut Abra, dalam kondisi sekarang, perusahaan memang harus mengutamakan kesehatan karyawan. Bagi sektor-sektor yang tidak berkaitan langsung dengan kesehatan, misalnya otomotif, akan lebih baik untuk sementara waktu meliburkan karyawan.
Memutus rantai penyebaran Covid-19 memang memerlukan kerja sama semua pihak, pemerintah, perusahaan, karyawan, dan masyarakat pada umumnya. Apabila kita cepat memutus rantai Covid-19, tentu tak perlu waktu lama untuk kembali merajut perekonomian.