Tetap Bahas ”Omnibus Law”, DPR Berjanji Buka Ruang Seluas-luasnya
DPR akan menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk mendengarkan paparan Menko Perekonomian Airlangga Hartanto soal RUU Cipta Kerja, Selasa (14/4/2020). DPR juga akan menanyakan kesiapan pemerintah membahas RUU itu.
Oleh
Rini Kustiasih
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat memutuskan untuk tetap membahas sejumlah rancangan undang-undang di tengah-tengah darurat penyakit Covid-19. Pembahasan itu dijanjikan akan dilakukan dengan membuka ruamg seluas-luasnya. Kendati demikian, sejumah fraksi menolak pembahasan sejumlah RUU itu diteruskan.
Agenda terdekat dalam pembahasan legislasi ialah rapat kerja antara Badan Legislasi DPR dan pemerintah terkait dengan RUU Cipta Kerja yang dibentuk dengan metode omnibus law. Raker itu dijadwalkan berlangsung, Selasa (14/4/2020) pekan ini. Namun, janji untuk membuka ruang seluas-luasnya itu berpotensi tidak bisa dilakukan di dalam kondisi darurat saat ini sehingga pemaksaan pembahasan sejumlah RUU justru dikhawatirkan memicu ketidakpercayaan publik.
Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Nasdem Willy Aditya, Minggu (12/4/2020) di Jakarta, mengatakan, rapat kerja dengan pemerintah menyangkut RUU Cipta Kerja akan diadakan pada Selasa pekan ini.
”Selasa itu, pemerintah akan melakukan pemaparan. Ada dua hal yang akan dilakukan di dalam raker. Pertama ialah pemaparan oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tentang apa sih RUU omnibus law itu. Kedua, kesiapan pemerintah dalam membahas RUU tersebut,” kata Willy, yang dihubungi dari Jakarta.
Biasanya, setiap raker dengan pemerintah akan langsung diikuti pendapat atau pandangan fraksi-fraksi dan mini fraksi, serta daftar inventarisasi masalah (DIM) oleh fraksi. Namun, karena kondisi darurat, menurut Willy, mekanisme pembahasan sedikit diubah, yakni dengan mengedepankan paparan pemerintah. Sementara DIM tidak perlu disertakankarena pembahasan soal DIM akan menunggu masukan dari publik.
”Besok itu (Selasa) cuma akan mendengarkan pemaparan dan bagaimana kesiapan pemerintah. Untuk DIM, itu akan menunggu pandangan dari publik yang akan menyampaikan aspirasinya melalui Baleg. Jadi, Baleg akan mendengarkan dulu masukan publik secara luas dan terbuka, sementara penyusunan DIM oleh fraksi berjalan,” ujarnya.
Dengan mekanisme demikian, menurut Willy, penyusunan DIM bisa dilakukan per kluster. Kluster yang diutamakan untuk disusun DIM ialah kluster-kluster yang tidak problematik, seperti investasi dan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). ”Kluster lain yang problematik nanti belakangan,” katanya.
Putusan untuk tetap membahas RUU Cipta Kerja itu disayangkan publik. Sebab, saat ini negara sedang menghadapi darurat penyakit Covid-19. Fraksi di DPR juga tidak semuanya sepakat untuk membahas RUU Cipta Kerja.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Teuku Riefky Harsya mengatakan, sebaiknya DPR dengan bijak memilih untuk menunda pembahasan sejumlah RUU, termasuk RUU Cipta Kerja, dalam kondisi darurat Covid-19. Keputusan untuk memilih itu ada di tangan DPR.
”Pembahasan RUU secara cepat di tengah situasi seperti ini urgensi atau kemendesakannya kecil. Apabila RUU itu buru-buru dibahas dan disahkan, hal itu berpotensi menghilangkan partisipasi publik,” kata Riefky.
Dari pihak lain, Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Amir Uskara mengatakan, tugas-tugas legislasi sebaiknya juga tidak dibiarkan terganggu dengan adanya Covid-19. Sepanjang pembahasan beberapa RUU itu tidak mengganggu proses-proses dan kinerja DPR lainnya yang fokus pada penanganan Covid-19, PPP tidak keberatan bilamana sejumlah RUU dibahas di Baleg DPR.
”Salah satu tugas kami sebagai anggota DPR memang membuat regulasi. Jangan karena kerja di rumah, maka tidak ada regulasi yang dibuat oleh DPR, sebab kami, kan, digaji. Teman-teman yang kebetulan mempunyai tanggung jawab membuat RUU, bagi fraksi kami itu tidak masalah,” kata Amir.
Willy menambahkan, pihaknya tidak mau bila ada kerja legislasi DPR terbengkalai sehingga publik balik menghujat DPR karena dinilai tidak produktif menuntaskan Prolegnas.
”Kerja legislasi DPR jalan terus, tetapi yang terpenting itu ialah bagaimana kerja itu dilakukan. Kami akan membuka ruang seluas-luasnya bagi publik untuk melihat dan berpartisipasi secara virtual. Nanti akan ada aplikasi khusus yang dibuat oleh panitia kerja (panja) omnibus law terkait ini,” katanya.
Peneliti Centre for Strategic International Studies (CSIS) Arya Fernandez mengatakan, DPR saat ini sebaiknya fokus saja pada pelaksanaan dan pengawasan penanganan Covid-19. Selama ini, menurut Arya, tidak ada pandangan alternatif dari DPR tentang bagaimana Covid-19 ditangani. Hal itu merupakan problem dalam praktik check and balances di negara demokrasi.
”DPR harus aktif berkontribusi pada pembuatan kebijakan. Itu yang lebih penting. RUU yang tidak memiliki urgensi di tengah-tengah situasi seperti ini, apalagi buru-buru disahkan, sebaiknya dihentikan dulu,” katanya.
Beberapa RUU yang memunculkan perdebatan besar di publik, seperti omnibus law, dan RUU KUHP, justru lebih baik ditunda, menurut Arya, daripada menimbulkan ketidakpercayaan publik.