Perusahaan Tambang Wajib Sediakan Dana Ketahanan dan Reklamasi Lahan
Apabila kontraknya sudah berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi, setiap pemegang IUP bisa dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Oleh
ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemegang izin usaha pertambangan wajib menyediakan dana ketahanan cadangan mineral dan batubara. Dana tersebut digunakan untuk kegiatan penemuan sumber cadangan yang baru. Mereka juga harus mereklamasi lahan bekas tambang.
Direktur Jenderal Pertambangan Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, kewajiban penyediaan dana ketahanan ini tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kewajiban itu diatur dalam pasal revisi UU tersebut.
”Dalam revisi nanti akan dimasukkan aturan kewajiban kepada pemegang izin tambang agar menyediakan dana ketahanan sebagai pembiayaan pencarian sumber cadangan mineral dan batubara yang baru,” ujar Bambang dalam diskusi publik secara daring tentang ”Berbagai Pokok Masalah dalam Revisi UU Nomor 4/2009”, di Jakarta, Rabu (29/4/2020).
Selain dana ketahanan cadangan mineral dan batubara, perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) juga wajib melakukan eksplorasi lanjutan setiap tahun selama mereka beroperasi. Ketentuan ini juga belum pernah diatur dalam UU No 4/2009.
Dalam draf revisi juga diatur tentang sanksi pidana bagi perusahaan tambang yang tidak mereklamasi lahan bekas tambang mereka. ”Apabila kontraknya sudah berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi, setiap pemegang IUP bisa dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar,” ucap Bambang.
Apabila kontraknya sudah berakhir dan tidak melaksanakan reklamasi, setiap pemegang IUP bisa dipidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandari Prihatmoko mengatakan, IAGI setuju bahwa kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan baru mineral dan batubara ditingkatkan. Dalam 10 tahun terakhir tak ada penemuan cadangan mineral dan batubara yang signifikan di Indonesia.
Oleh karena itu, sebelum pemerintah melelang wilayah usaha pertambangan, sebaiknya data dipersiapkan sebaik mungkin. ”Selain itu, adanya kewajiban divestasi saham bagi perusahaan pemegang IUP juga dapat memengaruhi usaha penemuan sumber cadangan baru di Indonesia,” ujarnya.
Saat ini, proses revisi UU No 4/2009 masih berlangsung di DPR. Revisi UU ini sudah dimasukkan dalam daftar Program Legislasi Nasional prioritas pada 2020.
Tim panitia kerja Komisi VII DPR telah menyinkronkan isi revisi dengan semua kementerian dan lembaga terkait. Selain itu, revisi UU No 4/2009 juga terus disinkronkan dengan Rancangan Uncang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Sebelumnya, Koordinator Nasional Publish What You Pay Indonesia Maryati Abdullah mempertanyakan prioritas penyelesaian revisi UU No 4/2009 dengan RUU Cipta Kerja. Menurut dia, pemerintah dan DPR harus menjamin tidak ada hal yang tumpang tindih dalam kedua UU tersebut di kemudian hari. Selain itu, ia berharap agar proses revisi ataupun penyusunan RUU Cipta Kerja dapat berlangsung transparan.
Investasi pertambangan di Indonesia dibahas dalam dua UU, yakni revisi UU No 4/2009 dan RUU Cipta Kerja kluster energi dan sumber daya mineral yang juga membahas UU No 4/2009 tersebut. Hal menonjol yang dibahas dalam RUU Cipta Kerja adalah pencabutan wewenang pemerintah daerah dalam hal perizinan tambang yang dilimpahkan kepada pemerintah pusat.